TRAITAVÀDA
Üa sup,aR syuja s%aya sman' v*=' pir zSvjate -
tyorNy"
ipPpl' SvaÜÑynè{n{Nyo Ai. cakx¢it --
dvà
suparóà sayujà sakhàyà samànaý våkûaý pari ûasvajàte,
tayoranyaá pippalaý svàdvattyanaúnannanyo abhi
càkaúìti.
(Ågveda: 1.164.20)
Ada
dua burung yang bersahabat (dvà sakhàyà) mempunyai umur yang sama
(sayujà) dan sama-sama memiliki sayap yang bagus (suparóà). Mereka
berdua bertengger (pari ûasvajàte) di atas pohon yang sama (samànam
våkûam), seekor di antaranya (tayoranyaá) menikmati buah pipal
(pippalaý svàdvattya), tetapi burung yang lain (anyo) hanya
menyaksikannya (càkaúit).
’Ada
dua ekor burung yang bersahabat, mempunyai umur yang sama dan sama-sama
mempunyai sayap yang sangat indah. Mereka berdua bertengger di atas dahan pohon
yang sama. Seekor di antaranya menikmati buah pipal, tetapi yang satunya hanya
menyaksikannya’.
Mantra tersebut berasal dari Ågveda, yang menjelaskan
mengenai konsep keberadaan Tuhan, àtma dan prakåti dengan
memberikan contoh perbandingan. Seperti diketahui, terdapat tiga konsep dalam Veda,
yaitu advaita, dvaita, dan traitavàda. Advaita
hanya mengakui keesaan Tuhan yaitu Brahma, dan tidak ada selain Brahma
tersebut. Àcàrya Úaòkara sudah membahas mengenai hal tersebut dengan
sangat luas dalam Brahmasùtra atau Vedànta.
Yang kedua yaitu
filsafat Saýkhyà / Dvaita yang menjelaskan mengenai puruûa
dan prakåti. Yang ketiga yaitu Traitavàda, di mana dalam konsep
tersebut Tuhan, àtma dan prakåti adalah masing-masing kekal.
Hanya àtma dan prakåti memeiliki kekurangannya, yaitu dalam àtma
tidak terdapat ànanda, begitu pula dalam prakåti yang hanya
mempunyai sat, yang berarti tidak bisa bergerak, seperti gerakan yang
dimiliki oleh àtma.
Mengenai konsep traitavàda yang mengajarkan bahwa
Tuhan, àtma, dan prakåti adalah kekal, dalam mantra tersebut
dijelaskan dengan perumpamaan Tuhan dan àtma yang disimbulkan dengan
dua ekor burung. Kedua burung tersebut memiliki umur yang sama dan kekal/abadi.
Sejak Tuhan ada, àtma juga sudah ada, dan mereka berdua bersahabat dan
sama-sama mempunyai sayap, sehingga bisa pergi ke mana pun yang mereka sukai.
Kedua burung tersebut bertengger di atas pohon yang merupakan simbol dari prakåti.
Pohon pipal tersebut sangat kuat dan daunnya disimbolkan dengan àtma.
Kayu-kayu pohon ini dipakai untuk melaksanakan yajña. Pipal bisa
dikatakan seperti pohon beringin dan pohon ini merupakan salah satu pohon suci.
Kedua burung tersebut, yaitu Tuhan dan àtma, duduk di
atas pohon yang sama yaitu prakåti. Salah satu dari kedua burung itu
menikmati buah dari pohon tersebut. Burung tersebut adalah simbol àtma
manu-sia yang selalu menikmati keindahan prakåti. Pada waktu mendapatkan
buah enak, si burung merasa senang dan bahagia, tetapi sebaliknya pada waktu
tidak mendapatkan yang enak, akan merasa sedih.
Seperti halnya manusia yang
hidup dengan hasil karma-nya, kalau manusia mendapatkan hasil karma yang
baik, dia merasa bahagia, demikian juga sebaliknya jika mendapatkan hasil karma
yang tidak baik, dia akan merasa sedih.
Pohon pipal adalah simbul prakåti. Prakåti
menyiapkan makanan dan minuman untuk semua umat manusia. Kalau prakåti
tidak ada, manusia tidak bisa menikmati apa pun, tetapi keberadaan mereka
berdua dikatakan kekal. Sedangkan burung yang satunya lagi yang merupakan
simbul Tuhan, tidak makan dan minum padahal mereka berdua mempunyai kesamaan,
yaitu mempunyai usia yang sama, bersahabat, dan sama-sama bersayap.
Burung
tersebut hanya melihat temannya, yaitu burung yang pertama. Burung tersebut
tidak makan dan tidak menikmati apa pun di prakåti, karena sudah lepas
dari keba-hagiaan dan kesedihan yang ada dalam prakåti. Dia hanya
melihat dan menjadi saksi untuk burung yang pertama. Demikian juga, Tuhan hanya
melihat dan menyaksikan àtma manusia, dan mahluk lainnya.
Dari contoh di atas, dapat diketahui bahwa karena masih
adanya ikatan àtma dengan prakåti, àtma sulit lepas dari
hukum prakåti. Tetapi jika mampu lepas dari segala ikatan, àtma tersebut
akan bisa bergabung dengan Tuhan, sehingga nanti tidak lagi akan merasakan
kesedihan dan kebahagiaan di dunia ini dan hanya akan tinggal dalam ànanda
bersama Tuhan.
Secara keseluruhan mantra tersebut sangat menekankan pada
konsep traitavàda, bahwa Tuhan, àtma, dan prakåti adalah
tiga kekuatan yang kekal. Mantra tersebut juga terdapat dalam Upaniûad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar