Selasa, 03 Juli 2012

Asmara

SMARA

AsO me Smrtaidit ip[yo me Smrtaidit - 
deva" p[ ih,ut SmrmsO mamnu xoctu --
Asau me smaratàditi priyo me smaratàditi,
Devàá pra hióuta smaramasau màmanu úocatu.
(Atharvaveda: 6.130.2)
Semoga istriku (asau) selalu mengingatku (smaratàditi me). Demikian pula suamiku (priyo me) agar selalu mengingatku (smaratàditi). Para Dewa (devàh) membangkitkan (pra hióuta) keinginan kàma (smaram), sehingga sang istri / suami (asau) selalu memikirkannya (màmanu socatu).
’Semoga istriku selalu mengingatku. Demikian pula suamiku agar selalu mengingatku. Para Dewa membangkitkan keinginan kàma kami, sehingga kami suami/istri selalu memikirkannya’.
Dalam Veda terdapat mantra-mantra tentang dharma, artha, kàma, dan mokûa. Di satu sisi, dibicarakan bagaimana seseorang memandang dunia ini, dan selanjutnya memikirkan tujuannya yang lebih tinggi yaitu mencari mokûa. Di sisi lain, dibahas pula hal-hal keduniawian, yaitu bagaimana dalam menjalani kehidupan, artha dan kàma manusia dapat berlangsung dengan baik dan benar.
Para åûi memandang kàma dengan memberikan suatu definisi sebagai munculnya suatu perasaan antara laki-laki dan perempuan (seseorang pernah mengalami diri menjadi laki-laki atau perempuan) yang menyebabkan keterikatan antara laki-laki dan perempuan. Untuk itu, konsep kàma tidak diabaikan dalam Veda, bahkan secara mendetail dibahas dengan tujuan agar manusia memahami artinya secara baik dan benar.
Para åûi terutama Åûi Vàtsyàyana yang menulis Kàma Sùtra, membahas bahwa manusia memerlukan makanan untuk perut, kàma untuk pikiran, dan sembahyang untuk àtma

Beberapa orang dan juga para ilmuwan modern berpendapat, kàma adalah sama halnya dengan proses 'makan untuk hidup'. Tetapi, bukan berarti bahwa kàma sama dengan makan, karena tanpa makanan manusia tidak bisa hidup, sedangkan tanpa kàma manusia tetap bisa hidup. 
Agar suatu masyarakat menjadi lebih berkembang secara teratur dan murni, dikenalkan konsep brahmacarya, yaitu mengendalikan indera, mengatasi, dan selanjutnya menang atas indera itu. 

Perlu kita ketahui dalam catur àúrama yang terbagi menjadi empat bagian, yaitu brahmacàri, gåhastha, vànaprastha, dan saònyàsa, hanya satu àúrama saja yang 'mengijinkan' kàma itu digunakan yaitu dalam gåhastha àúrama

Hal itu bermakna sangat penting, yaitu bilamana manusia hidup teratur dalam tingkatan catur àúrama, di mana dalam setiap tingkatan (àúrama) manusia mempunyai hak dan tugas masing-masing. 

Dalam catur àúrama diharapkan agar keinginan (kàma) bisa ditempatkan pada masa gåhastha secara benar. Mantra tersebut perlu diucapkan untuk menghindar terjadinya perceraian, sehingga nantinya mereka akan hidup bahagia dengan putra-putrinya yang sehat dan terpelajar.
Satu lagi yang perlu diketahui bahwa hal tersebut juga dapat menghindari jumlah penduduk yang berkembang pesat tanpa kendali. Dalam konsep Veda, hanya saat gåhastha-lah sebaiknya tinggal di kota, dan yang lainnya agar tinggal di luar kota. Hal itu akan menyelesaikan masalah kepadatan kota dan menghindari kemungkinan terjangkitnya berbagai penyakit. 

Dalam Mànava Dharmaúàstra disebutkan mengenai keberadaan putra pertama sang Dharma, sedangkan putra-putri selanjutnya tidak lebih dari ikatan kàma saja. Sa eva dharmaja berarti yang paling utama adalah satu putra karena setelah itu yang lahir adalah ikatan kàma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar