Kerajaan Dan Raja Hindu Di Indonesia
Dilihat
dari peninggalan-peninggalan sejarah kebudayaan agama Hindu yang diketemukan
diberbagai tempat di daerah Nusantara ini, baik berdasarkan penemuan-penemuan
arkeologi maupun penemuan kitab-kitab berupa rontal-rontal, menunjukkan bahwa peninggalan-peninggalan
itu pada umumnya memperlihatkan ciri-ciri Úiwa yang amat dominan.
Hal ini membuktikan bahwa ajaran agama Hindu yang menyebar sampai ke Nusantara (Indonesia) adalah agama Hindu sekte Úiwa Siddhànta yang termasuk Tantrayàna.
Hal ini membuktikan bahwa ajaran agama Hindu yang menyebar sampai ke Nusantara (Indonesia) adalah agama Hindu sekte Úiwa Siddhànta yang termasuk Tantrayàna.
Penyebaran
agama Hindu dari India ke Indonesia disebarkan oleh para Bràhmaóa/Åûi atau
sarjana-sarjana agama Hindu. Terkenal nama Åûi Agastya dari Kàúi, Benares
India, penganut Úiwa yang taat, sebagai dharma-duta menyebarkan agama Hindu ke
India Selatan, nama Åûi Agastya juga sangat terkenal sampai ke Nusantara
(Indonesia).
Sejarah
perkembangan agama Hindu di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan sejarah
kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, karena raja dan bràhmaóa (pendeta dan
sarjana agama) merupakan sumber-sumber dasar perkembangan agama.
1.Kutai
Kerajaan
Hindu tertua didapatkan di daerah Kutai, Kalimantan Timur.
2.Tarumanàgara
Sekitar
tahun 400 – 500 di Jawa Barat berdiri kerajaan Tarumanàgara dengan rajanya
Pùróawarman.
3.Kalingga
Dalam
berita-berita Cina dari jaman raja-raja Tang (618 - 906), disebutkan adanya
kerajaan Kalingga atau Holing di Jawa Tengah.
4.Úrìwijaya
Dari
berita-berita Cina dapat diketahui bahwa pada abad VII di Sumatera terdapat
kerajaan Úrìwijaya yang menjadi pusat kegiatan ilmiah agama Buddha.
5.Mataràm (Jawa Tengah)
Kerajaan
Mataràm dikenal dari prasasti Canggal tahun 732 ditulis dengan huruf Pallawa
dan berbahasa Sanskerta.
6.Kanjuruhan (Jawa Timur)
Untuk
pertama kalinya Jawa Timur muncul dalam sejarah pada tahun 760. Di desa Dinoyo
Malang, ditemukan sebuah prasasti tahun 760 yang menceritakan bahwa dalam abad
VIII itu ada kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan dengan raja bernama
Dewasiýha.
7.Ìúànawangsa (Jawa Timur)
Sindok, 929-947
Sejak
berkuasanya raja Sindok, maka Jawa Timur menggantikan Jawa Tengah diatas
panggung sejarah.
Dharmawangúa, 991 – 1016
Pengganti
Makutawangsawardhana adalah Úrì Dharmawangúa Têguh Anantawikramottunggadewa.
Airlangga,1019 – 1042
Waktu
kerajaan Dharmawangúa mengalami pralaya, tahun 1016, Airlangga dapat meloloskan
diri.
8.Kerajaan Kadiri, 1042 – 1222
Sampai
setengah abad lebih sejak Airlangga mengundurkan diri dari pemerintahan, tidak
ada berita mengenai kerajaan yang dibagi dua itu.
9.Kerajaan Singhasàri, 1222 – 1292
Ken Arok, 1222 – 1227
Raja
pertama Singhasàri adalah Úrì Ranggah Ràjasa Amùrwabhùmi yang lebih terkenal
dengan Ken Arok.
Anuúapati, 1227 – 1248
Pemerintahan
Anuúapati (juga disebut Anuúanàtha) berlangsung aman dan tenteram, tetapi dalam
tahun 1247 ternyata Tohjaya hendak pula membalas dendam atas pembunuhan
terhadap ayahnya, Ken Arok, oleh Anuúapati.
Tohjaya, 1248
Tohjaya
hanya beberapa bulan saja memerintah, karena terbunuh, sebagai balas dendam
juga, oleh Ranggawuni anak Anuúapati.
Úrì Jaya Wiûóuwardhana, 1248 – 1268
Dalam
tahun 1248 itu juga Ranggawuni naik tahta kerajaan Singhasàri dengan gelar Úrì
Jaya Wiûóuwardhana.
Kåtanagara, 1268 – 1292
Dalam
pemerintahannya raja Kåtanagara dibantu oleh 3 orang mahamantri yaitu: rakryàn
i hino, rakryàn i sirikan dan rakryàn i halu.
10.Kerajaan Majapahit, 1293 – 1528
Kåtaràjasa Jayawardhana, 1293 – 1309
Raden
Wijaya anak Lêmbu Tal, cucu Mahisa Campaka, menantu Kåtanagara, yang sedang
mengejar tentara Kadiri, terpaksa melarikan diri setelah mendengar bahwa
Singhasàri telah jatuh.
Jayanagara, 1309 – 1328
Setelah
Kåtaràjasa wafat, digantikan oleh Raden Kala Gêmêt, putera Kåtaràjasa dengan
Dyah Dara Pêtak (Indreúwari), yang bergelar Jayanagara, atau disebut juga
dengan gelar Wiralandagopala.
Tribhuwanottunggadewi, 1328 – 1350
Dengan
tidak adanya pengganti raja dari keturunan Jayanagara, semestinya Gàyatri atau
Ràjapatni yang menggantikan memegang tampuk pemerintahan.
Ràjasanagara, 1350 – 1389
Hayam
Wuruk memerintah dengan gelar Ràjasanagara. Dengan Gajah Mada sebagai patihnya,
kerajaan Majapahit mengalami jaman keemasannya.
Wikramawardhana, 1389 – 1429
Putera
mahkota Majapahit yang lahir dari permaisuri raja Hayam Wuruk adalah puteri
Kusumawardhani.
Masa Akhir Majapahit, 1429 – 1522
Sejak
pemerintahan raja Wikramawardhana, bintang kejayaan Majapahit sudah mulai suram
dan makin lama makin pudar.
11.Kerajaan Pajajaran
Sesudah
runtuhnya Kerajaan Majapahit, masih ada kerajaan di pulau Jawa yang meneruskan
tradisi kehinduannya, antara lain Kerajaan Pajajaran.
12.Åûi Màrkaóðeya di Bali
Åûi
Màrkaóðeya seorang yogi dari Hindu (India) yang beràúrama di lereng gunung
Raung Jawa Timur, adalah Åûi yang pertama-tama datang ke Bali untuk menyebarkan
agama Hindu.
13.Úrì Mayadanawa
Kira-kira
pertengahan abad IX di Bali memerintah seorang raja yang bernama Úrì Mayadanawa
yang bertahta di Bedahulu, putera raja Daitya di Balingkang.
14.Wangsa Warmmadewa di Bali
Úrì Keúari Warmmadewa, 882 - 915
Wangsa
Warmmadewa mulai memerintah di Bali setelah mengalahkan raja Mayadanawa.
Úrì Ugraseóa Warmmadewa, 915 – 942
Setelah
raja Úrì Keúari Warmmadewa wafat, yang menggantikannya menjadi raja Bali ialah
puteranya yang bergelar Úrì Ugraseóa Warmmadewa.
Úrì Candrabhaya Singha Warmmadewa, 942 – 991
Úrì
Ugraseóa Warmmadewa digantikan oleh puteranya yang bergelar Úrì Candrabhaya
Singha Warmmadewa.
Úrì Dharmma Udhayana Warmmadewa, 991 – 1018
Setelah
raja Úrì Candrabhaya wafat, digantikan oleh puteranya yang bergelar Úrì Dharmma
Udhayana Warmmadewa, yang termasyur kebesarannya sebagai raja Bali, dipuji dan
dihormati oleh para pendeta dan raja-raja sampai ke pulau Jawa.
Úrì Wardhana Markata Pangkaja Tunggdewa,1018-1049
Setelah
raja Úrì Dharmma Udhayana wafat, digantikan puteranya yang bergelar Úrì
Wardhana Markata Pangkaja Tunggadewa.
Úrì Aji Hungsu, 1049 – 1077
Kini
Úrì Aji Hungsu naik tahta kerajaan Bali, menggantikan kakaknya. Beliau memerintah
dengan bijaksana, selalu sujud bhakti kehadapan Hyang Widhi dan para dewata.
Ratu Sakalindhu Kirana, 1077 – 1101
Setelah
Úrì Aji Hungsu wafat, digantikan oleh puterinya, Ratu Sakalindhu Kirana naik
tahta sebagai raja Bali.
Úrì Suradhipa, 1101 – 1119
Dalam
tahun 1101 Ratu Sakalindhu Kirana wafat. Oleh karena beliau tidak menikah
(nyuklabrahmacari) maka tidak mempunyai keturunan.
Úrì Jayaúakti, 1119 – 1150
Úrì
Jayaúakti naik tahta kerajaan Bali menggantikan kakaknya, Úrì Suradhipa yang
telah wafat tahun 1119.
Úrì Jayapangus, 1150 – 1181
Setelah
Úrì Jayaúakti wafat tahun 1150, digantikan oleh puteranya Úrì Jayapangus yang
bertahta menjadi raja Bali.
Úrì Hekàjaya, 1181 – 1200
Úrì
Jayapangus berputera dua orang yaitu Úrì Hekàjaya dan Úrì Dhanàdhiràja.
Úrì Dhanàdhiràja, 1200 – 1204
Setelah
Úrì Hekàjaya wafat, digantikan oleh adiknya yang bergelar Úrì Dhanàdhiràja.
Úrì Jayasunu, 1214 - 1284
Setelah
raja Úrì Dhanàdhiràja wafat 1204, rakyat pulau Bali sedih dan bingung karena
putera mahkota, Úrì Jayasunu, yang berhak naik tahta menggantikan ayahnya,
ternyata menghilang dari istana tidak seorang pun yang tahu kemana perginya.
Úrì Maúula Maúuli
Karena
raja Úrì Parameúwara telah wafat, lalu digantikan oleh putera baginda yang
lahir buncing (kembar laki-laki perempuan).
Úrì Tapolung, 1328 – 1343
Setelah
Úrì Mahàguru wafat, digantikan oleh puteranya, Úrì Tapolung, yang bergelar Úrì
Aûþa Asura Ratna Bhùmi Bantên.
15.Wangsa Kåûóa Kapakisan di Bali
Dalêm Kêtut Kåûóa Kapakisan, 1352 – 1380
Setelah
raja Bedhahulu atau Úrì Tapolung wafat dikalahkan oleh pasukan Majapahit, pulau
Bali menjadi sunyi sepi, kacau balau, masing-masing mempertahankan pendapatnya
sendiri-sendiri, tidak mau menuruti sesamanya.
Dalêm Kêtut Smara Kapakisan, 1383 – 1460
Dalêm
Kêtut Kåûóa Kapakisan mempunyai tiga orang putera yaitu, yang sulung Ida I Dewa
Samprangan, sangat gemar bersolek.
Úrì Waturenggong, 1458 – 1550
Setelah
Dalêm Kêtut Smara Kapakisan wafat, digantikan oleh puteranya Úrì Waturenggong,
yang telah dinobatkan sebagai raja muda sejak 1458.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar