Selasa, 03 Juli 2012

Niskama karma

NIÛKÀMA KARMA


k¦vRn{eveh kmaRi, ijj¢ivzeC^t' sma" - 

EvNTviy naN{yqetoiSt n kmR ilPyte nre --



kurvanneveha karmàói jijìviûecchataý samàá,
evantvayi nànnyathetosti na karma lipyate nare.
(Yajurveda: 40.2)
Wahai manusia, lakukanlah (kurvan) karma (karmàói) di dunia ini (eveha) dan hiduplah (jijìviûet) selama seratus tahun (úatam samàá). Dengan demikian (evam) tidak ada jalan untuk mencapai mokûa bagimu (tvayi) selain itu (nànya-theto-asti). Oleh karena itu, wahai manusia (nare), jangan (na) terikat pada hasil perbuatanmu (karma lipyate).

’Wahai manusia, lakukanlah karma di dunia ini dan hiduplah selama seratus tahun dan untuk mendapatkan mokûa tidak ada jalan lain selain jalan ini, janganlah terikat pada hasil perbuatanmu itu’.

Mantra di atas menjelaskan tentang karma. Kalimat "wahai manu-sia, lakukankanlah karma dan hiduplah selama seratus tahun" mempu-nyai pengertian bahwa manusia harus bekerja keras bila ingin panjang umur. Bhagavad Gìtà menjelaskan bahwa manusia tidak bisa hidup satu detik pun tanpa melakukan karma. Menjadi sifat manusia untuk selalu melakukan sesuatu yang baik atau yang tidak baik.

Pada bagian akhir mantra tersebut terdapat kata na karma lipyate. Setiap orang melakukan karma dengan harapan dan tidak ada satu perbuatan yang tanpa harapan. Hal itu menjadi penyebab masalah bagi manusia namun Veda memberi jalan ke luar dengan konsep sakàma karma dan niûkàma karma.

Sakàma karma adalah perbuatan yang dilakukan dengan tujuan dan harapan, seperti seseorang yang belajar dengan tujuan agar lulus ujian. Menurut Veda, harapan lulus di sini bukan ditentukan oleh tangan siswa melainkan di tangan guru. Demikian juga, hasil karma-karma yang lain ditentukan oleh Tuhan, bukan oleh manusia sendiri. 

Karena manusia lebih memusatkan perhatian pada hasil perbuatannya, maka ia menciptakan sendiri kesedihan dan kebahagiaan. Ia akan bahagia jika berhasil, dan sebaliknya sedih jika gagal. Menurut Yajur-veda, hal itu membuat manusia terikat dengan karma-karma karena tidak akan bisa lepas dari penderitaan. 

Untuk itu, diperkenalkan kon-sep niûkàma karma, yaitu melaksanakan tugas sebagai suatu kewaji-ban tanpa mengharapkan imbalan, dan apa pun hasilnya diserahkan kepada Tuhan. Hal itu seperti seorang guru yang mengajar sebagai suatu kewajiban dan dilakukan tanpa harapan apa pun.

Orang yang menjalankan niûkàma karma, tidak berarti tidak memiliki harapan. Justru, ia akan lebih bekerja keras dan bahagia. Dalam Veda dijelaskan bahwa Tuhan menyukai orang yang bekerja keras dan orang yang selalu tenang akan mendapat kebahagiaan: icchanti devàá sunvantam..., (Atharvaveda: 20-18-3). Dikatakan juga bahwa melalui tangan kanan saya melakukan kerja keras dan kemenangan ada di tangan kiri saya (kåtaý me dakûióà haste jayo me savya àhitaá).

Seorang niûkàma karma tidak akan terikat dengan hasil perbuatan-nya. Ia akan merasa sama dan tetap tenang dalam kebahagiaan mau-pun kegagalan. Ia tidak akan terlalu bahagia bila sukses dan tidak terlalu kecewa bila gagal. Demikian juga bila ia mengalami keme-nangan, kekalahan, kesuksesan, maupun kehilangan.

Bunda Theresa, telah memberikan teladan bahwa manusia bisa hidup dengan konsep niûkàma karma. Oleh karena itu mantra tersebut menekankan supaya manusia hidup selama seratus tahun dengan niûkàma karma. Hanya melalui niûkàma karma manusia bisa menca-pai mokûa dan terlepas dari segala kebahagiaan dan kesedihan yang ada di dunia ini. 

Niûkàma karma akan membuat seseorang menjadi lebih baik dan berfikir stabil dan tenang. Dalam Gìtà dikatakan bahwa ketenangan dalam menerima segala hal berarti yoga itu sendiri. Niûkàma karma merupakan intisari dari Bhagavad Gìtà.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar