Pañca Niyama Brata
Niyama adalah
ajaran pengendalian diri tahap kedua. Seperti halnya Yama, Niyama inipun juga
terdiri dari lima bagian karena itu disebut Pañca Niyama Brata. Rinciannya
adalah sebagai berikut :
1. Akrodha
Akrodha
artinya tidak suka marah. Kebanyakan orang pasti pernah marah, bahkan sering
marah. Ada banyak hal yang dapat menyebabkan orang marah.
Hal-hal itu
antara lain : karena merasa harga dirinya diinjak-injak, dihina, karena
tersinggung, karena dimarahi, karena difitnah, ditipu, dibohongi, merasa
diperlakukan tidak adil, dan lain sebagainya. Dapat pula orang marah karena
keinginan yang tidak dipenuhi.
Dalam hal ini
orang sering menginginkan agar orang lain mau seperti yang ia inginkan. Jika
tidak maka marahlah ia, dengan tidak menyadari bahwa orang lain bukanlah
dirinya. Selain itu dapat pula orang marah karena penyakit tertentu. Yang
jelas, apapun alasannya marah itu tetap tidak baik.
Orang yang
suka marah-marah, bukanlah orang yang gagah dan kuat, tapi sebaliknya ia
sungguh-sungguh bodoh dan lemah. Karena orang yang demikian halnya berarti
belum mampu menundukkan musuh dalam dirinya.
Krodha lawan dari Akrodha itu adalah salah
satu musuh dalam diri manusia yang patut selalu diwaspadai dan ditaklukkan.
Kemarahan sering juga disusul dengan kebencian dan dendam. Patut diingat bahwa
kebencian dan dendam itu adalah racun bathin yang sangat berbahaya dan dapat
menghancurkan kehidupan spiritual seseorang.
Kebencian
tidak akan pernah ada akhirnya jika sama-sama dihadapi dengan membenci. Ia
hanya dapat ditaklukkan dengan cinta kasih. Cinta kasih ini akan menumbuhkan
kesabaran yang tinggi. Kesabaran ini memang pahit rasanya, namun buahnya manis,
orang sabar dikasihi Tuhan. Sedang orang pemarah dikasihi setan.
Pengetahuan,
kebijaksanaan serta pengalaman hidup itu merupakan senjata yang dapat
diandalkan untuk menaklukkan kemarahan. Melalui akrodha dapat memberikan
kemuliaan hidup kepada seseorang.
2. Guru
Úuúrùûa
Guru Úuúrùûa
berarti bhakti berguru. Ada tiga jenis guru yang harus dibhakti atau dihormati.
- Pertama, orang harus berbhakti kepada Guru Rùpaka, yaitu orang tua, ibu dan ayah. Orang hendaknya sadar betapa besar pengorbanan dan kasih sayang orang tua yang telah dicurahkan pada anaknya untuk memelihara dan mendidiknya. Orang yang durhaka terhadap orang tuanya tidak akan selamat hidupnya di dunia maupun akhirat kelak.
- Kedua, orang harus bhakti terhadap Guru Pengajian, yaitu orang yang mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan dan mendidiknya, sehingga menjadi manusia yang berguna. Seseorang yang tidak berbhakti terhadap guru pengajiannya tidak akan berhasil menuntut ilmu pengetahuan dengan sempurna.
- Ketiga, orang harus bhakti kepada Guru Wiúeûa, yaitu pemerintah, karena pemerintah selalu memberikan pengayoman dan mengatur hidup bermasyarakat dan bernegara sehingga tertib dan damai.
Demikianlah
orang harus berbhakti terhadap ketiga jenis guru tersebut (disebut Tri Guru).
Selain orang harus berbhakti terhadap tri guru tersebut, hendaknya pula
berbhakti terhadap guru sejati yaitu Sanghyang Parameûþhi Guru. Tuhan Yang Maha
Kuasa, karena dari Beliaulah sumber segalanya ini.
Jadi Guru
Úuúrùûa disini menuntun orang kepada kesucian hati dan kearifan.
3. Úauca
Úauca berarti
kesucian lahir batin. Ini berarti badan harus bersih dan kebersihan badan akan
mempengaruhi kebersihan jiwa.
Dengan
demikian maka badan harus dihindari dari sesuatu yang sekiranya akan dapat
mencemarinya, seperti makanan, minuman, pakaian, barang-barang kimia, dan
lainnya.
Seringkali
bila badan tersentuh nikmat benda akan meninggalkan kesan mendalam dalam
pikiran dan bila berjumpa dengan sumber nikmat itu, akan timbul pula guncangan
pikiran untuk ingin menikmati lagi.
Ternyata bila
dibiarkan pikiran itu akan manja dan badan akan dikoyak-koyaknya sampai dalam
kelelahan. Karena itu pikiran harus juga suci dan kesucian pikiran akan
mempengaruhi kesucian batin.
4.
Àharalàghawa
Àharalàghawa
artinya makan sepatutnya, sesuai dengan kebutuhan tubuh. Badan atau tubuh ini
tidak akan ada jika tanpa makan atau minum. Karena tanpa itu manusia tidak akan
bisa hidup bersama tubuhnya.
Walaupun
demikian, tidaklah berarti bahwa hidup ini untuk makan semata, tapi sebaliknya
makan itu untuk menunjang kehidupan.
Dalam hal
makan, orang harus berdasar aturan makan, orang harus tahu memilih makanan yang
diperlukan tubuh, baik sebagai sumber tenaga juga sebagai sumber pembangunan
organ tubuh yang rusak.
Perlu diingat
bahwa setiap makanan baik dan berguna bagi tubuh. Adakalanya makanan itu
menjadi sumber penyakit tertentu. Untuk itu diperlukan memilih makanan yang
sehat.
Orang harus
tahu ukuran makanan yang akan dimakan agar tidak berlebihan dalam mengkonsumsi
makanan sehingga tidak menjadi sia-sia.
Dalam hal
makan, hendaknya orang tidak saja memperhatikan selera kenikmatan lidah semata,
yang terpenting adalah kandungan gizi makanan tersebut. Dalam hal ini seseorang
harus dapat mengendalikan Jihwendriyanya, yaitu Indriya pada lidah.
Jadi pada
prinsipnya Àharalàghawa mengajarkan agar makan yang menyehatkan dan
mengembangkan pola hidup sederhana untuk mencapai ketenangan dan kesucian hidup
lahir batin.
5. Apramada
Apramada
artinya tidak lalai. Kelalaian akan mengakibatkan dosa, malapetaka dan
kehancuran.
Kelalaian
berarti tiada kesadaran. Meredupnya pancaran kesadaran berarti menebalnya kabut
kegelapan yang menyelimuti sang Jìwàtma/kesadaran, yang selanjutnya membawa
seseorang pada dosa.
Kelalaian juga dapat menyebabkan malapetaka
dan kehancuran. Orang sering lalai pada masalah-masalah yang tampaknya kecil
namun bisa membawa resiko yang sangat besar.
Ingatlah
seperti virus, baksil dan bibit penyakit lainnya, yang tidak terlihat oleh mata
telanjang, namun dapat membunuh berjuta umat manusia di dunia.
Demikianlah
hendaknya agar seseorang senantiasa selalu waspada dan berhati-hati baik dalam
berpikir. Berkata dan perbuatan, baik terhadap yang kecil maupun hal yang besar
resikonya. Ketidaklalaian atau Apramada ini menjaga dan mengawasi seseorang
agar selamat dalam hidupnya untuk menuju pada alam kesadaran. Karena
ketidaklalaian berarti senantiasa menjaga kesadaran itu sendiri.
Adapun Sasana
atau aturan-aturan yang dijelaskan dalam kitab Úilakrama ini, memberikan suatu
arahan dan tujuan agar seseorang Pinandita hendaknya mampu memelihara kesucian
di dalam dirinya dalam mengemban tugas/misi suci Tuhan.
Baik itu yang
bersifat lahiriah yang dituangkan dalam ajaran Yama Brata, maupun yang bersifat
batiniah yang dituangkan dalam ajaran Niyama Brata. Ajaran Yama dan Niyama
Brata meletakkan dasar kode etik atau Sasana, pada sistem disiplin diri.
Apabila setiap
individu telah tertanam disiplin pribadi yang kokoh, dengan sendirinya apa yang
menjadi tujuan seseorang dalam menempuh kehidupan rohani akan terwujud
kesuciannya.
Ringkasan
- Pañca
Niyama Brata artinya lima pengendalian diri dalam tingkat mental untuk mencapai
kesempurnaan dan kesucian bathin.
- Bagian-bagian Pañca Niyama Brata:
a. Akrodha artinya tidak lekas marah
b. Guru Úuúùûra artinya taat kepada guru
c. Úauca artinya suci lahir bathin
d. Àharalàghawa artinya makan secukupnya
e. Apramada artinya tidak lalai dengan kewajiban - Contoh
Pañca Niyama Brata:
a. Tidak suka marah
b. Hormat dan bhakti kepada Catur Guru
c. Makan secukupnya sesuai kebutuhan tubuh
d. Menjaga kesucian lahir batin e. Taat terhadap kewajiban
Tidak ada komentar:
Posting Komentar