Rabu, 27 Juni 2012

Wangsa Isana di Jawa Timur

Ìúànawangsa (Jawa Timur)

Wangsa Isyana adalah sebuah dinasti yang berkuasa di Kerajaan Medang periode Jawa Timur pada abad ke-10 sampai awal abad ke-11.

Asal-Usul

Istilah Ìúàna berasal dari nama Sri Ìúàna Wikramadharmottunggadewa, yaitu gelar Mpu Sindok setelah menjadi raja Medang (929947). Dinasti ini menganut agama Hindu aliran Siwa.
Berdasarkan agama yang dianut, Mpu Sindok diduga merupakan keturunan Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang periode Jawa Tengah. Salah satu pendapat menyebutkan bahwa Mpu Sindok adalah cucu Mpu Daksa yang memerintah sekitar tahun 910–an. Mpu Daksa sendiri memperkenalkan pemakaian Sanjayawarsa (kalender Sanjaya) untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah keturunan asli Sanjaya. Dengan demikian, Mpu Daksa dan Mpu Sindok dapat disebut sebagai anggota Wangsa Sanjaya.
Kerajaan Medang di Jawa Tengah hancur akibat letusan Gunung Merapi menurut teori van Bammelen. Mpu Sindok kemudian memindahkan ibu kota Medang dari Mataram menuju Tamwlang. Beberapa tahun kemudian ibu kota dipindahkan lagi ke Watugaluh. Kedua istana baru itu terletak di daerah Jombang sekarang.
Mpu Sindok tidak hanya memindahkan istana Medang ke timur, namun ia juga dianggap telah mendirikan dinasti baru bernama Wangsa Ìúàna.
Namun ada juga pendapat yang menolak keberadaan Wangsa Sanjaya dan Wangsa Ìúàna, antara lain yang diajukan oleh Prof. Poerbatjaraka, Pusponegoro, dan Notosutanto. Menurut versi ini, dalam Kerajaan Medang hanya ada satu dinasti saja, yaitu Wangsa Syailendra, yang semula beragama Hindu. Kemudian muncul Wangsa Syailendra terpecah dengan munculnya anggota yang beragama Buddha.
Dengan kata lain, versi ini berpendapat bahwa Mpu Sindok adalah anggota Wangsa Syailendra yang beragama Hindu Siwa, dan yang memindahkan istana Kerajaan Medang ke Jawa Timur.

Silsilah Keluarga

Silsilah Wangsa Ìúàna dijumpai dalam prasasti Pucangan tahun 1041 atas nama Airlangga, seorang raja yang mengaku keturunan Mpu Sindok. Prasasti inilah yang melahirkan pendapat tentang munculnya sebuah dinasti baru sebagai kelanjutan Wangsa Sanjaya.
Cikal bakal Wangsa Ìúàna tentu saja ditempati oleh Mpu Sindok alias Maharaja Ìúàna. Ia memiliki putri bernama Sri Ìúànatunggawijaya yang menikah dengan pangeran Bali bernama Sri Lokapala. Dari perkawinan itu lahir Makutawangsawardhana, yang kemudian memiliki putri bernama Mahendradatta, yaitu ibu dari Airlangga.
Ayah dari Airlangga adalah Udayana Warmadewa raja Bali. Dalam beberapa prasasti, nama Mahendradatta atau Gunapriya Dharmapatni disebut lebih dulu sebelum suaminya. Hal ini menunjukkan seolah-olah kedudukan Mahendradatta lebih tinggi daripada Udayana. Mungkin saat itu Bali merupakan negeri bawahan Jawa. Penaklukan Bali diperkirakan terjadi pada zaman pemerintahan Dyah Balitung (sekitar tahun 890900–an)
Prasasti Pucangan juga menyebutkan seorang raja bernama Dharmawangsa Teguh, mertua sekaligus kerabat Airlangga. Para sejarawan cenderung sepakat bahwa Dharmawangsa adalah putra Makutawangsawardhana. Pendapat ini diperkuat oleh prasasti Sirah Keting yang menyebut Dharmawangsa dengan nama Sri Maharaja Ìúàna Dharmawangsa.
Dengan demikian, Dharmawangsa dapat dipastikan sebagai keturunan Mpu Sindok, meskipun prasasti Pucangan tidak menyebutnya dengan pasti.

Sindok, 929-947

Sejak berkuasanya raja Sindok, maka Jawa Timur menggantikan Jawa Tengah diatas panggung sejarah.

Dharmawangúa, 991 – 1016

Pengganti Makutawangsawardhana adalah Úrì Dharmawangúa Têguh Anantawikramottunggadewa.

Airlangga, 1019 – 1042

Waktu kerajaan Dharmawangúa mengalami pralaya, tahun 1016, Airlangga dapat meloloskan diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar