Lalità
Aspek lain dari sang Dewì,
yang secara luas lebih dipuja di India Selatan adalah Lalità
Tripurasundarì. Pengulangan Lalitàsahasranàma
dan
Triúati yang
terkenal, seperti halnya pemujaan lambangnya sebagai 'Úrìcakra',
sangatlah populer. Inisiasi kedalam Mantra-nya yang ampuh, yaitu Pañcadaúàkûarì (mantra
dengan 15 huruf) merupakan upacara esoteris. pemujaan teratur dari Úrìcakra dikatakan
memberikan hasil yang diinginkan para bhakta.
Bila Durgà dan Kàlì menyatakan aspek daya kekuasaan dari para Dewì, Lalità menyatakan
aspek keindahannya. Karena itu wujudnya digambarkan sebagai sangat cantik dan
pemujaannya lebih lembut.
Menurut Lalitopàkhyàna dari Brahmàóða Puràóa, Lalità Dewì
mewujudkan
dirinya di tengah-tengah jentera yang sangat cemerlang, yang muncul dari lubang
upacara kurban, ketika Indra
melaksanakan
suatu upacara kurban dalam menghormatinya. Atas perintah para dewa
yang berkumpul disana, dia memilih untuk menikahi Kàmeúvara (Úiwa).
Dia memusnahkan raksasa Bhaóðàsura dan melenyapkan kotanya, Úoóitapura. Viúvakarma, arsitek para dewa, membangun sebuah kota 'Úrìpura' yang indah pada pegunungan Meru, demi untuknya, dimana bersama-sama dengan pasangannya Úiwa Kàmeúvara, menempatinya secara abadi. Úrìcakra sebenarnya menyatakan sang Dewì pada Úrìpura tersebut.
Dia memusnahkan raksasa Bhaóðàsura dan melenyapkan kotanya, Úoóitapura. Viúvakarma, arsitek para dewa, membangun sebuah kota 'Úrìpura' yang indah pada pegunungan Meru, demi untuknya, dimana bersama-sama dengan pasangannya Úiwa Kàmeúvara, menempatinya secara abadi. Úrìcakra sebenarnya menyatakan sang Dewì pada Úrìpura tersebut.
Bhaóðàsura, raksasa taktahu malu,
yang tinggal di Úoóitapura, kota darah dan daging,
sebenarnya adalah ego yang membuat sang roh menyamakan dirinya dengan badan dan
menjauhkannya dari segala kekuatan ilahi. Ketika sang Dewì,
yang merupakan perwujudan dari kekuasaan dan berkah Tuhan, 'membunuh' nya, dia sebenarnya
membebaskannya dari pembatasan yang melilitnya.
Lalità
biasanya
digambarkan sebagai berwarna agak merah (seperti warna sang fajar) dan luar
biasa cantik. Pada keempat tangannya dia memegang sebuah busur dari batang
tebu, anak-anak panah, kait gajah (Aòkuúa) dan jerat (Paúa).
Kadang-kadang dia tampak memegang mangkuk anggur yang terbuat dari intan. salah
satu kakinya, biasanya yang kiri, terlihat santai pada pedestal (alas patung),
yang juga dari intan.
Busur yang terbuat dari batang tebu
sebenarnya menyatakan pikiran. Melalui pikiran lah kita mengalami segala
kegembiraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar