Selasa, 19 Juni 2012

Laksmi


Lakûmì


Untuk alasan yang jelas, Lakûmì, dewì keberuntungan lebih diutamakan ketimbang Sarasvatì, dewì pengetahuan. Menjadi daya dan pendamping Wiûóu, sang pemelihara, dia menyatakan sebagai daya penggandaan dan dewì keberuntungan, yang keduanya dibutuhkan dalam proses pemeliharaan tersebut.
'Úrì' atau 'Lakûmì', seperti yang diuraikan dalam kitab-kitab Weda, adalah dewì kekayaan dan keberuntungan, kekuasaan dan keindahan. 

Walaupun ada keleluasaan untuk pengandaian bahwa Úrì dan Lakûmì sebagai dua dewatà terpisah, uraian tentang mereka sangat identik, sehingga kita cenderung menyimpulkan bahwa mereka menyatakan satu dewatà yang sama. Beberapa orang sarjana berpendapat bahwa 'Úrì' merupakan dewatà pra-Weda yang dikaitkan dengan kesuburan, air dan pertanian. Kemudian dia digabungkan dengan Lakûmì, dewì keindahan Weda.

Dalam penjelmaan pertamanya, menurut kitab-kitab Puràóa, dia merupakan putri sang bijak Bhågu dengan istrinya Khyàti. Kemudian dia muncul dari lautan susu pada saat pengadukannya. Sebagai pendamping Wiûóu, dia akan selalu lahir mendampingi penjelmaan-penjelmaan Wiûóu. Ketika Wiûóu menjelma menjadi Vàmana, Paraúuràma, Ràma dan Kåûóa, dia muncul sebagai Padmà (Kamalà), Dharaóì, Sìtà dan Rukmióì. Dia tak terpisahkan dengan Wiûóu, seperti halnya kata-kata dari artinya atau pengetahuan dari kecerdasan, atau perbuatan baik dari kebajikan. Ia (Wiûóu) menyatakan segala yang bersifat laki-laki dan dia (Lakûmì) menyatakan segala yang bersifat perempuan.

Lakûmì biasanya dilukiskan sebagai teramat cantik mempesona dan berdiri pada sekuntum kembang padma dan menggenggam bunga-bunga padma pada kedua tangannya. Mungkin hal inilah yang menyebabkan ia dinamakan Padmà atau Kamalà. Dia juga dipuja dengan rangkaian kembang teratai. Seringkali gajah terlihat pada masing-masing sisinya, mencurahkan air dari kendi kearahnya; kendi yang diberikan oleh para gadis-gadis surgawi. Warnanya digambarkan berbagai macam seperti agak gelap, merah muda, kuning keemasan atau putih. 

Sementara ditemani Wiûóu, dia tampak hanya dengan dua tangan saja. Bila dipuja dalam sebuah kuil - kuil terpisah untuk Lakûmì saja jarang - dia terlihat duduk pada tahta kembang padma, dengan empat lengan memegang Padma, Úaòkha, Amåtakalaúa (periuk ambrosia) dan buah Bilva. Kadang-kadang, jenis buah-buahan lain, Mahàliòga (jeruk) terlihat selain buah Bilva. Bila terlihat dengan delapan lengan, busur dan anak panah, gada dan cakra ditambahkan. Ini sesungguhnya Mahàlakûmì, aspek dari Durgà.

Sekarang kita dapat mengusahakan suatu penjelasan yang ada dibalik gambaran yang sangat simbolis ini. Bila Lakûmì digambarkan berkulit gelap, itu untuk menunjukkan bahwa dia merupakan pendamping Wiûóu, dewa yang berkulit gelap. Bila kuning keemasan, itu menunjukkannya sebagai sumber segala kekayaan. Bila putih, dia menyatakan wujud termurni dari Prakåti (alam) sebagai asal perkembangan alam semesta raya ini. 

Dengan kulit berwarna merah muda, yang lebih umum, mencerminkan welas asihnya terhadap mahluk hidup, karena dia merupakan ibu dari segalanya. Empat tangannya menyatakan daya kekuasaannya untuk menganugerahi empat puruûàrtha (tujuan hidup manusia), Dharma (kebajikan), Artha (kekayaan), Kàma (kesenangan, keinginan), dan Mokûa (kebebasan).

Kembang-kembang teratai dalam berbagai tahap mekarnya menyatakan dunia dan mahluk-mahluk dalam berbagai tahap evolusi.

Buah menyatakan hasil dari kegiatan kerja kita. Namun, walaupun kita bekerja keras membanting tulang, jika Ibu tidak cukup murah hati untuk memberi hasil dari kegiatan kerja kita, maka tak ada sesuatupun yang akan memberikan hasil. Bila buah itu adalah kelapa - dengan batok kelapa, lembaga dan air - itu berarti bahwa daripadanya muncul tiga tingkat penciptaan, yang kasar, yang halus dan yang paling halus. Bila buah itu buah delima atau jeruk, itu menyatakan bahwa berbagai dunia ciptaan ini berada di bawah pengendaliannya dan mengatasi segalanya itu. Bila itu buah Bilva - yang secara insidentil tidak begitu enak dan menarik, tetapi sangat baik untuk kesehatan - menandakan Mokûa, hasil tertinggi dari kehidupan spiritual.

Amåtakalaúa juga menyatakan hal yang sama, yaitu bahwa dia dapat memberi kita kebahagiaan akan keabadian.

Pada beberapa pahatan yang menggambarkan Lakûmì, burung hantu diperlihatkan sebagai tunggangannya. Tampak agak aneh dan ganjil bahwa dewì keberuntungan dan kecantikan harus menunggangi burung yang jelek sebagai kendaraannya! Sekali makna simbolis dari keanehan ini dikenali, kita akan berada pada posisi lebih baik untuk menghargai burung malang dan majikannya yang welas asih ini.

Bahasa Sanskerta untuk burung hantu ini adalah Ulùka, yang juga merupakan salah satu nama dari Indra, raja para dewa! Karena Lakûmì menjadi dewì keberuntungan tak dapat menemukan orang yang lebih baik untuk mengendarainya, selain raja para dewa, yang menjadi wujud dari segala kekayaan, kekuasaan dan kemuliaan yang dapat diinginkan mahluk hidup dalam kehidupannya ini. Pada saat yang sama, disini merupakan suatu peringatan yang diberikan kepada para pencari kekayaan sekuler dan bukannya kekayaan spiritual, dengan membandingkan kemuliaan Indra pada kejelekan burung yang kasar dan kadang-kadang buta ini.

Berdasarkan uraian indah yang diberikan dalam Bhagavadgìtà II. 69, kita dapat menjadi cukup murah hati untuk membandingkan burung hantu kita dengan Sthitaprajña, orang dengan kebijaksanaan mantap. Kemudian, lambang itu akan berarti bahwa Ibu Lakûmì adalah dewì kebijaksanaan spiritual. 

Bila kita tidak begitu murah hati, maka kita dapat belajar dari padanya dengan cara lain, misalnya: 'Jangan menghalangi matamu terhadap sinar kebijaksanaan yang datang dari matahari pengetahuan!' Atas pertimbangan demi umat manusia, Ibu maha welas asih ini telah menjaga perwujudan kebodohan ini tetap berada di bawah pengendaliannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar