Bhakta
Arca Rama bersama Laksmana, Sita dan Hanuman dari Kuil Bhaktivedanta Manor Hare Krishna. Watford. Inggris |
Bhakta
adalah orang yang bhakti kepada Tuhan. Bhakta sejati adalah orang yang
menyerahkan dirinya lahir dan batin kepada Tuhan dengan tulus ikhlas. Ia
berpikir, berkata, dan berbuat untuk Tuhan. Bhakti sejati tidak hanya berarti
melaksanakan berbagai upacara agama, adat, menyanyikan lagu rohani, mantra, berdoa
dalam hati atau bersama-sama atau hanya duduk ber-meditasi, tetapi berarti pula
keyakinan yang tidak tergoyahkan pada Tuhan.
Ada beberapa macam bhakta sebagai
berikut ini.
- Arthi : orang yang berdoa kepada Tuhan bila dalam kesulitan atau kesengsaraan.
- Arthàrthi : orang memuja Tuhan untuk memohon kekayaan, jabatan, dan kekuasaan,
keturunan, umur panjang, mendambakan rumah, harta, ternak, emas, permata, dan
semacam itu lainnya.
- Jignasu : orang yang terus-menerus menekuni azas kerohanian.
- Jñàni : orang yang menekuni azas kerohanian dan langsung menerapkannya dalam kenyataan hidup.
Berkaitan
dengan bermacam bhakta di atas ada sebuah cerita bahwa ada seorang kaya yang
mempunyai empat orang istri bepergian ke luar negeri. Istri pertama minta oleh-oleh
kain sari yang terbuat dari sutra dan berbagai barang lainnya. Istri kedua
minta dibelikan obat karena sakit. Istri ketiga minta berbagai buku kerohanian.
Sedangkan istri yang keempat tidak minta dibelikan apa-apa, tetapi agar
suaminya tinggal bersamanya setelah datang nanti. Setelah mempertimbangkan dari
berbagai permintaan semua istrinya itu ia memutuskan untuk tinggal bersama
istrinya yang keempat. Hal itu mengilustrasikan bahwa orang yang tidak
mempunyai keinginan mendapatkan kebahagiaan abadi.
Seorang
bhakta yang baik dan bijaksana selalu berpikir positif dan tidak a-priori kepada
orang lain. Memaafkan secara tulus kepada orang yang mengaku bersalah. Hal
buruk pada masa lalu hendaknya jangan dipikirkan lagi. Yang lalu biarlah
berlalu. Kerjakan sekarang juga apa yang bisa dilakukan karena yang akan datang
belum pasti atau tidak dapat dipastikan apa yang akan terjadi.
Ciri-ciri
lainnya bagi bhakta yang bijaksana adalah :
- mengesampingkan semua keinginan dari pikirannya,
- puas menikmati kebenarannya sejati,
- pikirannya tidak digoncangkan dalam keadaan duka-cita, bebas dari berbagai keinginan di tengah-tengah kesukacitaan,
- dapat mengatasi nafsu, kesesatan, dan kemarahan,
- bebas dari perasaan cinta pada apa pun,
- berhati tenang dalam menghadapi yang baik maupun buruk,
- dapat menjauhkan keinginan dari berbagai obyek indrianya.
Orang
bijaksana tidak suka kesenangan berupa apa saja yang timbul dari hubungan luar
(berbagai obyek) karena hal itu mempunyai awal dan akhir serta semuanya itu
adalah sumber penderitaan. Orang yang telah dapat menjalankan semua hal
tersebut di atas sudah berada di alam Brahman (Tuhan) dan orang tersebut akan
mencapai kebahagiaan abadi disebut Brahma-nirwaóa.
Di samping itu, untuk mencapai kebahagiaan
abadi itu dari ajaran agama dapat dilakukan dari dua sisi yaitu yang sifatnya
perseorangan dapat dilakukan dengan menemui yang suci dalam diri masing-masing;
dan dari sudut sosial caranya adalah mengendalikan masyarakat dengan bayangan
diri yang suci itu. Namun, bila seseorang selalu memikirkan berbagai benda
duniawi ia akan terikat kepadanya dan dapat menimbulkan kemarahan, bingung,
hilang ingatan, kehancuran, tidak dapat memikirkan mana yang baik/benar, mana
yang buruk/salah.
Pada
kenyataannya, banyak orang yang sering tidak bijaksana. Hal itu disebabkan oleh
kebijaksanaan itu sendiri diselubungi oleh keinginan/nafsu yang merupakan musuh
dalam diri dengan mengambil tempat pada indriya, pikiran, dan budhi (intelek).
Dengan berbuat baik secara berkesinambungan, maka karma buruk pada masa lalu
secara perlahan dan pasti akan semakin kecil kadarnya walau tidak 100%
terhapuskan. Yang penting, selalu berbuat baik; jangan mengharapkan hasilnya.
Ada
enam sifat yang seyogyanya dimiliki oleh bhakta/umat sejati seperti berikut
ini.
- Anapekûa : bebas dari segala keinginan. Namun, manusia mempunyai tubuh,
pikiran, dan kecerdasan; mungkinkah bisa bebas dari keinginan? Nampaknya tidak
mungkin! Hampir setiap orang ingin duniawi, sedikit sekali yang mempelajari
tentang kesadaran Àtman karena terlalu sulit. Akibatnya, masyarakat umumnya
tidak menyukai cara itu, tetapi dengan tekad dan kemauan keras untuk bebas,
maka hal tersebut dapat disadari.
- Úuci : kemurnian lahir dan batin. Pemurnian lahir dapat dilakukan dengan mandi
paling sedikit dua kali sehari, berpakaian yang bersih dan rapi (tidak usah
mahal), makan makanan yang bersifat sàttwika. Sedangkan pemurnian batin dapat
dilakukan dengan berdoa setiap hari. Jadi, ada keseimbangan lahir dan batin
pada diri masing-masing.
- Sarvarambha parithyàgi : jangan ada rasa bangga yang bersifat pamer (ego
tinggi) dalam segala pekerjaan. Misalnya, seorang calon pemimpin pertama harus
memiliki pikiran untuk melakukan pelayanan, bukan memikirkan kedudukan dan
fasilitas. Sifat yang tidak terpuji akan dapat menimbulkan malapetaka besar.
- Dakûa : ketetapan hati. Setiap orang mengabdikan dirinya bagi pelayanan pada
sesama manusia akan membawa pada kesadaran Tuhan (kesayangan Tuhan).
- Udasinah : setiap dualisme (baik-buruk, suka-duka, keaiban-kehormatan) dianggap
sama. Sikap yang bebas dari dualisme harus tidak berwujud kecongkakan atau
rendah hati yang pamer karena semua itu sesungguhnya adalah sangat jahat.
- Gathawyataá : bebas dari rasa kehawatiran baik pada masa lampau, sekarang, dan yang akan datang.
Orang
yang terus-menerus mengingat Tuhan, sangat dicintai-Nya. Karena itu, ingatlah
selalu Tuhan. Persembahkan pikiran dan akal budhi masing-masing kepada-Nya.
Sifat manusia sebenarnya wairàgya (tidak terikat dengan benda duniawi) dan abbyàse
(pengalaman terus-menerus). Dewasa ini kebanyakan orang baru melaksanakan
kegiatan rohani setelah usia tua setelah muak menikmati berbagai benda duniawi
dan bosan dengan semua kesenangan duniawi, kekayaan, kemampuan, keluarga, dan
sebagainya. Namun, semuanya itu tidak pernah memberikan kedamaian batin karena
tidak ada kedamaian dalam semua benda itu. Orang yang sudah tua fisiknya lemah,
ingatannya lemah, dan geraknya lamban ibarat mempersembahkan sisa-sisa makanan
kepada Tuhan, sedangkan pada keadaan makanan masih utuh dan baik serta segar
digunakan untuk setan.
Waktu muda, gunakanlah kekuatan pañca indria dengan baik
dan benar; jika disia-siakan maka pada waktu tua tidak bisa manunggal dengan
Tuhan. Itu menjadi musuh pada waktu tua. Sekarang, banyak orang memakai Tuhan
untuk kepentingan jasmaninya saja (terutama bila menderita sakit). Mereka tidak
menggunakan jasmani/badan itu untuk memuja Tuhan. Orang yang menyadari
kemuliaan hati dan perasaan tidak akan menyalahgunakan hidupnya. Hidup harus
dimanfaatkan untuk kebaikan, kesejahteraan orang lain, untuk mencapai tujuan
yang suci, untuk menghasilkan cahaya yang cemerlang dalam hati dan pikiran.
Ketika
lahir dan menjelang ajal, manusia menangis untuk berbagai hal yang tidak
berguna, tetapi apakah ia menangis melihat memudarnya dharma? Dharma dalam arti
luas adalah pertama mengingat dan merenungkan Tuhan dengan tiada hentinya, dan
yang kedua adalah melakukan tugas sehari-hari sambil selalu ingat pada Tuhan
tanpa melupakan tanggung jawab terhadap keluarga, pekerjaan, kekayaan yang
dimiliki.
Kesempatan hidup manusia sangat terbatas. Banyak orang yang
menghamburkan masa hidupnya karena mengira bahwa dunia yang fana ini nyata.
Akibatnya, manusia menggunakan seluruh hidupnya yang singkat itu untuk
menikmati kesenangan duniawi. Jika demikian, kapan manusia mengerti siapa
sebenarnya ia itu? Manusia kebanyakan bersedia mengeluarkan uangnya
beratus-ratus ribu atau berjuta-juta rupiah untuk membeli apa yang
diinginkannya, tetapi masa muda yang telah diutarakan di atas tidak dapat
dibeli dengan uang berapa pun jumlahnya. Maka itu, masa muda paling baik dan
suci dalam kehidupan manusia; gunakanlah sebaik-baiknya.
Walau
manusia tidak banyak berhasil melaksanakan ketidakterikatan pada berbagai benda
duniawi, jika ia melaksanakan semua pekerjaan dan kewajibannya misalnya
sembahyang, mempersembahkan segala yang dikerjakannya kepada Tuhan maka
hidupnya akan diberkati-Nya. Kåûóa menasehatkan kepada Arjuna bahwa ia harus
menjalankan tugasnya bertempur (dalam perang Bhàratayuddha) dan sementara
bertempur ia harus mengingat-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar