NIÛKÀMA KARMA
k¦vRn{eveh kmaRi, ijj¢ivzeC^t' sma" -
EvNTviy
naN{yqetoiSt n kmR ilPyte nre --
kurvanneveha
karmàói jijìviûecchataý samàá,
evantvayi nànnyathetosti na karma lipyate nare.
(Yajurveda: 40.2)
Wahai
manusia, lakukanlah (kurvan) karma (karmàói) di dunia ini (eveha)
dan hiduplah (jijìviûet) selama seratus tahun (úatam samàá).
Dengan demikian (evam) tidak ada jalan untuk mencapai mokûa
bagimu (tvayi) selain itu (nànya-theto-asti). Oleh karena itu,
wahai manusia (nare), jangan (na) terikat pada hasil perbuatanmu
(karma lipyate).
’Wahai
manusia, lakukanlah karma di dunia ini dan hiduplah selama seratus tahun
dan untuk mendapatkan mokûa tidak ada jalan lain selain jalan ini,
janganlah terikat pada hasil perbuatanmu itu’.
Mantra di atas menjelaskan tentang karma. Kalimat "wahai
manu-sia, lakukankanlah karma dan hiduplah selama seratus tahun"
mempu-nyai pengertian bahwa manusia harus bekerja keras bila ingin panjang
umur. Bhagavad Gìtà menjelaskan bahwa manusia tidak bisa hidup
satu detik pun tanpa melakukan karma. Menjadi sifat manusia untuk selalu
melakukan sesuatu yang baik atau yang tidak baik.
Pada bagian akhir mantra tersebut terdapat kata na karma
lipyate. Setiap orang melakukan karma dengan harapan dan tidak ada
satu perbuatan yang tanpa harapan. Hal itu menjadi penyebab masalah bagi
manusia namun Veda memberi jalan ke luar dengan konsep sakàma karma
dan niûkàma karma.
Sakàma karma
adalah perbuatan yang dilakukan dengan tujuan dan harapan, seperti seseorang
yang belajar dengan tujuan agar lulus ujian. Menurut Veda, harapan lulus
di sini bukan ditentukan oleh tangan siswa melainkan di tangan guru. Demikian
juga, hasil karma-karma yang lain ditentukan oleh Tuhan, bukan oleh
manusia sendiri.
Karena manusia lebih memusatkan perhatian pada hasil
perbuatannya, maka ia menciptakan sendiri kesedihan dan kebahagiaan. Ia akan
bahagia jika berhasil, dan sebaliknya sedih jika gagal. Menurut Yajur-veda,
hal itu membuat manusia terikat dengan karma-karma karena tidak akan
bisa lepas dari penderitaan.
Untuk itu, diperkenalkan kon-sep niûkàma karma,
yaitu melaksanakan tugas sebagai suatu kewaji-ban tanpa mengharapkan imbalan,
dan apa pun hasilnya diserahkan kepada Tuhan. Hal itu seperti seorang guru yang
mengajar sebagai suatu kewajiban dan dilakukan tanpa harapan apa pun.
Orang yang menjalankan niûkàma karma, tidak berarti
tidak memiliki harapan. Justru, ia akan lebih bekerja keras dan bahagia. Dalam Veda
dijelaskan bahwa Tuhan menyukai orang yang bekerja keras dan orang yang selalu
tenang akan mendapat kebahagiaan: icchanti devàá sunvantam..., (Atharvaveda: 20-18-3). Dikatakan juga bahwa melalui
tangan kanan saya melakukan kerja keras dan kemenangan ada di tangan kiri saya
(kåtaý me dakûióà
haste jayo me savya àhitaá).
Seorang niûkàma karma tidak akan terikat dengan hasil
perbuatan-nya. Ia akan merasa sama dan tetap tenang dalam kebahagiaan mau-pun
kegagalan. Ia tidak akan terlalu bahagia bila sukses dan tidak terlalu kecewa
bila gagal. Demikian juga bila ia mengalami keme-nangan, kekalahan, kesuksesan,
maupun kehilangan.
Bunda Theresa,
telah memberikan teladan bahwa manusia bisa hidup dengan konsep niûkàma
karma. Oleh karena itu mantra tersebut menekankan supaya manusia hidup
selama seratus tahun dengan niûkàma karma. Hanya melalui niûkàma
karma manusia bisa menca-pai mokûa dan terlepas dari segala
kebahagiaan dan kesedihan yang ada di dunia ini.
Niûkàma karma
akan membuat seseorang menjadi lebih baik dan berfikir stabil dan tenang. Dalam
Gìtà dikatakan bahwa ketenangan dalam menerima segala hal berarti yoga
itu sendiri. Niûkàma karma merupakan intisari dari Bhagavad Gìtà.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar