PENDAHULUAN
Sampai saat ini pembahasan mengenai hukum jìwani dalam
kebanyakan literatur kita hanya membahas dua hukum besar saja, yaitu: hukum karma
dan reinkarnasi (penjelmaan kembali); di mana setiap orang pasti akan
memetik hasil dari perbuatannya, cepat atau lambat, dan setiap makhluk lahir
berulang kali sebagai proses pengembangan dan penyempurnaan jiwa. Setelah
mencapai kesempurnaan jiwa melalui sekolah dan pengalaman kehidupan,
orang tidak perlu lagi lahir sebagai manusia. Inilah yang disebut mokûa atau
pembebasan.
Lalu, apa yang terjadi terhadap jiwa yang sudah tak perlu
lagi lahir ke dunia ini? Apakah dia hanya tinggal di surga dan menikmati
kesenangan hidup belaka ? Pengalaman hidup apa yang menjadi nasib
selanjutnya bagi jiwa-jiwa agung seperti para orang bajik, para bijaksanawan,
para yogi, para åûi dan lain sebagainya itu?
Jiwa itu abadi tak mengenal kematian. Jika jiwa itu abadi,
apakah kita selamanya hanya melakukan kegiatan yang semata-mata mengejar
kesenangan belaka? Jika jiwa itu abadi, tentu tidak adil rasanya kalau jiwa
binatang selamanya hanya akan menjadi binatang saja. Dan kita juga rasanya akan
menganggap tidak adil dan mengeluh kalau selamanya jiwa kita akan menjadi
seorang manusia saja. Jika hal itu terjadi, suatu saat tentu kita akan merasa
iri terhadap jiwa-jiwa agung seperti para dewa agung, boddhisatva,
nirmanakaya, para buddha
dan yang lain-lainnya.
Apakah suatu saat kita dapat menjadi salah seorang dari
makhluk-makhluk agung seperti itu? Pertanyaan yang sama juga berlaku bagi dunia
tumbuh-tumbuhan dan binatang. Sementara itu kita tentu sering mendengar bahwa
binatang yang derajatnya sudah tinggi akan lahir menjadi manusia pada
penjelmaan (inkarnasi) berikutnya; contohnya: sapi.
Bagaimanakah proses dan perkembangan jiwa itu berlangsung?
Kita patut bersyukur kepada Tuhan yang telah menurunkan pengetahuan tentang
kehidupan tersebut kepada kita. Ajaran Hindù bukanlah semata-mata menuntut
kepercayaan buta terhadap ajaran Weda.
Weda
memberi kita kesempatan seluas-luasnya untuk mengadakan penyelidikan jìwani,
untuk membuktikan kebenaran-kebenaran yang diungkapkannya atau untuk tujuan
penyelidikan batin tertentu, guna memecahkan misteri kehidupan itu sendiri.
Kitab Weda
mengajarkan ilmu pengetahuan yoga. Melalui sistem yoga yang
sistimatis ini kita dapat mengembangkan indra-indra batin yang nantinya dapat
dipergunakan untuk tujuan penelitian itu sendiri.
Avatàra besar BuddhaGautama mengakui ada beberapa kekuatan batin yang dapat dipakai sebagai
landasan untuk tujuan itu, di antaranya :
- Psikokinetis (iddhividha), yang bukan
merupakan pengetahuan, melainkan suatu kekuatan.
' - Telinga
batin (dibbasota), indra untuk menangkap bunyi-bunyi (suara)
dari jarak jauh, melebihi jangkauan pendengaran indra normal. Perluasan
persepsi pendengaran, baik dalam jarak maupun kedalaman, membuat seseorang
mampu menangkap secara langsung fenomena berkorelasi tertentu yang biasanya
hanya dapat dipahami melalui penyimpulan.
' - Telepati
(cetopariyanana), yang membuat seseorang mampu memahami keadaan
umum ataupun bekerjanya pikiran orang lain.
' - Retrokognisi (pubbenivasanussatinana), kemampuan
untuk menangkap sejarah kehidupan masa lalu dirinya sendiri; yang bergantung
pada memori (sati), dan memori penjelmaan masa lalu ini diperoleh
melalui kegiatan samàdhi yang intensif, seperti halnya dalam
pengembangan indra-indra lainnya.
' - Mata
batin (dibbacakkhu), pengetahuan tentang kematian dan
kelanjutan hidup makhluk-makhluk hidup yang berkelana dalam lingkungan
kehidupan. Kemampuan ini bersama-sama dengan retrokognisi, membuat seseorang
mampu menyelidiki fenomena kelahiran kembali.
' - Pengetahuan tentang pemusnahan rangsangan-rangsangan kotor (asavakkhayanana), yang bersama-sama empat kemampuan terakhir yang disebutkan di atas, melengkapi seseorang dengan pemahaman yang mendalam tentang kebenaran mulia.
Dengan berbagai kemampuan
seperti yang diuraikan di atas, berbagai misteri tentang hukum karma dan
reinkarnasi serta misteri kehidupan lain seperti yang diuraikan dalam kitab
suci dapat dipahami. Hukum evolusi yang disampaikan dalam syair-syair Weda
juga dapat diselidiki dan dipahami dengan baik melalui cara ini.
Hukum evolusi jiwa dapat diringkas sebagai berikut: Jiwa itu
abadi tak mengenal kematian. Dalam perjalanan hidupnya yang tak terbatas, jiwa
(jìwa) itu akan semakin berkembang ke arah yang semakin sempurna.
Tumbuh-tumbuhan jika sudah berkembang maka dalam perkembangan berikutnya, ia
akan lahir sebagai binatang untuk menyempurnakan dirinya. Setelah sempurna
menjadi binatang melalui kelahiran berulangkali, maka jiwa dari binatang itu
akan lahir sebagai manusia.
Setelah sempurna sebagai manusia, maka jiwa itu tak
perlu lagi lahir kembali sebagai manusia dan akan berkembang di alam yang lebih
luhur dan meningkat sampai mencapai yang tertinggi, di mana proses evolusi
berakhir; mencapai tingkatan Ilahi. Ini barulah sebuah contoh dari proses
evolusi. Selanjutnya kita akan mempelajari berbagai proses evolusi lain.
Posting terkait:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar