Tantra atau Úakta
Sekta yang ketiga setelah Vaiûóava dan
Úaiva adalah Tantra. Tantra atau Àgama Úakta (disebut juga Úaktàgama atau
Tantràyaóa dan pengikutnya disebut Tantrik) yakni pemuja úakti, pada dasarnya
merupakan bagian dari Úaivisme. Jadi yang dimaksud dengan Tantràyaóa tidak lain
adalah pemuja Úakti atau Devì sebagai pusat perhatiannya.
Di dalam berbagai kitab Àgama Úakta,
dialog antara Úiva dan Pàrvatì sangat menonjol. Karena itu, Àgama Úakta pada
hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari agama Úiva. Kalau kita perhatikan
mantra-mantra yang dipergunakan oleh para Pandita di Bali dan di beberapa
tempat di Indonesia, ternyata mantra-mantra pujaan Tantra inilah yang paling
banyak kita dengar. Karena itu dapat disimpulkan bahwa Tantra adalah agama yang
paling umum. Candi-candi pada zaman Hayam Wuruk banyak diabadikan
pembangunannya sebagai penghormatan kepada dewi sebagai perwujudan cara
pemujaan dalam bentuk úakta.
Ada beberapa buku yang perlu diketahui
yang memberi keterangan tentang Tantra ini antara lain: Mahà Nirvana Tantra,
Kulàróava, Kulasàra, Prapañcasàra, Tantraràja, Rudra Yamala, Brahma Yamala,
Viûóu Yamala, Todala Yamala, dan lain sebagainya. Di antara yang paling
terkenal antara lain: Ìúwara Saýhità, Ahirbudhnyasaýhità, Sanatkumàra Saýhità,
Nàrada Saýhità, Pañcaràtra Saýhità, Sapanda Pradipaka, dan Mahà Nirvàóa Tantra.
Banyak kitab Àgama telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Inggris tetapi, belum ada yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia kecuali penulisan ilmiah mengenai Jñàna-siddhànta sebagai karya
ilmiah Dr. Hariyati Subadio. Sayangnya keterangan àgama ini banyak
disalahtafsirkan terutama oleh penulis-penulis yang bukan Hindu dan karena itu,
penggambarannya kadang kala sangat berlebihan dan ditafsirkan secara keliru
sehingga memberi kesan yang negatif terhadap sekta-sekta Agama Hindu termasuk
ajaran Bhairava yang pernah dikembangkan pada zaman kedatuan Airlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar