Senin, 02 Juli 2012

Pemimpin

PEMIMPIN NEGARA


Aa TvahazRmNtrei/ /–uviStîaivcacil" - 

ivxSTva svaR vaH^Ntu ma Tvd–aìãmi/ .[xt( --

À tvàhàrûamantaredhi dhruvastiûþhàvicàcaliá,
Viúastvà sarvà vàñchantu mà tvadràûþramadhi bhraúat.
(Ågveda: 10.173.1)
Wahai pemimpin, kita membawamu (à tvàhàrûam) datanglah dalam (istana/tempat kepresidenan) (antàredhi) jangan goyah (avicàcaliá) tetaplah stabil (dhruvàs tistha) karena seluruh rakyat menginginkanmu (visastvà sarvà vàñchantu) dalam memimpin supaya kamu (tvà) jangan () menjatuhkan/menghancurkan (adhibhrasat) negara ini (ràûtram).

Wahai para pemimpin, kami membawamu dan menduduk-kanmu di istana, janganlah engkau goyah, tetaplah teguh karena seluruh rakyat menghendakimu. Dan dalam memimpin negara ini agar engkau jangan sampai membuat negara ini jatuh atau menghancurkannya.

Mantra tersebut berasal dari Ågveda, yang menjelaskan bagai-mana seharusnya menjadi pemimpin negara dalam masyarakat. Jelas dalam Veda terdapat demokrasi di mana masyarakat akan langsung memilih pemimpin mereka. Dalam mantra tersebut, kata à tvàhàrûam berarti, kami (rakyat)lah yang membawa dan memilihmu supaya kamu menjadi pemimpin kami. Oleh karena itu, masuklah ke dalam istana dan duduklah di singgasana.

Jelas dalam Veda rakyatlah yang memilih seorang pemimpin dan rakyatlah yang memberikan izin kepada pemimpin supaya duduk dalam istana. Kata tersebut penting sekali bagi seorang pemimpin. Untuk itu dalam mantra tersebut dijelaskan bahwa pemimpin perlu menjadi pemimpin yang stabil, yang bisa melindungi rakyat. Jika pemimpin tidak stabil, sukar baginya untuk menjalankan tugas sehari-hari.

Kata "sarvà vàñchantu" berarti seluruh rakyat menginginkan supaya seorang pemimpin negara sesuai dengan keinginan rakyat. Di sini bisa dilihat bukan hanya sebagian lapisan rakyat yang mengingin-kannya, tetapi dengan kata sarvà berarti seluruh rakyat mempunyai keinginan tersebut. Dalam konsep Veda seorang pemimpin perlu didukung oleh seluruh lapisan rakyat sehingga dia berhak menjadi pemimpin negara. 
"ràûtramadhi bhraûat" 
berarti 'kami rakyat menerima-mu sebagai pemimpin negara ini tetapi jangan menghancur­kan atau menjatuhkan negara ini'.
Kadang-kadang pemimpin lupa akan tugasnya yaitu melindungi rakyat dan memberikan keadilan. Pengaruh ahaýkàra bisa menyebabkan dia melupakan tugas dan kewajiban, sehingga negara menuju jalan yang tidak benar. Karena pemimpin bisa menyebabkan kehancuran negara, dalam mantra tersebut dimohon kepada pemimpin agar menjalankan tugas dengan baik dan tidak menjadi penyebab kehancuran negara. Dalam Veda disarankan kepada pemimpin agar stabil dan kuat seperti gunung dan tidak cepat terpengaruh oleh hal-hal yang sepele.

Terdapat juga mantra yang menjelaskan: Wahai pemimpin, kami percaya kepadamu sepenuhnya dan kami memilihmu sebagai pemimpin negara untuk melindungi negara, semoga rakyat membayar pajak dan selalu hormat kepadamu (dhruvaý dhruveóa haviûàbhi somaý måúàmasi,..). Ågveda 10-173-6.

Dalam mantra tersebut ditekankan supaya pemimpin dipilih oleh rakyat untuk melindungi hak-hak rakyat dan memberikan keadilan, dan tugasnya berjalan tanpa gangguan. Untuk itu terdapat sebuah mantra yang perlu diucapkan oleh seorang pemimpin supaya dia diberkati oleh Tuhan dan kepercayaan yang diberikan oleh rakyat mampu dijalankannya dengan baik. 
asapatnaá sapatnahàbhiràûþro viûàsahiá, yathà hameûàý bhùtànàý viràjàni janasya ca. (Ågveda: 10-174-5): 
Oh Tuhan, semoga saya tidak mempunyai musuh, semoga saya menghancurkan para musuh dan semoga saya memerintah seluruh rakyat dengan baik. 
Dengan demikian jelas bahwa dalam Veda terdapat demokrasi yang seluas-luasnya di mana rakyatlah yang akan memilih pemimpin sesuai dengan keinginan mereka dan rakyat ingin pemimpin yang stabil yang mepunyai kewibawaan dan keistimewaan.

Veda sebagai sumber awal dharma menetapkan bahwa sebuah negara yang demokratis akan selalu makmur dan sejahtera bila pemim-pin datang dari seluruh keinginan lapisan masyarakat. Diharapkan pemimpin selalu melaksanakan kewajibannya, yaitu melindung rakyat dan memberikan keadilan bagi semua orang.

Dalam Veda, raja dianggap sebagai dewa bagi rakyat. Kehormatan begitu besar diberikan kepada raja dalam hal ini. Untuk itu seorang pemimpin negara diharapkan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan supaya diberikan anugerah untuk melanjutkan tugas-tugas pemerin-tahan, menghapuskan kebodohan dan melindungi dharma

Seorang pemimpin negara perlu melihat keadaan rakyat secara langsung seperti Úrì Ràma pada malam hari secara sembunyi mengunjungi negeri Ayodhya untuk mengetahui keadaan rakyat. Pada malam hari Úrì Ràma mengelilingi Ayodhya dan mendengar perkelahian antara suami istri yang profesinya tukang cuci. 

Saat itu si suami mengatakan bahwa dia tidak akan menerima istrinya karena mempunyai hubungan yang tidak baik dengan orang lain. Dia tidak seperti Ràma yang menerima istrinya yang pernah tinggal bersama Ràvaóa

Mendengar perbincangan mereka Ràma berpikir bahwa rakyat tidak setuju terhadap keberadaan Sìtà sebagai istri yang baru datang dari Alengka. Ràma lalu memutuskan bahwa Sìtà tidak akan tinggal lagi di Ayodhya bersamanya karena rakyat sedang membi-carakan hubungan Sìtà dan Ràvaóa

Untuk itu, Sìtà harus menjalani Agni Parikûa. Setelah lulus barulah dia kembali menjadi istri Ràma. Di sini jelas, menanggapi keraguan masyarakat, Ràma sebagi raja rela meninggalkan istri demi rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar