Senin, 02 Juli 2012

Ngaben

PEMBAKARAN MAYAT


Apem' j¢va Aä/Ng*he>ySt' invRht pir g[amaidt" - 

m*TyuyRmSyas¢ÖUt" p[ceta AsUiNpt*>yo gmya' ckar --

Apemaý jìvà arudhan gåhebhyastaý nirvahata pari gràmàditaá,
Måtyur yamasyàsìddùtaá pracetà asùnpitåbhyo gamayàý cakàra.
(Atharvaveda: 18.2.27)
Wahai manusia! Karena adanya keinginan untuk hidup di dunia ini (imamjìvaá) maka dia ditahan di dunia ini (gåhebhya apa arudhan), tetapi sekarang karena dutanya Yama yaitu kematian - datang, (måtyuá pracetaá yamasya dùta asìta) dengan demikian orang (yang telah mati) pràóa dia (asùn), telah pergi (gamayàm cakàr) ke jalan pitara. Untuk itu mayat ini (tam) jauhkan (pari) dari rumah (gràmàditaá) supaya keluarga dapat tinggal di dunia ini dalam kedamaian.

Wahai manusia, karena adanya keinginan-keinginan untuk hidup di dunia ini, oleh sebab dia diikat dalam ikatan dunia ini, karena Dewa Kematian Yama telah datang, pràóa orang yang meninggal telah pergi ke jalan pitra. Untuk itu mayat tersebut dijauhkan dari rumah supaya keluarga dapat tinggal dalam kedamaian’.

Mantra tersebut berasal dari Atharvaveda, yang menjelaskan tentang manusia yang baru saja meninggal dunia. Kata 'jìvaá', berarti "karena ada keinginan untuk hidup di dunia ini", dia tinggal di rumah untuk memenuhi keinginan tersebut. Karena keinginan telah dikabulkan oleh Tuhan, maka sekarang sesuai dengan karma-nya, dia akan kembali ke asal, yaitu Tuhan. Untuk mengambil pràóa sese-orang, Dewa Yama telah mengirim dutanya, yaitu kematian lalu kematian telah mengirim pràóa orang tersebut ke jalan Tuhan melalui jalan yang telah dilalui oleh para leluhur (pitara)nya. 

Inti mantra tersebut adalah manusia yang telah meninggal dan menjadi mayat, secepatnya dikeluarkan agar secepatnya kembali ke pañca mahàbhùta melalui kremasi. Kata "tam itaá pare", berarti 'sekarang tidak perlu menyimpan lama mayat tersebut dan secepatnya dikeluarkan dari rumah'. Karena mayat milik api, angin, air, angkasa, dan bumi, kewajiban bagi keluarga adalah untuk mengembalikan secepatnya kepada yang memilikinya. 

Hal ini, karena semasih dia hidup kita mempunyai ikatan kekeluargaan dengan dia, tetapi hubungan tersebut kini telah putus dan pràóa-nya juga telah pergi ke Tuhan. Mayat tersebut sekarang tidak ada hubungannya dengan keluarga karena àtma-nya sudah memutuskan diri dengan segala ikatan duniawi untuk mencapai mokûa. Mayat yang tertinggal ini menjadi milik yang lain, yaitu pañca mahàbhùta. Dalam Atharvaveda dikatakan, "Oh Ibu Påthivì, berikanlah tempat yang bersih supaya mayat ini bisa dibakar". (syonàsmai bhava påthivyanåkûarà...) - Atharvaveda: 18.2.19

Dalam Veda juga diharapkan, jika manusia tidak mencapai mokûa dan masih memiliki keinginan untuk kembali lahir di bumi ini maka dia lahir kembali dengan sifat seperti orang yang suka bertapa. Dia juga bisa lahir sebagai seorang perwira dan seorang yang suka memberikan dana punia (ye yudhyante pradhaneûu...) - Atharvaveda: 18.2.17.

Maksudnya di sini bahwa pertama-tama perlu diusahakan supaya kita mencapai mokûa, tetapi jika hal tersebut tidak tercapai, kita mohon supaya lahir sebagai manusia yang baik dalam keluarga yang baik pula. Untuk manusia yang baru saja meninggal, para keluarga mohon kepada àtma -nya, "Oh, Àtma, jauhilah kelahiran ini dan pikirkan tentang hidup yang akan datang" (apeta vìta vi ca sarpàto...) -Ågveda: 10.14.9.

Sebenarnya àtma tidak pernah lahir dan mati. Badanlah yang lahir dan mati. Saýskàra-lah yang mengikuti àtma karena akibat hasil karma  baik dan buruk tersembunyi. Selama ikatan karma ada, manusia lahir kembali sesuai dengan karmanya. Tetapi jika manusia sudah mokûa, hubungan atau ikatan karma sudah hilang. Untuk itu diharapkan manusia yang baru meninggal mengikuti jalan para leluhurnya karena dengan melalui jalan tersebut dia memasuki mokûa (prehi prehi pathibhiá...) -Ågveda: 10.14.7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar