Menuju Perkembangan
Jìwa itu tak pernah mati, tetap hidup, abadi dan tetap
memiliki kesadaran selamanya. Setelah melalui proses yang disebut kematian,
jìwa meninggalkan badan fisik dan sang jìwa melanjutkan kehidupannya di alam
halus dengan memakai badan halus, sebelum berinkarnasi (menjelma) kembali.
Selama sang jìwa meninggalkan badan fisik, segala pengalaman yang telah
diperoleh melalui badan fisik yang pernah dipakainya sebagai pelajaran hidup
akan dibawanya dan tetap dimiliki sebagai pembentuk watak atau kebiasaan yang
baru, atau sebagai benih-benih dasar dari sifatnya yang baru untuk diwujudkan
kembali dalam penjelmaan berikutnya.
Kalau kita hanya memandang evolusi badan fisik seperti yang
diungkapkan oleh Darwin,
maka kita hanya membicarakan satu sisi saja dari evolusi. Padahal di balik
badan fisik itu terdapat jìwa, sebagai kesadaran yang abadi. Sebatang tumbuhan
meskipun telah mati tetapi azaz kehidupan yang terdapat pada tumbuhan tersebut
sama sekali tidak mati. Apabila sebatang pohon mawar mati, maka
pengalaman-pengalamannya yang mungkin berkaitan dengan sinar matahari dan
badai, ataupun perjuangan hidupnya, semua itu dipergunakan sebagai bekal bagi
perwujudan mawar pada kehidupan baru berikutnya yang lebih baik dan sanggup
untuk mempertahankan kehidupan itu.
Sesosok manusia merupakan makhluk indivudual dan meskipun ada
ikatan mistis antara dia dengan sesamanya dalam persaudaraan semesta, namun
setiap orang akan melangkah maju pada jalannya sendiri dan juga menciptakan
hari kemudiannya sendiri. Dalam pribadinya tersimpan segala pengalaman yang
diperoleh dari kehidupan demi kehidupan, tanpa membaginya dengan orang lain.
Segala pengalaman hidup merupakan dasar dari perwujudan dan nasib pada
kehidupan berikutnya. Meskipun kelahiran dan kematian datang berulangkali apa
yang telah diperoleh sebagai pengalaman hidup tak ada yang hilang.
Dalam evolusi terdapat banyak tahapan. Pada tahap awal
perkembangan evolusi berawal di alam halus, alam non-fisik, di mana tahap
kehidupan ini disebut tahap kehidupan elemental. Secara bertahap bentuk
kehidupan yang masih laten tersebut akan mengembangkan diri melalui media
zat-zat mineral dan di sanalah perwujudan jìwa yang masih amat muda itu
berkembang. Setelah itu, misinya menyempurnakan diri yang dilanjutkan dengan
kelahiran sebagai protoplasma, lalu sebagai tumbuhan.
Dan diwaktu berikutnya,
sang jìwa akan lahir sebagai binatang. Berikutnya, sang jìwa akan lahir sebagai
manusia. Dalam perwujudannya sebagai manusia, jìwa sudah menampakkan
kedewasaannya, yang merupakan jìwa yang sudah sangat berkembang, sebagai
makhluk individual yang dapat berpikir, yang memiliki cinta kasih, cita-cita
mulia dan hal-hal lain yang bersifat luhur. Tetapi sadarlah bahwa manusia
bukanlah mata rantai terakhir dari perjalanan evolusi. Evolusi sang jìwa adalah
manifestasi dari kepribadiannya.
Evolusi hidup bukanlah semata-mata hal
mendapatkan atau memperoleh sesuatu, sebab di balik kehidupan itu terdapat
sesuatu yang lebih agung, yaitu kesadaran sejati. Beliau yang Mahapengasih akan
menganugerahkan Maha Diri pribadinya sendiri, sebagai hasil dari pencapaian
evolusi tertinggi dari sang jìwa.
Ada banyak jalur evolusi dalam perkembangan sang jìwa, yang
di antara masing-masing jalur tersebut saling terlepas bebas tidak saling
bergantung. Dua di antara banyak arus evolusi kehidupan itu adalah arus
kehidupan manusia dan yang satunya lagi, sejajar dengan arus kehidupan ini
adalah arus kehidupan para dewa atau yang sering disebut malaikat.
Seperti sudah diuraikan, bahwa kehidupan manusia sebelumnya
telah melewati perkembangan sebagai binatang, tumbuhan, mineral, serta
kehidupan elemental. Sejak tahapan zat mineral tersebut, salah satu dari dua
arus kehidupan tersebut menyimpang, menempuh arus yang berbeda melalui
rangkaian arus binatang, jin, arus kedewaan. Masih terdapat banyak arus evolusi
lain, tetapi kita kekurangan informasi tentang segala sesuatunya dan ini
merupakan lapangan penelitian jìwani yang baru.
Perkembangan evolusi yang kita bicarakan di atas akan
mencapai tingkat makhluk yang di Tibet disebut sebagai Zhyan Chohan.
Dan dari sini evolusi akan berjalan terus secara bertahap untuk mencapai puncak
evolusi tertinggi. Dari keenam macam arus evolusi yang kami sampaikan melalui
skema di atas hanya dua arus kehidupan saja yang memakai badan jasmani. Dan
satu di antara dua arus itu akan mencapai manusia. Sedangkan lima arus yang
lain dalam evolusi yang sejajar itu berjalan menuju arus kedewaan.
Dalam tahap evolusi sebagai manusia, untuk tujuan pembahasan kejìwanian maka watak manusia dibagi menjadi tujuh tipe, yaitu:
1. Bhakti,
- kecintaan pada Tuhan
- biasanya menginginkan Tuhan dalam wujud
2. Cinta Kasih,
- Cinta yang mendalam kepada seseorang
- Cinta kepada sesamanya
3. Dramatik,
- kesahidan
- Pengarang filosofis
- Hal-hal yang dramatis
4. Keilmuan,
- bersandar pada percobaan
- teoritis
5. Pelaksana,
- berpengaruh, dramatis
6. Kebijaksanaan,
- artistik, kemanusiaan
- merekam dan menganalisa
7. Ritualistik,
- suka dengan upacara
- suka dengan hal-hal simbolik
Masing-masing dari tipe ini memiliki temperamen yang berbeda-beda
antara satu dengan yang lainnya. Bukan berarti bahwa tipe yang satu lebih baik
dibandingkan dengan tipe yang lain. Di dalam drama maha evolusi semuanya
memiliki kemuliaan yang sama.
Kalau kita perhatikan orang-orang dengan tipe bhakti (devosi)
yang terdapat disekitar kita, maka kita akan tahu bahwa mereka merasa puas
kalau Tuhan dipuja dalam wujud tertentu, di mana tanpa melalui wujud itu ia
akan sulit untuk menjadikan Tuhan sebagai tambatan hati. Ada juga orang-orang
dengan jiwa bhakti yang dramatik. Oleh karena itu mereka sangat
berhasrat dalam kesahidan.
Hal ini bukan untuk gagah-gagahan semata, atau ingin dihormati, tetapi disebabkan oleh hasrat bathin yang mengatakan bahwa hidup yang berbhakti itu tidak akan menjadi kenyataan, tidak menjadi kehidupan yang sungguh-sungguh tanpa sesuatu yang bersifat dramatis.
Hal ini bukan untuk gagah-gagahan semata, atau ingin dihormati, tetapi disebabkan oleh hasrat bathin yang mengatakan bahwa hidup yang berbhakti itu tidak akan menjadi kenyataan, tidak menjadi kehidupan yang sungguh-sungguh tanpa sesuatu yang bersifat dramatis.
Kehidupan dengan tipe cinta kasih itu juga beraneka macam.
Ada yang seluruh hidupnya difokuskan untuk mencintai seorang saja, seperti
Romeo dan Juliet, yang siap meninggalkan segalanya demi untuk satu jiwa itu
saja. Tetapi ada yang tidak memiliki cinta semacam itu, namun akan berbahagia
dengan memperluas cinta kasihnya dengan orang-orang disekitarnya.
Tipe dramatik yang salah satu ragamnya telah diuraikan di
depan memang merupakan tipe yang menarik perhatian oleh karena sering
menimbulkan salah pengertian terhadap sifat mereka. Bagi tipe ini kehidupan
dianggap tidak nyata dan sungguh-sungguh kalau kehidupan itu tidak seperti
cerita drama.
Kebahagiaan tidak dianggap kebahagiaan, kecuali itu merupakan drama yang di dalamnya ia memainkan peran utama. Kesedihanpun baru merupakan kesedihan kalau hal itu telah menyebabkan cucuran air mata yang menenggelamkannya. Bagi orang-orang dengan dasar jiwa dramatik dan pelaksana maka kehidupan seorang pahlawan medan perang atau kehidupan seorang pemimpin politik akan mempunyai daya tarik yang besar.
Kebahagiaan tidak dianggap kebahagiaan, kecuali itu merupakan drama yang di dalamnya ia memainkan peran utama. Kesedihanpun baru merupakan kesedihan kalau hal itu telah menyebabkan cucuran air mata yang menenggelamkannya. Bagi orang-orang dengan dasar jiwa dramatik dan pelaksana maka kehidupan seorang pahlawan medan perang atau kehidupan seorang pemimpin politik akan mempunyai daya tarik yang besar.
Pada tipe keilmuan, pembawaan dasarnya yang suka melakukan
percobaan dan teoritik mudah sekali dikenal. Sedangkan sarjana yang suka
memamerkan atau menonjolkan kemethodean itu dipengaruhi oleh tipe dramatik.
Cara bertindak atau tingkah laku yang demikian itu disebabkan oleh temperamen
pemberian Tuhan atau temperamen bawaan sebagai dasar emosi dalam dirinya yang
akan dia nyatakan dan terus menerus disempurnakannya melalui proses evolusi
kehidupannya.
Tumbuhan, binatang dan manusia memiliki kemampuan hidup yang
berbeda, sebagai akibat dari evolusinya. Tumbuhan memiliki kekuatan hidup,
melalui naluri yang amat sederhana ia dapat mencari arah datangnya sinar
matahari dan akarnya mencari adanya sumber air. Binatang memiliki kemampuan
yang lebih tinggi; nalurinya sudah berkembang dengan lebih hebat, dapat
merasakan emosi seperti sedih dan takut, dan lain sebagainya.
Pada diri manusia setelah memiliki kekuatan hidup dan naluri yang baik, akan berkembang kemampuan intelektual, kekuatan intuisi, sifat-sifat luhur dan lain-lainnya. Melalui perwujudan makhluk yang lebih tinggi, maka kemampuan-kemampuan lain akan semakin disempurnakan.
Pada diri manusia setelah memiliki kekuatan hidup dan naluri yang baik, akan berkembang kemampuan intelektual, kekuatan intuisi, sifat-sifat luhur dan lain-lainnya. Melalui perwujudan makhluk yang lebih tinggi, maka kemampuan-kemampuan lain akan semakin disempurnakan.
Evolusi jiwa yang akan dibicarakan di sini tak ada
hubungannnya dengan evolusi badan fisik yang diungkapkan oleh CharlesDarwin. Dalam teori evolusi Darwin,
suatu makhluk akan memiliki keturunan yang semakin berbeda dengan induknya,
karena akan menyesuaikan diri dengan alam lingkungan di mana makhluk itu
berkembang.
Menurut teori ini, nenek moyang gajah jutaan tahun yang lalu adalah binatang mamouth yang amat besar. Binatang biawak merupakan garis keturunan dari binatang raksasa yang amat besar sejenis dinosaurus.
Dan konon manusia adalah garis keturunan sejenis kera tertentu. Jika hasil penelitian ilmiah membuktikan adanya makhluk-makhluk yang amat besar jutaan tahun yang lalu, rupanya tidak salah kalau kitab suci juga telah membicarakan tentang makhluk raksasa tersebut.
Menurut teori ini, nenek moyang gajah jutaan tahun yang lalu adalah binatang mamouth yang amat besar. Binatang biawak merupakan garis keturunan dari binatang raksasa yang amat besar sejenis dinosaurus.
Dan konon manusia adalah garis keturunan sejenis kera tertentu. Jika hasil penelitian ilmiah membuktikan adanya makhluk-makhluk yang amat besar jutaan tahun yang lalu, rupanya tidak salah kalau kitab suci juga telah membicarakan tentang makhluk raksasa tersebut.
Jìwa itu abadi dan tak mengenal kematian; ia juga berevolusi
menuju ke kesempurnaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar