Rabu, 20 Juni 2012

Evolusi Jìwa (Pendahuluan)

PENDAHULUAN

Sampai saat ini pembahasan mengenai hukum jìwani dalam kebanyakan literatur kita hanya membahas dua hukum besar saja, yaitu: hukum karma dan reinkarnasi (penjelmaan kembali); di mana setiap orang pasti akan memetik hasil dari perbuatannya, cepat atau lambat, dan setiap makhluk lahir berulang kali sebagai proses pengembangan dan penyempurnaan jiwa. Setelah mencapai kesempurnaan jiwa melalui sekolah dan pengalaman kehidupan, orang tidak perlu lagi lahir sebagai manusia. Inilah yang disebut mokûa atau pembebasan.

Lalu, apa yang terjadi terhadap jiwa yang sudah tak perlu lagi lahir ke dunia ini? Apakah dia hanya tinggal di surga dan menikmati kesenangan hidup belaka ? Pengalaman hidup apa yang menjadi nasib selanjutnya bagi jiwa-jiwa agung seperti para orang bajik, para bijaksanawan, para yogi, para åûi dan lain sebagainya itu?

Jiwa itu abadi tak mengenal kematian. Jika jiwa itu abadi, apakah kita selamanya hanya melakukan kegiatan yang semata-mata mengejar kesenangan belaka? Jika jiwa itu abadi, tentu tidak adil rasanya kalau jiwa binatang selamanya hanya akan menjadi binatang saja. Dan kita juga rasanya akan menganggap tidak adil dan mengeluh kalau selamanya jiwa kita akan menjadi seorang manusia saja. Jika hal itu terjadi, suatu saat tentu kita akan merasa iri terhadap jiwa-jiwa agung seperti para dewa agung, boddhisatva, nirmanakaya, para buddha dan yang lain-lainnya. 

Apakah suatu saat kita dapat menjadi salah seorang dari makhluk-makhluk agung seperti itu? Pertanyaan yang sama juga berlaku bagi dunia tumbuh-tumbuhan dan binatang. Sementara itu kita tentu sering mendengar bahwa binatang yang derajatnya sudah tinggi akan lahir menjadi manusia pada penjelmaan (inkarnasi) berikutnya; contohnya: sapi. 

Bagaimanakah proses dan perkembangan jiwa itu berlangsung? Kita patut bersyukur kepada Tuhan yang telah menurunkan pengetahuan tentang kehidupan tersebut kepada kita. Ajaran Hindù bukanlah semata-mata menuntut kepercayaan buta terhadap ajaran Weda. Weda memberi kita kesempatan seluas-luasnya untuk mengadakan penyelidikan jìwani, untuk membuktikan kebenaran-kebenaran yang diungkapkannya atau untuk tujuan penyelidikan batin tertentu, guna memecahkan misteri kehidupan itu sendiri. 

Kitab Weda mengajarkan ilmu pengetahuan yoga. Melalui sistem yoga yang sistimatis ini kita dapat mengembangkan indra-indra batin yang nantinya dapat dipergunakan untuk tujuan penelitian itu sendiri.
Avatàra besar BuddhaGautama mengakui ada beberapa kekuatan batin yang dapat dipakai sebagai landasan untuk tujuan itu, di antaranya :

  1. Psikokinetis (iddhividha), yang bukan merupakan pengetahuan, melainkan suatu kekuatan.
    '
  2. Telinga batin (dibbasota), indra untuk menangkap bunyi-bunyi (suara) dari jarak jauh, melebihi jangkauan pendengaran indra normal. Perluasan persepsi pendengaran, baik dalam jarak maupun kedalaman, membuat seseorang mampu menangkap secara langsung fenomena berkorelasi tertentu yang biasanya hanya dapat dipahami melalui penyimpulan.
    '
  3. Telepati (cetopariyanana), yang membuat seseorang mampu memahami keadaan umum ataupun bekerjanya pikiran orang lain.
    '
  4. Retrokognisi (pubbenivasanussatinana), kemampuan untuk menangkap sejarah kehidupan masa lalu dirinya sendiri; yang bergantung pada memori (sati), dan memori penjelmaan masa lalu ini diperoleh melalui kegiatan samàdhi yang intensif, seperti halnya dalam pengembangan indra-indra lainnya.
    '
  5. Mata batin (dibbacakkhu), pengetahuan tentang kematian dan kelanjutan hidup makhluk-makhluk hidup yang berkelana dalam lingkungan kehidupan. Kemampuan ini bersama-sama dengan retrokognisi, membuat seseorang mampu menyelidiki fenomena kelahiran kembali.
    '
  6. Pengetahuan tentang pemusnahan rangsangan-rangsangan kotor (asavakkhayanana), yang bersama-sama empat kemampuan terakhir yang disebutkan di atas, melengkapi seseorang dengan pemahaman yang mendalam tentang kebenaran mulia.
Dengan berbagai kemampuan seperti yang diuraikan di atas, berbagai misteri tentang hukum karma dan reinkarnasi serta misteri kehidupan lain seperti yang diuraikan dalam kitab suci dapat dipahami. Hukum evolusi yang disampaikan dalam syair-syair Weda juga dapat diselidiki dan dipahami dengan baik melalui cara ini. 

Hukum evolusi jiwa dapat diringkas sebagai berikut: Jiwa itu abadi tak mengenal kematian. Dalam perjalanan hidupnya yang tak terbatas, jiwa (jìwa) itu akan semakin berkembang ke arah yang semakin sempurna. Tumbuh-tumbuhan jika sudah berkembang maka dalam perkembangan berikutnya, ia akan lahir sebagai binatang untuk menyempurnakan dirinya. Setelah sempurna menjadi binatang melalui kelahiran berulangkali, maka jiwa dari binatang itu akan lahir sebagai manusia. 

Setelah sempurna sebagai manusia, maka jiwa itu tak perlu lagi lahir kembali sebagai manusia dan akan berkembang di alam yang lebih luhur dan meningkat sampai mencapai yang tertinggi, di mana proses evolusi berakhir; mencapai tingkatan Ilahi. Ini barulah sebuah contoh dari proses evolusi. Selanjutnya kita akan mempelajari berbagai proses evolusi lain.


Posting terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar