Senin, 11 Juni 2012

Bhakta - orang yang bhakti

Bhakta

Arca Rama bersama Laksmana,
Sita dan Hanuman dari Kuil Bhaktivedanta
Manor Hare Krishna. Watford. Inggris
Bhakta adalah orang yang bhakti kepada Tuhan. Bhakta sejati adalah orang yang menyerahkan dirinya lahir dan batin kepada Tuhan dengan tulus ikhlas. Ia berpikir, berkata, dan berbuat untuk Tuhan. Bhakti sejati tidak hanya berarti melaksanakan berbagai upacara agama, adat, menyanyikan lagu rohani, mantra, berdoa dalam hati atau bersama-sama atau hanya duduk ber-meditasi, tetapi berarti pula keyakinan yang tidak tergoyahkan pada Tuhan. 

Ada beberapa macam bhakta sebagai berikut ini.
  1. Arthi : orang yang berdoa kepada Tuhan bila dalam kesulitan atau kesengsaraan.
  2. Arthàrthi : orang memuja Tuhan untuk memohon kekayaan, jabatan, dan kekuasaan, keturunan, umur panjang, mendambakan rumah, harta, ternak, emas, permata, dan semacam itu lainnya.
  3. Jignasu : orang yang terus-menerus menekuni azas kerohanian.
  4. Jñàni : orang yang menekuni azas kerohanian dan langsung menerapkannya dalam kenyataan hidup.
Berkaitan dengan bermacam bhakta di atas ada sebuah cerita bahwa ada seorang kaya yang mempunyai empat orang istri bepergian ke luar negeri. Istri pertama minta oleh-oleh kain sari yang terbuat dari sutra dan berbagai barang lainnya. Istri kedua minta dibelikan obat karena sakit. Istri ketiga minta berbagai buku kerohanian. Sedangkan istri yang keempat tidak minta dibelikan apa-apa, tetapi agar suaminya tinggal bersamanya setelah datang nanti. Setelah mempertimbangkan dari berbagai permintaan semua istrinya itu ia memutuskan untuk tinggal bersama istrinya yang keempat. Hal itu mengilustrasikan bahwa orang yang tidak mempunyai keinginan mendapatkan kebahagiaan abadi.

Seorang bhakta yang baik dan bijaksana selalu berpikir positif dan tidak a-priori kepada orang lain. Memaafkan secara tulus kepada orang yang mengaku bersalah. Hal buruk pada masa lalu hendaknya jangan dipikirkan lagi. Yang lalu biarlah berlalu. Kerjakan sekarang juga apa yang bisa dilakukan karena yang akan datang belum pasti atau tidak dapat dipastikan apa yang akan terjadi. 

Ciri-ciri lainnya bagi bhakta yang bijaksana adalah :
  • mengesampingkan semua keinginan dari pikirannya,
  • puas menikmati kebenarannya sejati,
  • pikirannya tidak digoncangkan dalam keadaan duka-cita, bebas dari berbagai keinginan di tengah-tengah kesukacitaan,
  • dapat mengatasi nafsu, kesesatan, dan kemarahan,
  • bebas dari perasaan cinta pada apa pun,
  • berhati tenang dalam menghadapi yang baik maupun buruk,
  • dapat menjauhkan keinginan dari berbagai obyek indrianya.
Orang bijaksana tidak suka kesenangan berupa apa saja yang timbul dari hubungan luar (berbagai obyek) karena hal itu mempunyai awal dan akhir serta semuanya itu adalah sumber penderitaan. Orang yang telah dapat menjalankan semua hal tersebut di atas sudah berada di alam Brahman (Tuhan) dan orang tersebut akan mencapai kebahagiaan abadi disebut Brahma-nirwaóa.   

Di samping itu, untuk mencapai kebahagiaan abadi itu dari ajaran agama dapat dilakukan dari dua sisi yaitu yang sifatnya perseorangan dapat dilakukan dengan menemui yang suci dalam diri masing-masing; dan dari sudut sosial caranya adalah mengendalikan masyarakat dengan bayangan diri yang suci itu. Namun, bila seseorang selalu memikirkan berbagai benda duniawi ia akan terikat kepadanya dan dapat menimbulkan kemarahan, bingung, hilang ingatan, kehancuran, tidak dapat memikirkan mana yang baik/benar, mana yang buruk/salah.

Pada kenyataannya, banyak orang yang sering tidak bijaksana. Hal itu disebabkan oleh kebijaksanaan itu sendiri diselubungi oleh keinginan/nafsu yang merupakan musuh dalam diri dengan mengambil tempat pada indriya, pikiran, dan budhi (intelek). Dengan berbuat baik secara berkesinambungan, maka karma buruk pada masa lalu secara perlahan dan pasti akan semakin kecil kadarnya walau tidak 100% terhapuskan. Yang penting, selalu berbuat baik; jangan mengharapkan hasilnya. 

Ada enam sifat yang seyogyanya dimiliki oleh bhakta/umat sejati seperti berikut ini.
  1. Anapekûa : bebas dari segala keinginan. Namun, manusia mempunyai tubuh, pikiran, dan kecerdasan; mungkinkah bisa bebas dari keinginan? Nampaknya tidak mungkin! Hampir setiap orang ingin duniawi, sedikit sekali yang mempelajari tentang kesadaran Àtman karena terlalu sulit. Akibatnya, masyarakat umumnya tidak menyukai cara itu, tetapi dengan tekad dan kemauan keras untuk bebas, maka hal tersebut dapat disadari.
  2. Úuci : kemurnian lahir dan batin. Pemurnian lahir dapat dilakukan dengan mandi paling sedikit dua kali sehari, berpakaian yang bersih dan rapi (tidak usah mahal), makan makanan yang bersifat sàttwika. Sedangkan pemurnian batin dapat dilakukan dengan berdoa setiap hari. Jadi, ada keseimbangan lahir dan batin pada diri masing-masing.
  3. Sarvarambha parithyàgi : jangan ada rasa bangga yang bersifat pamer (ego tinggi) dalam segala pekerjaan. Misalnya, seorang calon pemimpin pertama harus memiliki pikiran untuk melakukan pelayanan, bukan memikirkan kedudukan dan fasilitas. Sifat yang tidak terpuji akan dapat menimbulkan malapetaka besar.
  4. Dakûa : ketetapan hati. Setiap orang mengabdikan dirinya bagi pelayanan pada sesama manusia akan membawa pada kesadaran Tuhan (kesayangan Tuhan).
  5. Udasinah : setiap dualisme (baik-buruk, suka-duka, keaiban-kehormatan) dianggap sama. Sikap yang bebas dari dualisme harus tidak berwujud kecongkakan atau rendah hati yang pamer karena semua itu sesungguhnya adalah sangat jahat.
  6. Gathawyataá : bebas dari rasa kehawatiran baik pada masa lampau, sekarang, dan yang akan datang.
Orang yang terus-menerus mengingat Tuhan, sangat dicintai-Nya. Karena itu, ingatlah selalu Tuhan. Persembahkan pikiran dan akal budhi masing-masing kepada-Nya. Sifat manusia sebenarnya wairàgya (tidak terikat dengan benda duniawi) dan abbyàse (pengalaman terus-menerus). Dewasa ini kebanyakan orang baru melaksanakan kegiatan rohani setelah usia tua setelah muak menikmati berbagai benda duniawi dan bosan dengan semua kesenangan duniawi, kekayaan, kemampuan, keluarga, dan sebagainya. Namun, semuanya itu tidak pernah memberikan kedamaian batin karena tidak ada kedamaian dalam semua benda itu. Orang yang sudah tua fisiknya lemah, ingatannya lemah, dan geraknya lamban ibarat mempersembahkan sisa-sisa makanan kepada Tuhan, sedangkan pada keadaan makanan masih utuh dan baik serta segar digunakan untuk setan. 

Waktu muda, gunakanlah kekuatan pañca indria dengan baik dan benar; jika disia-siakan maka pada waktu tua tidak bisa manunggal dengan Tuhan. Itu menjadi musuh pada waktu tua. Sekarang, banyak orang memakai Tuhan untuk kepentingan jasmaninya saja (terutama bila menderita sakit). Mereka tidak menggunakan jasmani/badan itu untuk memuja Tuhan. Orang yang menyadari kemuliaan hati dan perasaan tidak akan menyalahgunakan hidupnya. Hidup harus dimanfaatkan untuk kebaikan, kesejahteraan orang lain, untuk mencapai tujuan yang suci, untuk menghasilkan cahaya yang cemerlang dalam hati dan pikiran.

Ketika lahir dan menjelang ajal, manusia menangis untuk berbagai hal yang tidak berguna, tetapi apakah ia menangis melihat memudarnya dharma? Dharma dalam arti luas adalah pertama mengingat dan merenungkan Tuhan dengan tiada hentinya, dan yang kedua adalah melakukan tugas sehari-hari sambil selalu ingat pada Tuhan tanpa melupakan tanggung jawab terhadap keluarga, pekerjaan, kekayaan yang dimiliki. 

Kesempatan hidup manusia sangat terbatas. Banyak orang yang menghamburkan masa hidupnya karena mengira bahwa dunia yang fana ini nyata. Akibatnya, manusia menggunakan seluruh hidupnya yang singkat itu untuk menikmati kesenangan duniawi. Jika demikian, kapan manusia mengerti siapa sebenarnya ia itu? Manusia kebanyakan bersedia mengeluarkan uangnya beratus-ratus ribu atau berjuta-juta rupiah untuk membeli apa yang diinginkannya, tetapi masa muda yang telah diutarakan di atas tidak dapat dibeli dengan uang berapa pun jumlahnya. Maka itu, masa muda paling baik dan suci dalam kehidupan manusia; gunakanlah sebaik-baiknya.

Walau manusia tidak banyak berhasil melaksanakan ketidakterikatan pada berbagai benda duniawi, jika ia melaksanakan semua pekerjaan dan kewajibannya misalnya sembahyang, mempersembahkan segala yang dikerjakannya kepada Tuhan maka hidupnya akan diberkati-Nya. Kåûóa menasehatkan kepada Arjuna bahwa ia harus menjalankan tugasnya bertempur (dalam perang Bhàratayuddha) dan sementara bertempur ia harus mengingat-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar