Dharmawangúa, 991 – 1016
Pengganti
Makutawangsawardhana adalah Úrì Dharmawangúa Têguh Anantawikramottunggadewa.
Dalam masa pemerintahan Dharmawangúa, kitab Mahàbhàrata disadur ke dalam bahasa
Jawa Kuna jadi 18 parwa.
Dari 18 parwa itu, yang kini masih ada hanya 9 parwa,
diantaranya :
Adiparwa, Wiràtaparwa (memuat nama Dharmawangúa dan angka tahun 996) dan Bhìûma-parwa. Pada tahun 991 disusun pula kitab Úiwaúàsana, yang memuat garis-garis besar mengenai sasana atau peraturan-peraturan yang menjadi panutan bagi penganut ajaran Úiwa.
Dalam lapangan
politik, Dharmawangúa berusaha keras untuk menundukkan Úrìwijaya yang sementara
itu telah merupakan saingan berat karena menguasai jalan laut India – Nusantara
– Cina.
Setelah Dharmawangúa
berhasil menundukkan Úrìwijaya, maka yang jadi raja Úrìwijaya ialah Úrì
Cùdamaniwarmadewa. Dharmawangúa besar pula pengaruhnya di Bali.
Prasasti-prasasti Bali yang mula-mula ditulis dalam bahasa Bali Kuna, sejak 989
menunjukkan banyak pengaruh dari bahasa Jawa Kuna, dan sesudah 1022 sebagian
besar tertulis samasekali dalam bahasa Jawa Kuna.
Dalam tahun 1016
kerajaan Dharmawangúa mengalami pralaya, karena diserang raja Wurawari.
Raja Dharmawangúa dan
para pembesar kerajaan gugur, hanya Airlangga putera Mahendradattà yang pada
waktu itu telah menjadi menantu Dharmawangúa, yang dapat meloloskan diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar