Minggu, 17 Juni 2012

Wisnu




Wiûóu, yang juga dikenal sebagai MahàWiûóu, merupakan dewatà kedua dari trimùrti Hindu; yang menyatakan sattvaguóa dan merupakan kekuatan (gaya) sentripetal yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan, perlindungan dan merawat alam semesta yang diciptakan ini.


Pengertian ethimologis, kata Wiûóu berarti ‘ yang meliputi, atau yang menyusupi segalanya’. Oleh karena itu Dia merupakan realitas alam semesta yang melampaui dan juga immanen. Dia merupakan penyebab dan kekuatan bathin yang menimbulkan keberadaan ini. Nama lain Wiûóu yang sangat umum dan terkenal adalah Nàràyaóa; yang berarti:
  1. yang membuat air penyebab sebagai tempat tinggalnya;
  2. yang merupakan tempat kediaman seluruh mahluk manusia;
  3. yang membuat hati manusia sebagai tempat kedudukannya;
  4. yang merupakan tujuan akhir segenap mahluk manusia.


Penafsiran pertama telah memunculkan uraian tentang Nàràyaóa yang umum dan terkenal sebagai berikut:

Setelah peleburan alam semesta dari siklus sebelumnya dan sebelum penciptaan berikutnya, Nàràyaóa Tuhan Tertinggi, jatuh tertidur pada alas tidur ular Úeûa (yang juga disebut Ananta), yang mengapung pada air lautan Kûìrasamudra (lautan susu). 

Salah satu kaki-Nya berada dipangkuan dewì Lakûmì, pendamping-Nya, yang dengan lembut memijati-Nya. Ketika Dia bermimpi akan penciptaan berikutnya, sekuntum kembang padma muncul dari pusarnya bersama-sama dengan dewa Brahmà yang duduk disana. Setelah bangun, Dia menyuruh Brahmà untuk mulai dengan kegiatan penciptaan.

Ini merupakan gambaran yang sangat alegoris; dimana lautan menyatakan air penyebab sebagai sumber segala kehidupan yang tampaknya juga merupakan konsep yang tidak umum dijumpai dalam agama lainnya. Atau, karena itu merupakan Kûìrasamudra, lautan susu menyatakan wujud Prakåti atau alam yang paling murni dalam keadaannya yang tak terbedakan, dimana putihnya itu menandakan kemurnian.

Dari beberapa kesamaan kata Àpas (air), adalah kata Amåta (nektar, yang juga menyatakan kebahagiaan). Karena itu kita dapat mengatakan bahwa Nàràyaóa terapung pada lautan kebahagiaan, yang seharusnya terjadi demikian.
Ular Úeûa atau Ananta dikatakan memiliki seribu kepala dan menopang alam dunia pada tudung kepalanya. Ananta, yang arti sebenarnya 'tanpa akhir' atau 'takterbatas' sesungguhnya menandakan waktu kosmis yang takterbatas atau tanpa akhir. Dunia ciptaan ini muncul dalam keberadaan waktu dan dipelihara dalam waktu. Inilah makna dari ribuan tudung kepala ular kobra yang menyangga dunia. Ribuan tudung kepala ular hanya menyatakan pembagian waktu yang takterhitung banyaknya.

Konsep ribuan tudung kepala ular yang menyangga dunia juga dapat membawa pada penafsiran bahwa ular menyatakan ruang kosmis, dimana segalanya ada.

Kata Úeûa sendiri juga sangat bermakna, seperti 'yang tersisa', 'yang tinggal pada saat akhir'. Karena penciptaan tak dapat muncul dari ketiadaan, maka diperkirakan bahwa 'sesuatu' itu 'tertinggal' (úeûa) dari penciptaan sebelumnya, yang membentuk benih penciptaan berikutnya. Dengan demikian, Úeûa menyatakan totalitas dari jìva atau roh-roh individual dalam wujudnya yang halus, yang tertinggal dari siklus sebelumnya dan yang memerlukan kesempatan berikutnya untuk muncul kembali.

Ular juga dapat menyatakan Kàma atau keinginan yang senantiasa tertinggal (úeûa), bahkan setelah mendapatkan dan menikmati obyek-obyek keinginan itu sendiri. Hal ini berlangsung terus hingga mokûa atau pembebasan akhir. Karena itu, dalam pengertian kosmis, ia dapat menyatakan kehendak Tuhan untuk memulai siklus penciptaan berikutnya setelah istirahat.

Wiûóu senantiasa dilukiskan sebagai Nìlameghaúyàma, warna biru gelap bagaikan awan yang mengandung air hujan. Karena ruang kosong takterbatas itu tampak sebagai berwarna biru gelap, maka wajarlah apabila Wiûóu sebagai kekuatan kosmis yang meliputi segalanya itu dilukiskan berwarna biru.

Wujud gambaran Wiûóu yang paling umum memiliki satu wajah, empat lengan yang memegang Úaòkha (kulit kerang), Cakra (jentera), Gadà (pentungan), Padma (kembang seroja) dan mengenakan kalung dengan permata terkenal Kaustubha yang berayun-ayun pada gelung rambut Úrìvatsa pada dada kiri. Dia juga mengenakan rangkaian bunga atau permata yang bernama Vaijayantì.

Empat lengan menyatakan empat arah mata angin, sehingga merupakan kekuasaan mutlak-Nya pada segala arah. Úaòkha menyatakan lima unsur dasar, Cakra menyatakan pikiran kosmis, Gadà menyatakan kecerdasan kosmis dan kembang Padma menyatakan dunia yang berkembang ini. Seperti halnya kembang teratai yang muncul dari dalam air dan kuncup perlahan-lahan mengembang dalam segala kemegahannya, demikian juga dunia ini berasal dari air penyebab dan secara bertahap berkembang dalam segala kesemarakannya. 

Dengan demikian, kembang Padma disini melambangkan dunia yang berkembang ini. Dunia hanya dapat tercipta melalui kombinasi lima unsur, pikiran dan kecerdasan. Karena itu makna keseluruhan dari perlambang ini akan menjadi bahwa Wiûóu merupakan pencipta dan penguasa dunia ini.

Gelung rambut, Úrìvatsa menyatakan segala obyek kenikmatan, sebagai hasil dari alam. Permata Kaustubha yang bertengger di sana menyatakan si penikmat. Dengan demikian, dunia dualitas ini terdiri dari si penikmat dan yang dinikmati, seperti perhiasan yang dikenakan Wiûóu. Rangkaian bunga Vaijayantì melambangkan unsur-unsur halus (bhùta-tanmàtra).

Kadang-kadang dua buah sejata lagi, yaitu pedang Nandaka (yang menyatakan kebijaksanaan) dan busur Úàròga (yang menyatakan indra-indra kosmis) ditambahkan pada kasanah persenjataan Wiûóu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar