JAYA
sUyoR me
c=uvaRt" p[a,o ANtir=' AaTma p*iqv¢ xr¢rm( -
ASt*to namahmymiSm s
AaTman' in d/e Ûavap*iqv¢>ya' gop¢qay --
Sùryo me cakûurvàtaá pràóo antarikûam
àtmà påthivì úarìram,
Aståto nàmàhamayam
asmi sa àtmànaý ni dadhe dyàvàpåthivìbhyàý gopìthàya.
(Atharvaveda: 5.9.7)
Sùrya (Sùryo) adalah
mata-Ku (me cakûu) dan bàyu (vàta) adalah nafas-Ku (pràóa),
àtma-Ku (àtma) adalah antarikûa (antarikûam), badan-Ku (úariram)
adalah pertiwi (påthivì). Nama-Ku adalah yang tidak bisa dikalahkan (nàmà-hamayamasmi),
àtma-Ku itu (àtmànam) menetap (nidadhe) di antara Dyuloka
dan Bhùloka, dan Aku (Tuhan) selalu jaya.
’Sùrya adalah
mata-Ku, bàyu adalah nafas-Ku, antarikûa adalah àtma-Ku,
pertiwi adalah badan-Ku, ajaya adalah nama-Ku dan àtma-Ku menetap
di Dyuloka, Bhùáloka, dan Aku selalu berjaya’.
Dalam mantra
tersebut, Tuhan meyakinkan orang-orang yang tidak percaya dan ingkar akan
perintah dan tersiratkan di sana "Wahai manusia, matahari adalah
mata-Ku, maka pada siang hari aku bisa melihat melalui matahari, demikian juga
pada malam hari bulan adalah mata-Ku". Jelas di sini bagaimana pun
Tuhan pasti mengetahui seseorang itu melakukan dosa atau tidak, karena melalui
matahari dia selalu melihat setiap orang. Di samping itu lewat matahari kita
diberkati untuk bisa melihat keadaan atau dunia. Jika tidak ada sùrya (matahari)
jelas kita tidak bisa melihat dunia ini.
Seperti dalam Puruûa
Sùkta dari Ågveda dijelaskan bahwa "Aku mempunyai
ribuan kepala, ribuan mata, ribuan tangan". Di sini dimaksudkan agar
manusia percaya bahwa Tuhan itu selalu melihat semua mahluk, untuk itu kita
harus menghindari kejahatan. Banyak di antara kita yang menganggap bahwa pada
malam hari tidak ada yang melihat perbu-atan kita, sehingga pada waktu itu
sering dimanfaatkan untuk melakukan kejahatan. Kita lupa, Tuhan melalui dua
matanya yaitu matahari dan bulan, selalu akan dapat melihat.
Lebih lanjut
dikatakan bahwa bàyu (angin) adalah napas-Nya. Banyak orang menganggap
bahwa Tuhan tidak ada karena tidak bisa dilihat. Dalam mantra tersebut
dijelaskan bahwa Tuhan itu seperti bàyu, yaitu ada di mana-mana, tetapi
tidak dapat dilihat, hanya keberadaan-Nya bisa dirasakan seperti bàyu.
Seperti disebutkan, bàyu adalah napas-Nya, demikianlah melalui napas
Tuhan semua mahluk mendapatkan pràóa yang menghidupi kita. Jelas tanpa bàyu
manusia tidak bisa hidup.
Antarikûa adalah àtma-Nya.
Kita tidak bisa membayangkan seberapa besar ukuran angkasa, demikian juga
àtma. Àtma adalah kekal, sùkûma dan besar seperti antarikûa.
Bumi adalah badan-Nya. Seperti bumi yang bisa kita lihat, demikianlah bumi
adalah badan Tuhan sendiri. Kita perlu menyadarinya supaya kita selalu menjaga
kebersihan dan melestarikan bumi ini supaya menjadi indah. Hendaknya bumi
dianggap ibu kita sendiri agar kita selalu menghormatinya karena bumi adalah
badan Tuhan.
Setelah menjelaskan
bahwa seluruh dunia (bumi, antarikûa dan lain-lain) adalah bagian dari Tuhan
itu sendiri, bagian terakhir mantra tersebut menyebutkan bahwa Dia menganggap
diri sendiri paling jàyà dan tidak ada yang bisa mengalahkan-Nya. Dia
menaruh diri-Nya sendiri di antara dyuloka dan påthivìloka dan
selalu jàyà.
Mantra tersebut
begitu penting karena menjelaskan bahwa Tuhan selalu melihat kita. Tuhanlah
yang menciptakan dunia ini supaya semua mahluk berterima kasih dan berusaha
untuk berbuat baik.