Senin, 03 Desember 2012

Jaya



JAYA
sUyoR me c=uvaRt" p[a,o ANtir=' AaTma p*iqv¢ xr¢rm( - 
ASt*to namahmymiSm s AaTman' in d/e Ûavap*iqv¢>ya' gop¢qay --

Sùryo me cakûurvàtaá pràóo antarikûam àtmà påthivì úarìram,
Aståto nàmàhamayam asmi sa àtmànaý ni dadhe dyàvàpåthivìbhyàý gopìthàya.
(Atharvaveda: 5.9.7)
Sùrya (Sùryo) adalah mata-Ku (me cakûu) dan bàyu (vàta) adalah nafas-Ku (pràóa), àtma-Ku (àtma) adalah antarikûa (antarikûam), badan-Ku (úariram) adalah pertiwi (påthivì). Nama-Ku adalah yang tidak bisa dikalahkan (nàmà-hamayamasmi), àtma-Ku itu (àtmànam) menetap (nidadhe) di antara Dyuloka dan Bhùloka, dan Aku (Tuhan) selalu jaya.

Sùrya adalah mata-Ku, bàyu adalah nafas-Ku, antarikûa adalah àtma-Ku, pertiwi adalah badan-Ku, ajaya adalah nama-Ku dan àtma-Ku menetap di Dyuloka, Bhùáloka, dan Aku selalu berjaya’. 

Dalam mantra tersebut, Tuhan meyakinkan orang-orang yang tidak percaya dan ingkar akan perintah dan tersiratkan di sana "Wahai manusia, matahari adalah mata-Ku, maka pada siang hari aku bisa melihat melalui matahari, demikian juga pada malam hari bulan adalah mata-Ku". Jelas di sini bagaimana pun Tuhan pasti mengetahui seseorang itu melakukan dosa atau tidak, karena melalui matahari dia selalu melihat setiap orang. Di samping itu lewat matahari kita diberkati untuk bisa melihat keadaan atau dunia. Jika tidak ada sùrya (matahari) jelas kita tidak bisa melihat dunia ini. 

Seperti dalam Puruûa Sùkta dari Ågveda dijelaskan bahwa "Aku mempunyai ribuan kepala, ribuan mata, ribuan tangan". Di sini dimaksudkan agar manusia percaya bahwa Tuhan itu selalu melihat semua mahluk, untuk itu kita harus menghindari kejahatan. Banyak di antara kita yang menganggap bahwa pada malam hari tidak ada yang melihat perbu-atan kita, sehingga pada waktu itu sering dimanfaatkan untuk melakukan kejahatan. Kita lupa, Tuhan melalui dua matanya yaitu matahari dan bulan, selalu akan dapat melihat.

Lebih lanjut dikatakan bahwa bàyu (angin) adalah napas-Nya. Banyak orang menganggap bahwa Tuhan tidak ada karena tidak bisa dilihat. Dalam mantra tersebut dijelaskan bahwa Tuhan itu seperti bàyu, yaitu ada di mana-mana, tetapi tidak dapat dilihat, hanya keberadaan-Nya bisa dirasakan seperti bàyu. Seperti disebutkan, bàyu adalah napas-Nya, demikianlah melalui napas Tuhan semua mahluk mendapatkan pràóa yang menghidupi kita. Jelas tanpa bàyu manusia tidak bisa hidup.

Antarikûa adalah àtma-Nya. Kita tidak bisa membayangkan seberapa besar ukuran angkasa, demikian juga àtma. Àtma adalah kekal, sùkûma dan besar seperti antarikûa. Bumi adalah badan-Nya. Seperti bumi yang bisa kita lihat, demikianlah bumi adalah badan Tuhan sendiri. Kita perlu menyadarinya supaya kita selalu menjaga kebersihan dan melestarikan bumi ini supaya menjadi indah. Hendaknya bumi dianggap ibu kita sendiri agar kita selalu menghormatinya karena bumi adalah badan Tuhan. 

Setelah menjelaskan bahwa seluruh dunia (bumi, antarikûa dan lain-lain) adalah bagian dari Tuhan itu sendiri, bagian terakhir mantra tersebut menyebutkan bahwa Dia menganggap diri sendiri paling jàyà dan tidak ada yang bisa mengalahkan-Nya. Dia menaruh diri-Nya sendiri di antara dyuloka dan påthivìloka dan selalu jàyà. 

Mantra tersebut begitu penting karena menjelaskan bahwa Tuhan selalu melihat kita. Tuhanlah yang menciptakan dunia ini supaya semua mahluk berterima kasih dan berusaha untuk berbuat baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar