Kalingga
Dalam berita-berita Cina dari jaman raja-raja Tang (618 - 906), disebutkan adanya kerajaan Kalingga atau Holing di Jawa Tengah. Rakyatnya hidup makmur dan tenteram. Sejak tahun 674 diperintah oleh seorang wanita yaitu Ratu Sima. Pemerintahannya sangat keras, berdasarkan kejujuran yang mutlak (hukum Manu). Tidak seorang pun berani melanggar hak dan kewajiban masing-masing.
Diceritakan bahwa sang ratu sengaja meletakkan kantong berisi emas di tengah jalan, dan tak seorang pun yang mempunyai pikiran untuk mengambilnya. Tiga tahun kemudian putera mahkota secara kebetulan menyentuh kantong emas itu dengan kakinya. Ratu Sima memutuskan hukuman mati bagi puteranya. Keputusan itu dapat dicegah oleh para menteri, namun hukuman tetap harus dijatuhkan.
Karena kakinya yang salah menyentuh barang yang bukan miliknya, maka kakinya itulah yang dipotong.
Di desa Tuk Mas di kaki gunung Merbabu, didapatkan sebuah prasasti yang ditulis dengan huruf Pallawa dalam bahasa Sanskerta, yang berasal dari sekitar tahun 650. Kecuali tulisan, pada prasasti itu juga terlukis gambar-gambar triúula, kendi, kapak, sangkhà, cakra, bunga teratai dan sebagainya yang merupakan lambang Úiwa dan Wiûóu dalam agama Hindu.
Kalingga atau Ho-ling (sebutan dari sumber
Tiongkok) adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu yang muncul di Jawa Tengah
sekitar abad ke-6 masehi. Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas, kemungkinan
berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten
Jepara sekarang. Sumber sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan kabur,
kebanyakan diperoleh dari sumber catatan China, tradisi kisah
setempat, dan naskah Carita Parahyangan yang disusun berabad-abad
kemudian pada abad ke-16 menyinggung secara singkat mengenai Ratu Shima dan
kaitannya dengan Kerajaan Galuh. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan
keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok.
Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima,
yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong
tangannya.
Kisah
lokal
Terdapat
kisah yang berkembang di Jawa Tengah utara mengenai seorang Maharani legendaris
yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kebenaran dengan keras tanpa
pandang bulu. Kisah legenda ini bercerita mengenai Ratu Shima yang mendidik
rakyatnya agar selalu berlaku jujur dan menindak keras kejahatan pencurian. Ia
menerapkan hukuman yang keras yaitu pemotongan tangan bagi siapa saja yang
mencuri. Pada suatu ketika seorang raja dari seberang lautan mendengar mengenai
kemashuran rakyat kerajaan Kalingga yang terkenal jujur dan taat hukum. Untuk
mengujinya ia meletakkan sekantung uang emas di persimpangan jalan dekat pasar.
Tak ada sorang pun rakyat Kalingga yang berani menyentuh apalagi mengambil
barang yang bukan miliknya. Hingga tiga tahun kemudian kantung itu disentuh
oleh putra mahkota dengan kakinya. Ratu Shima demi menjunjung hukum menjatuhkan
hukuman mati kepada putranya, dewan menteri memohon agar Ratu mengampuni
kesalahan putranya. Karena kaki sang pangeranlah yang menyentuh barang yang
bukan miliknya, maka sang pangeran dijatuhi hukuman dipotong kakinya
Carita Parahyangan
Berdasarkan
naskah Carita Parahyangan yang berasal dari abad
ke-16, putri Maharani Shima,
Parwati,
menikah dengan putera mahkota Kerajaan
Galuh yang bernama Mandiminyak, yang kemudian
menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh. Maharani Shima memiliki
cucu yang bernama Sanaha yang menikah dengan raja
ketiga dari Kerajaan
Galuh, yaitu Brantasenawa. Sanaha dan
Bratasenawa memiliki anak yang bernama Sanjaya yang
kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan
Galuh (723-732 M).
Setelah
Maharani Shima meninggal di tahun 732 M, Sanjaya menggantikan buyutnya dan
menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian
mendirikan Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram
Kuno.
Kekuasaan
di Jawa
Barat diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan
Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara
puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan
atau Bumi Sambara, dan memiliki
putra yaitu Rakai Panangkaran.
Pada
abad ke-5 muncul Kerajaan Ho-ling (atau Kalingga) yang
diperkirakan terletak di utara Jawa Tengah.
Keterangan tentang Kerajaan Ho-ling didapat dari prasasti dan
catatan dari negeri
Cina. Pada tahun
752, Kerajaan Ho-ling menjadi wilayah taklukan Sriwijaya dikarenakan kerajaan ini menjadi
bagian jaringan perdagangan Hindu, bersama Malayu dan Tarumanagara yang sebelumnya telah ditaklukan
Sriwijaya. Ketiga kerajaan tersebut menjadi pesaing kuat jaringan perdagangan
Sriwijaya-Buddha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar