Senin, 02 Juli 2012

jaga bicara

UCAPAN YANG TERKONTROL


m/umNme in¹m,' m/umNme pray,m( - 

vaca vdaim m/umÙUyas' m/us'd*x" --

Madhumanme nikramaóaý madhumanme paràyaóam,
Vàcà vadàmi madhumad bhùyàsaý madhusaýdåúaá.
(Atharvaveda: 1.34.3)
Oh Tuhan! Menjadi manis (madhumanme) padaku pada waktu ke luar (nikramaó) dan demikian dalamnya (paràyaóam), ucapan (vàca) mengucapkan (vadàmi) manis (madhumad) dan menjadi seperti madu (madhusaýdåúaá).

’Oh, Tuhan! Ke mana pun kepergiaan dan di mana pun kedatangan saya menjadi manis dan apa pun yang saya ucapkan hendaknya juga lemah lembut dan saya sendiri menjadi simbol dari kelemah-lembutan itu’.

Mantra tersebut berasal dari Atharvaveda yang membicarakan tentang kata-kata yang baik dan sopan yang perlu selalu diucapkan dalam pergaulan. Dalam kesusastraan Sanskreta dikatakan bahwa orang yang memakai kalung atau perhiasan emas, dan memakai kosmetik yang berharga mahal serta memakai cendramata dan sebagainya belum bisa disebut berbusana yang baik. 

Manusia baru bisa dikatakan berbusana yang baik, bila mereka selalu mengucapkan perkataan yang baik dan halus. Dengan demikian harga diri bisa dinilai mela-lui ucapan. Hal ini ditekankan dalam Veda, supaya manusia bisa mengontrol ucapan yang tidak baik. 

Dalam mantra di atas dikatakan lidah kita hendaknya ditempati oleh kata-kata yang manis bagaikan madu dan selalu sejalan dengan kata-kata yang benar dan baik, demikian juga sampai ke tengah terus ke dalam, bahkan harus bisa sampai ke pikiran kita, agar kata-kata yang kasar dan tidak baik tidak mendapat tempat dalam pikiran kita.

Mantra tersebut sangat penting pada zaman sekarang karena saat ini manusia dari hal-hal yang kecil selalu mengucapkan kata-kata yang tidak baik yang dapat merugikan orang lain. Mulut yang tidak terkontrol sering meyebabkan kita mendapatkan kesulitan. Untuk itu dalam Mànavadharmaúàstra dijelaskan pentingnya melaksanakan monavrata, yaitu tidak bicara.  

Monavrata juga bukan semata tidak boleh berbicara melainkan di sini juga ditekankan boleh bicara, tetapi hendaknya harus selalu baik dan benar. Dikatakan juga melalui monavrata sebuah kekuatan akan muncul yang akan memberikan kedamaian kepada manusia. Karena itu, para åûi tidak banyak bicara dan selalu melaksanakan monavrata.

Ucapan kita akan baik dan benar bila kita berjalan pada jalan yang benar. Lingkungan yang baik akan mempengaruhi kita dalam berba-hasa dan bertutur kata dengan halus dan sopan. Sebaliknya, lingkungan yang tidak baik (tempat orang-orang jahat dan sebagainya) akan mempengaruhi kita untuk berkata-kata yang kasar dan jahat. Sebagai contoh ada sebuah cerita sebagai berikut.

Di sebuah hutan, ada sebuah rumah tempat pemotongan binatang (jagal). Di depan pintu rumah itu ada seekor burung kakaktua yang selalu melihat tuannya setiap hari mengucapkan tiga buah kalimat yaitu "Mari, selamat datang", "Mari, silahkan duduk" dan "Mari, potong"

Karena setiap hari burung itu mendengar ketiga kalimat tersebut, burung itu sangat hafal dan selalu meniru ucapan tersebut. Suatu hari seorang musafir sedang mencari àúrama para åûi. Karena lupa dan tersesat di jalan, akhirnya sampai di tempat pemotongan binatang tersebut, yang dikiranya sebuah àúrama

Tepat tiba di depan pintu, sang musafir mendengar suara seekor burung kakaktua berbunyi, "Mari, selamat datang" (sang musafir senang dan menganggap tiba di alamat yang benar). Kalimat yang kedua dari burung tersebut adalah "Mari silahkan duduk" (sang musafir kemudian duduk), dan kalimat yang ketiga yaitu "Mari potong" (sang musafir terkejut dan menjadi ketakutan lalu melarikan diri dari tempat itu). 

Kemudian sampai akhirnya pada suatu tempat, di sana dia menemukan sebuah rumah lagi, dan di sana juga ada seekor burung kakaktua yang juga mengucapkan kata-kata, yaitu pertama "Mari, selamat datang", dan kedua "Mari, silahkan duduk", dan yang terakhir yaitu "Mari, memuja Tuhan".  

Kalimat yang pertama dan kedua membuat si musafir cukup cemas karena dia ingat akan bunyi burung yang pertama kali dijumpainya di rumah jagal itu. Tetapi setelah mendengar kalimat yang ketiga, sang musafir menjadi tenang dan gembira karena menyadari bahwa inilah tempat yang benar yaitu àúrama para åûi

Dengan demikian, melalui cerita tersebut bisa dilihat bahkan seekor burung pun yang selalu mendengar kata-kata yang kasar dan tidak baik tentu akan mengikuti kata-kata tersebut. Sebaliknya burung yang tinggal di àúrama åûi yang selalu mendengar mantra-mantra dan meniru ucapan para åûi yang tidak pernah menyakiti siapa pun, tentunya juga akan selalu menirukan ucapan dan kata-kata yang baik. 

Untuk itu mantra tersebut menyarankan hendaknya kita tidak mengucapkan kata-kata yang kasar dan tidak baik yang bisa menyakiti orang lain. Tubuh yang luka bisa terobati tetapi hati atau perasaan seseorang yang luka karena ucapan sangat sulit disembuhkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar