Rabu, 20 Juni 2012

Evolusi Jìwa (Menuju Perkembangan)

Menuju Perkembangan

Jìwa itu tak pernah mati, tetap hidup, abadi dan tetap memiliki kesadaran selamanya. Setelah melalui proses yang disebut kematian, jìwa meninggalkan badan fisik dan sang jìwa melanjutkan kehidupannya di alam halus dengan memakai badan halus, sebelum berinkarnasi (menjelma) kembali. 


Selama sang jìwa meninggalkan badan fisik, segala pengalaman yang telah diperoleh melalui badan fisik yang pernah dipakainya sebagai pelajaran hidup akan dibawanya dan tetap dimiliki sebagai pembentuk watak atau kebiasaan yang baru, atau sebagai benih-benih dasar dari sifatnya yang baru untuk diwujudkan kembali dalam penjelmaan berikutnya.

Kalau kita hanya memandang evolusi badan fisik seperti yang diungkapkan oleh Darwin, maka kita hanya membicarakan satu sisi saja dari evolusi. Padahal di balik badan fisik itu terdapat jìwa, sebagai kesadaran yang abadi. Sebatang tumbuhan meskipun telah mati tetapi azaz kehidupan yang terdapat pada tumbuhan tersebut sama sekali tidak mati. Apabila sebatang pohon mawar mati, maka pengalaman-pengalamannya yang mungkin berkaitan dengan sinar matahari dan badai, ataupun perjuangan hidupnya, semua itu dipergunakan sebagai bekal bagi perwujudan mawar pada kehidupan baru berikutnya yang lebih baik dan sanggup untuk mempertahankan kehidupan itu. 

Sesosok manusia merupakan makhluk indivudual dan meskipun ada ikatan mistis antara dia dengan sesamanya dalam persaudaraan semesta, namun setiap orang akan melangkah maju pada jalannya sendiri dan juga menciptakan hari kemudiannya sendiri. Dalam pribadinya tersimpan segala pengalaman yang diperoleh dari kehidupan demi kehidupan, tanpa membaginya dengan orang lain. Segala pengalaman hidup merupakan dasar dari perwujudan dan nasib pada kehidupan berikutnya. Meskipun kelahiran dan kematian datang berulangkali apa yang telah diperoleh sebagai pengalaman hidup tak ada yang hilang. 

Dalam evolusi terdapat banyak tahapan. Pada tahap awal perkembangan evolusi berawal di alam halus, alam non-fisik, di mana tahap kehidupan ini disebut tahap kehidupan elemental. Secara bertahap bentuk kehidupan yang masih laten tersebut akan mengembangkan diri melalui media zat-zat mineral dan di sanalah perwujudan jìwa yang masih amat muda itu berkembang. Setelah itu, misinya menyempurnakan diri yang dilanjutkan dengan kelahiran sebagai protoplasma, lalu sebagai tumbuhan. 

Dan diwaktu berikutnya, sang jìwa akan lahir sebagai binatang. Berikutnya, sang jìwa akan lahir sebagai manusia. Dalam perwujudannya sebagai manusia, jìwa sudah menampakkan kedewasaannya, yang merupakan jìwa yang sudah sangat berkembang, sebagai makhluk individual yang dapat berpikir, yang memiliki cinta kasih, cita-cita mulia dan hal-hal lain yang bersifat luhur. Tetapi sadarlah bahwa manusia bukanlah mata rantai terakhir dari perjalanan evolusi. Evolusi sang jìwa adalah manifestasi dari kepribadiannya. 

Evolusi hidup bukanlah semata-mata hal mendapatkan atau memperoleh sesuatu, sebab di balik kehidupan itu terdapat sesuatu yang lebih agung, yaitu kesadaran sejati. Beliau yang Mahapengasih akan menganugerahkan Maha Diri pribadinya sendiri, sebagai hasil dari pencapaian evolusi tertinggi dari sang jìwa. 

Ada banyak jalur evolusi dalam perkembangan sang jìwa, yang di antara masing-masing jalur tersebut saling terlepas bebas tidak saling bergantung. Dua di antara banyak arus evolusi kehidupan itu adalah arus kehidupan manusia dan yang satunya lagi, sejajar dengan arus kehidupan ini adalah arus kehidupan para dewa atau yang sering disebut malaikat. 

Seperti sudah diuraikan, bahwa kehidupan manusia sebelumnya telah melewati perkembangan sebagai binatang, tumbuhan, mineral, serta kehidupan elemental. Sejak tahapan zat mineral tersebut, salah satu dari dua arus kehidupan tersebut menyimpang, menempuh arus yang berbeda melalui rangkaian arus binatang, jin, arus kedewaan. Masih terdapat banyak arus evolusi lain, tetapi kita kekurangan informasi tentang segala sesuatunya dan ini merupakan lapangan penelitian jìwani yang baru.

Perkembangan evolusi yang kita bicarakan di atas akan mencapai tingkat makhluk yang di Tibet disebut sebagai Zhyan Chohan. Dan dari sini evolusi akan berjalan terus secara bertahap untuk mencapai puncak evolusi tertinggi. Dari keenam macam arus evolusi yang kami sampaikan melalui skema di atas hanya dua arus kehidupan saja yang memakai badan jasmani. Dan satu di antara dua arus itu akan mencapai manusia. Sedangkan lima arus yang lain dalam evolusi yang sejajar itu berjalan menuju arus kedewaan.




Dalam tahap evolusi sebagai manusia, untuk tujuan pembahasan kejìwanian maka watak manusia dibagi menjadi tujuh tipe, yaitu:
1. Bhakti
  • kecintaan pada Tuhan
  • biasanya menginginkan Tuhan dalam wujud
2. Cinta Kasih
  • Cinta yang mendalam kepada seseorang  
  • Cinta kepada sesamanya
3. Dramatik
  • kesahidan 
  • Pengarang filosofis 
  • Hal-hal yang dramatis
4. Keilmuan
  • bersandar pada percobaan 
  • teoritis
5. Pelaksana,  
  • berpengaruh, dramatis
6. Kebijaksanaan
  • artistik, kemanusiaan 
  • merekam dan menganalisa
7. Ritualistik
  • suka dengan upacara 
  • suka dengan hal-hal simbolik
Masing-masing dari tipe ini memiliki temperamen yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Bukan berarti bahwa tipe yang satu lebih baik dibandingkan dengan tipe yang lain. Di dalam drama maha evolusi semuanya memiliki kemuliaan yang sama.
Kalau kita perhatikan orang-orang dengan tipe bhakti (devosi) yang terdapat disekitar kita, maka kita akan tahu bahwa mereka merasa puas kalau Tuhan dipuja dalam wujud tertentu, di mana tanpa melalui wujud itu ia akan sulit untuk menjadikan Tuhan sebagai tambatan hati. Ada juga orang-orang dengan jiwa bhakti yang dramatik. Oleh karena itu mereka sangat berhasrat dalam kesahidan. 

Hal ini bukan untuk gagah-gagahan semata, atau ingin dihormati, tetapi disebabkan oleh hasrat bathin yang mengatakan bahwa hidup yang berbhakti itu tidak akan menjadi kenyataan, tidak menjadi kehidupan yang sungguh-sungguh tanpa sesuatu yang bersifat dramatis. 
Kehidupan dengan tipe cinta kasih itu juga beraneka macam. Ada yang seluruh hidupnya difokuskan untuk mencintai seorang saja, seperti Romeo dan Juliet, yang siap meninggalkan segalanya demi untuk satu jiwa itu saja. Tetapi ada yang tidak memiliki cinta semacam itu, namun akan berbahagia dengan memperluas cinta kasihnya dengan orang-orang disekitarnya. 
Tipe dramatik yang salah satu ragamnya telah diuraikan di depan memang merupakan tipe yang menarik perhatian oleh karena sering menimbulkan salah pengertian terhadap sifat mereka. Bagi tipe ini kehidupan dianggap tidak nyata dan sungguh-sungguh kalau kehidupan itu tidak seperti cerita drama. 

Kebahagiaan tidak dianggap kebahagiaan, kecuali itu merupakan drama yang di dalamnya ia memainkan peran utama. Kesedihanpun baru merupakan kesedihan kalau hal itu telah menyebabkan cucuran air mata yang menenggelamkannya. Bagi orang-orang dengan dasar jiwa dramatik dan pelaksana maka kehidupan seorang pahlawan medan perang atau kehidupan seorang pemimpin politik akan mempunyai daya tarik yang besar. 
Pada tipe keilmuan, pembawaan dasarnya yang suka melakukan percobaan dan teoritik mudah sekali dikenal. Sedangkan sarjana yang suka memamerkan atau menonjolkan kemethodean itu dipengaruhi oleh tipe dramatik. Cara bertindak atau tingkah laku yang demikian itu disebabkan oleh temperamen pemberian Tuhan atau temperamen bawaan sebagai dasar emosi dalam dirinya yang akan dia nyatakan dan terus menerus disempurnakannya melalui proses evolusi kehidupannya. 
Tumbuhan, binatang dan manusia memiliki kemampuan hidup yang berbeda, sebagai akibat dari evolusinya. Tumbuhan memiliki kekuatan hidup, melalui naluri yang amat sederhana ia dapat mencari arah datangnya sinar matahari dan akarnya mencari adanya sumber air. Binatang memiliki kemampuan yang lebih tinggi; nalurinya sudah berkembang dengan lebih hebat, dapat merasakan emosi seperti sedih dan takut, dan lain sebagainya. 

Pada diri manusia setelah memiliki kekuatan hidup dan naluri yang baik, akan berkembang kemampuan intelektual, kekuatan intuisi, sifat-sifat luhur dan lain-lainnya. Melalui perwujudan makhluk yang lebih tinggi, maka kemampuan-kemampuan lain akan semakin disempurnakan.
Evolusi jiwa yang akan dibicarakan di sini tak ada hubungannnya dengan evolusi badan fisik yang diungkapkan oleh CharlesDarwin. Dalam teori evolusi Darwin, suatu makhluk akan memiliki keturunan yang semakin berbeda dengan induknya, karena akan menyesuaikan diri dengan alam lingkungan di mana makhluk itu berkembang. 

Menurut teori ini, nenek moyang gajah jutaan tahun yang lalu adalah binatang mamouth yang amat besar. Binatang biawak merupakan garis keturunan dari binatang raksasa yang amat besar sejenis dinosaurus. 

Dan konon manusia adalah garis keturunan sejenis kera tertentu. Jika hasil penelitian ilmiah membuktikan adanya makhluk-makhluk yang amat besar jutaan tahun yang lalu, rupanya tidak salah kalau kitab suci juga telah membicarakan tentang makhluk raksasa tersebut. 
Jìwa itu abadi dan tak mengenal kematian; ia juga berevolusi menuju ke kesempurnaan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar