Sabtu, 16 Juni 2012

Aku Yang Palsu


Pikiran berubah dari waktu ke waktu. Seperti sungai kecil pelan, pikiran bergerak dari satu pengalaman ke pengalaman berikutnya. Dalam prosesnya benar-benar mencerminkan berbagai tingkat kesadaran kita. Pikiran mengendalikan tubuh manusia. Dia mengendalikan suasana hati kita, sikap kita, perasaan kita. Dari pikiran kita terpancar rasa percaya diri, dari pikiran juga datangnya rasa takut, putus asa, salah dan kekhawatiran. Jadi pikiran mempunyai peran penting dan sangat berarti dalam hidup setiap orang.


Pikiran bekerja dengan tiada hentinya bahkan di saat kita tidur pikiran terus bekerja. Pikiran bekerja secara otomatis menanggapi setiap situasi sesuai dengan kebiasaan pola berpikir kita. Dengan demikian kita adalah apa yang kita pikirkan. Kalau kita menghadapi suatu bahaya maka akan timbul ketakutan di dalam hati. Kita tidak berusaha untuk menciptakan ketakutan secara sadar. Ketakutan itu muncul secara otomatis.

Demikian pula setiap hari kita selalu berkata tentang “aku”; “milikku, badanku, dan semua aku-aku yang lain.” Pada saat kita mengucapkan “ku” atau “aku” tanpa kita sadari dan di luar kehendak kita maka pikiran akan benar-benar menciptakan suatu ke”aku”an dalam diri kita. Kebiasaan membentuk “aku” telah berlanjut sejak lama. “Aku” inilah yang juga sering disebut “ego”. “Aku” ini bisa merupakan kumpulan karakter keburukan atau juga kumpulan karakter kebaikan. Baik atau buruk tetap merupakan rantai pengikat. Sering diistilahkan bahwa “aku” yang buruk disebut rantai besi, dan “aku” yang baik disebut rantai emas. Terbuat dari apapun rantai itu dia tetap pengikat yang membelenggu.

Pada umumnya “aku” inilah yang menjadi sentral dari setiap kegiatan kita. Kita kira bahwa “aku”  yang di ciptakan pikiran ini adalah diri kita yang sejati. Aku yang sejati bukanlah pikiran. Badan dan pikiran adalah alat dari sang aku sejati. Dan jika ada suatu “aku” yang diciptakan oleh pikiran dan kemudian menjadi sentral dari kehidupan kita, maka inilah essensi dari kepalsuan dan keterikatan. “Aku” palsu ini adalah yang bertanggung jawab atas semua kesedihan, rasa marah, sombong, benci, senang, tertarik, perhatian, tresna, dan lain-lain.

Dalam perjalanan pengembangan kesadaran rohani mula-mula “aku” yang buruk diubah melalui kehidupan yang penuh moralitas menjadi “aku” yang baik. Moralitas bukanlah tujuan akhir dari perjalanan rohani. Pikiran harus ditelaah untuk menemukan dan menghancurkan si “aku” yang telah diciptakannya dengan pengetahuan kebijaksanaan. Saat musnahnya, “aku” secara total oleh cahaya kebijaksanaan maka saat inilah muncul terang kesadaran àtman. Jadi “aku” hanyalah suatu kebiasaan dalam berfikir.

Saat hancurnya si “aku” lalu apakah yang berlanjut? Yang berlanjut adalah kesadaran. Dalam pandangan mutlak dari àtman setelah terlepas dari keakuan, maka semua kelahiran, kematian, penciptaan, dan pemusnahan, hanyalah proses-proses belaka sebab di sana tidak ada suatu “aku” yang terlibat. Orang yang telah menghancurkan si “aku” dengan cahaya kebijaksanaan dan mencapai àtman benar-benar menjadi seorang yang bebas. 

Dia hidup di dunia ini dengan mengalami dan menjalani segala kegiatan sebagai suatu kewajiban tapi dia tidak tersentuh, bebas. Dunia boleh lalu lalang di depannya tapi dia adalah seorang yang bebas; seperti langit, dimana awan-awan yang melintas tidak pernah menggoresnya, seperti lautan dimana ikan-ikan yang melintas tidak meninggalkan jejaknya. Inilah mokûa.

Ungkapan untuk keadaan ini bisa kita simak dalam syair dari Buddha.

Saat dalam kedalaman dan keheningan pikiran
Yang úuci bijaksana mencapai kebenaran
Isi terlepas dari kegembiraan dan rasa sakit
dari yang berbentuk dan tidak berbentuk
Di mana air, tanah, panas, dan udara tidak ditemukan
Tiada bintang maupun matahari yang bersinar
bulan tak lagi memancarkan cahayanya
Namun, kegelapan tidak ada di sana

Kemudian syair yang lain menyebutkan:

Sesungguhnya mulialah ajaran ini
Sukar di ketahui sukar dipahami
Memberi kedamaian agung, sulit dicapai
oleh pikiran biasa, halus
Hanya dapat dimengerti oleh orang yang bijaksana
Sukarlah doktrin ini kamu pahami tanpa penjelasan,
tanpa kesabaran, tanpa usaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar