Senin, 28 Mei 2012

Kutukan Para Resi untuk Yadawa Jadi Kenyataan


KUTUKAN PADA PARA YÀDAWA
Ada sebuah tempat suci yang terkenal bernama Pióðàraka. Pada suatu hari ketika beberapa pemuda Yàdawa sedang bermain-main, datanglah sekelompok åûi. Anak-anak muda itu kemudian menghias seorang pemuda bernama Sàmba agar tampak seperti seorang wanita hamil lalu membawanya pada para åûi itu. “Para åûi sekalian, anda mengetahui segalanya mohon beritahukanlah kami apakah wanita yang hamil ini akan melahirkan atau tidak.”


Para åûi yang sakti itu mengetahui bahwa anak-anak itu sedang mempermainkan mereka, “Hai anak muda, Sàmba akan melahirkan sebuah gada dari tubuhnya dan gada itu akan menghancurkan para Yàdawa.”

Ketika para åûi itu telah pergi, para Yàdawa menyadari bahwa kata-kata para åûi itu memang terbukti dengan ditemukannya sebuah gada kecil di balik pakaian Sàmba. Menyadari bencana yang mungkin akan terjadi, maka mereka kemudian melaporkan hal itu pada raja Ugrasena. Sang raja kemudian memerintahkan agar gada besi itu digosok-gosokkan agar perlahan-lahan hancur menjadi abu dan ini membuat debu dari gada yang digosok itu bertebaran di mana-mana. Namun ada sebuah bagian kecil dari gada ini yang tidak sempat dihancurkan.

Dan bagian kecil dari gada itu kemudian ditelan oleh seekor ikan yang selanjutnya ditangkap oleh seorang nelayan. Melalui nelayan ini, bagian gada yang kecil itu kemudian menjadi milik seorang pemburu yang bernama Jara yang memakai benda itu sebagai mata anak panahnya.

Sementara itu debu-debu besi itu kemudian terbawa sampai ke pantai oleh ombak laut dan di pantai, debu itu menjadi tanaman semacam rumput domdoman.

Di wilayah kerajaan para Yàdawa, mulai tampak berbagai pertanda buruk. Gempa bumi merajalela dan sinar matahari mulai memudar Kåûóa telah menyadari tentang apa yang akan menimpa bangsa Yàdawa, maka ia kemudian mengumpulkan para Yàdawa dan berkata, “Aku tidak menyukai pertanda buruk ini. Ini menandakan bahwa tidak aman lagi jika kita tinggal di Dwàraka. Ungsikan para orang tua, anak kecil dan wanita ke sebuah tìrtha yang bernama Úaòkhoddhara. Dan kita akan pergi ke tirtha Prabhàsa. Kita akan melakukan penyucian diri dan memuja para dewa di sana.”

Maka para Yàdawa kemudian pergi ke Prabhàsa dengan menyeberangi lautan dengan perahu. Di sana mereka mempersiapkan segala sesuatunya untuk melakukan upacara persembahan. Akan tetapi takdir memang tidak bisa dihindari. Para Yàdawa memiliki kebiasaan yang buruk yaitu minum anggur hingga kehilangan kesadarannya. Dalam keadaan itu mereka saling membunuh sesama para Yàdawa. Jika mereka kehabisan senjata maka mereka menggunakan batang rumput untuk saling membunuh. Di tangan mereka, batang rumput itu berubah menjadi batang besi. Demikianlah akhirnya bangsa Yàdawa hancur.

Balaràma kemudian pergi pesisir samudra luas dan melakukan yoga untuk menghembuskan nafas terakhirnya. Sementara itu Kåûóa yang sangat sedih atas kehancuran bangsanya duduk di bawah sebuah pohon beringin untuk melakukan meditasi. Dan pada saat itu, Jara, seorang pemburu sedang mengejar seekor kijang. Melalui sebuah semak belukar ia melihat kaki Kåûóa yang diduganya sebagai kaki dari kijang itu. Oleh karena itu, ia kemudian melepaskan sebuah anak panah. Dan ketika itu, ia melihat sasaran anak panahnya, ia melihat Kåûóa, yang telah dipanahnya secara tidak sengaja.

Menyadari kesalahannya, Jara kemudian berlutut memohon ampun pada Kåûóa, dan Kåûóa juga mengampuninya, karena pemburu itu melakukan tanpa sengaja. Semua itu telah menjadi takdir yang maha kuasa.

Kåûóa kemudian melepaskan badan kasarnya, setelah memberkati Jara dengan pembebasan, lalu naik ke kahyangan. Segera setelah kematian Kåûóa, semua wilayah bangsa Yàdawa, kecuali tempat tinggal Kåûóa, ditelan oleh banjir besar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar