UPANÀYANA SAÝSKÀRA
yDopv¢t' prm' piv]' p[japteyRTshj' purStat( -
AayuZy
mg[)' p[itmuÆ xu.[' yDopv¢t' blmStu tej" -
yDopv¢tmis yDSy Tva yDopv¢tenopnöaim
--
Yajñopavìtaý
paramaý pavitraý prajàpateryatsahajaý purastàt,
àyuûya
magryam pratimuñca úubhraý yajñopavìtaý balamastu tejaá,
yajñopavìtamasi yajñasya tvà
yajñopavìtenopanahyàmi.
(Pàraskara Gåhasùtra: 2-2-11)
Yajñopavìt,
berarti tiga benang (yajñopavìtam) yang sangat (paramam) suci (pavitram)
yang ada sejak zaman dahulu (purastàt) dan bersamaan dengan (sahajam)
adanya Deva Prajàpati (prajàpateá). Benang (yajñopavìt)
tersebut memberi umur (àyusam) panjang dan membawa kehidupan ke masa
depan (agryam). Untuk itu letakkanlah di atas bahumu (pratimuñca).
Semoga yajño-pavìt yang suci (subhram) ini memberikan kekuatan (balamastu)
dan cahaya (tejas). Wahai anak, kamu adalah (asi) yajñopavìt
itu sendiri (yajñopavìtam). Aku (àcàrya) dekat (upanahyàmi)
dengan kamu (tvà) melalui yajñopavit tersebut (yajñopavìtena).
’Yajñopavìtam
yang sangat suci yang telah ada sejak zaman dahulu yang sama dengan Deva Prajàpati.
Benang tersebut dapat memberikan umur panjang dan membawa ke masa depan.
Letakanlah di atas bahumu. Semoga yajñopavìtam tersebut memberikan
kekuatan dan cahaya. Wahai anak, kamu sebenarnya adalah yajñopavìtam itu
sendiri. Aku dekat denganmu melalui yajñopavìtam tersebut’.
Mantra di atas dikutip dari Pàraskara Gåhasùtra
yang diperkenalkan oleh Swàmì Dayànanda dalam Saýskàra Vidhi
untuk Upanàyana Saýskàra.
Sebenarnya dalam Atharva Veda (11-5-3)
terdapat mantra mengenai Upanàyana Saýskàra yang berbunyi:
àcàrya upanayamàno brahmacàrióaý kåóute garbhamantaá, taý ràtrìstisra udare bibharti taý jàtaý draûþum abhisaýyanti devàá.Artinya, semoga melalui Upanàyana Saýskàra, guru melindungi muridnya seperti seorang ibu melindungi bayi dalam kandungannya.
"Upa" berarti dekat
dan "nàyan" berarti membawa, yang maksudnya adalah mendekatkan
anak kepada guru. Melalui saýskàra tersebut guru menerima anak sebagai
muridnya. Dalam mantra di atas terlihat bagaimana hubungan yang diharapkan
antara murid dan guru. Semoga hubungan tersebut menjadi teladan pada zaman ini.
Dalam upanàyana saýskàra, orang tua akan berkata kepada guru (àcàrya)
"Kami telah melahirkan anak ini dan berusaha memberikan kehidupan yang baik. Sekarang kami ingin anak ini berkembang dalam masyarakat supaya ia bisa menjadi orang yang baik. Oleh karena itu anak ini kami serahkan kepada guru."
Saat itu guru akan memberikan tiga helai benang, yang disebut yajñopavìta,
sebagai simbul anak itu boleh mempelajari Veda dan ilmu pengetahuan yang
lain. Tiga benang tersebut merupakan simbul dari tiga åóa (hutang),
yaitu åûi åóa, pitå åóa, dan deva åóa.
Åûi åóa berarti
berhutang kepada leluhur, yaitu para åûi, sehingga ajaran yang mereka
berikan diteruskan kepada generasi berikutnya. Pitå åóa, berarti
berhutang kepada orang tua sehingga kita harus menghormati mereka. Deva åóa,
berarti berhutang kepada dewa-dewa sehingga kita harus memuja para dewa.
Tiga helai benang tersebut akan selalu mengingatkan kita agar
melunasi ketiga hutang tersebut. Dalam upanàyana saýskàra, guru berkata
kepada murid.
"Wahai muridku, aku menyatukan hatimu dan hatiku, pikiranmu akan selalu mengikutiku, kamu juga akan selalu mematuhi ucapanku, dan mulai hari ini Deva Båhaspati menyatukan kita berdua" (Pàraskar Gåhasùtra: 2-2-16)
Gåhasùtra menjelaskan
bahwa saýskàra tersebut dilaksanakan pada tahun kedelapan untuk seorang
anak bràhmaóa, tahun kesebelas untuk kûatriya, dan tahun
keduabelas untuk vaiúya (aûþame varûe bràhmaóam upanayet.). Jika saýskàra tersebut tidak dilaksanakan pada
tahun yang sudah ditentukan, orang itu disebut Patita, yaitu orang yang
nama baiknya tercemar dalam masyarakat (ata ùrdhvaý patita savitrikabhavanti)
Anak yang telah mendapatkan upanàyana saýskàra disebut
dvijà, yang artinya mengalami kelahiran yang kedua melalui guru, karena
sang guru yang akan membuka mata anak itu sehingga dapat melihat dengan benar.
Dalam Mànava Dharmaúàstra dikatakan bahwa pada awal kelahirannya,
semua manusia adalah úùdra. Melalui saýskàra-saýskàra tersebut
seorang manusia disebut dvijà (janmanà jàyate úùdra sansakarat dvija
ucyate).
Konsep upanàyana saýskàra dapat dilihat dalam kisah Ràmàyaóa
dan Mahàbhàrata di mana para kûatriya dan bràhmaóa selalu
memakai benang yang menandaskan mereka telah dvija.
Konsep saýskàra tersebut juga dilaksanakan oleh
orang-orang Parsi yang memakai beberapa benang, yang disebut kusti.
Dalam sebuah dialog Zarattushtra menanyakan kepada Ahura Mazda,
"Oh Ahura Mazda, kejahatan apa yang menyebabkan kematian?"
Ahura menjawab,
"Memberikan ajaran yang tidak benar."
Zarattushtra berkata,
"Siapa pun yang tidak memakai benang (kusti) akan dihukum.
Dengan demikian saýskàra tersebut mempunyai hubungan
dengan agama lain.
Jadi, upanàyana saýskàra dilaksanakan dengan tujuan
agar anak mulai mendapat pendidikan dari sang guru sehingga menjadi manusia
sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar