BAB IV - STRATEGI PEMBELAJARAN
A. Pengertian
Pembelajaran
adalah suatu proses interaksi siswa sebagai subyek belajar dengan komponen
lainnya, khususnya guru. Dalam proses pembelajaran siswa harus mengalami dan
melakukan sesuatu, karena dalam proses pembelajaran tidak hanya sekedar tahu
tetapi mampu dan mau melakukan sesuatu dalam dirinya tanpa ada paksaan dari
luar. Didalam pembelajaran perlu ada pendekatan proses yang menekankan pada
aktivitas siswa dan menempatkan siswa pada subyek yang lebih aktif. Hal ini dimaksudkan
agar siswa lebih mendapatkan pengalaman
langsung sehingga mudah meresapi setiap peristiwa yang terjadi.
Pembelajaran
adalah suatu konsep untuk menunjukkan pada kegiatan belajar mengajar. Dalam hal
ini ada suasana interaktif antar guru yang mengajar dan siswa yang belajar.
Kegiatan Belajar adalah kegiatan mengubah tingkah laku yang tidak hanya
bergayut dengan persoalan pengetahuan, tetapi juga terkait dengan nilai-nilai
moral, sikap mental dan ketrampilan. Karena itu belajar dapat dikatakan sebagai
proses mengolah dan mengembangkan tingkah laku subyek belajar dalam rangka
pembentukan pribadinya. Hasil yang diharapkan dalam belajar tidak sekedar
pengetahuan, tetapi juga pengalaman, sikap mental, perluasan minat, penghargaan
terhadap norma-norma serta kecakapan dan ketrampilan (Nasution : 7).
Sehubungan
dengan itu pengertian mengajar harus diartikan secara luas, yakni suatu proses
penyediaan kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan bagi subyek
belajar (siswa) untuk memperoleh pengetahuan, memiliki sikap dan ketrampilan
yang membawa perubahan tingkah laku maupun pengembangan pribadinya (Raka Joni,
1977:7). Itulah sebabnya proses pembelajaran di sekolah (Pasraman) sudah
seharusnya mengandung unsur transfer of knowledge dan transfer of values.
Berdasarkan
pemahaman tersebut, maka proses pembelajaran di sekolah (di Pasraman) dapat
dikataan sebagai suatu proses kegiatan untuk mendorong dan merangsang subyek
belajar untuk mendapatkan pengetahuan Pendidikan Agama Hindu dan pengetahuan
umum serta dapat menghayati nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai ajaran
agama sehingga membawa perubahan tingkah laku siswa serta membantu pembelajaran
di sekolah (Pasraman) tidak lain adalah suatu proses untuk membina para siswa
melalui pendidikan Agama Hindu dan pengetahuan umum lainnya, agar tumbuh kesadaran
diri terhadap Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa), di samping itu pendidikan
agama Hindu berusaha menanamkan pengetahuan danSraddha serta Bhakri, terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan di keluarga, sekolah (Pasraman) maupun di
masyarakat. Pendidikan agama Hindu adalah Sraddha yang harus dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari untuk mencapai Moksartham dan Jagadhita, kesejahteraan di
dunia dan akhirat.
B. Tujuan
Pembelajaran
Tujuan
pembelajaran di sekolah (Pasraman) adalah merupakan bagian dari tujuan
pendidikan secara nasional. Karena itu tujuan pembelajaran di sekolah
(Pasraman) dengan tujuan pendidikan nasional harus disesuaikan. Beberapa hal
penting yang secara implicit yang termaktup dalam tujuan pendidikan agama
antara lain penanaman nilai-nilai ajaran agama, pengembangan Sraddha dan Bhakti
atau meningkatkan iman dan takwa terhadap Tuhan serta berprilaku yang baik
berbudi pekerti luhur di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengembangkan dua
hal pendidikan intelektual dan pendidikan moral, atau pendidikan kemanusiaan,
maka arah pembelajaran di sekolah (Pasraman) untuk mencapai tujuan yang dapat
menopang tercapainya tujuan pendidikan secara nasional. Pembelajaran di sekolah
(Pasraman) akan mampu melandasi pendidikan kecerdasan intelektual serta
sekaligus mampu mendasari pendidikan yang berorientasi pada peningkatan
terhadap Sraddha dan Bhakti.
Dalam
pelaksanaannya, maka pembelajaran di sekolah (Pasraman) agar dapat mewujudkan
tujuan ideal seperti telah diuraikan di atas perlu mengingat dan mewujudkan
adanya tujuan yang dikenal dengan instructional effects dan tujuan yang
mengikuti atau tujuan lebih lanjut yang disebut naturant effects. Intructional
effects adalah tujuan-tujuan belajar yang secara eksplisit, secara langsung
diusahakan dicapai dengan tindakan intruksional tertentu yang biasanya
berbentuk pengetahuan dan ketrampilan. Sedangkan Nurturant effects
adalah tujuan-tujuan yang lebih merupakan hasil atau dampak lebih jauh dari
tujuan jenis instructional effects termasuk proses internalisasi
nilai/makna. Wujudnya seperti berpikir kritis, kreatif, bersikap arif, terbuka
dan demokratis, religiusitas dan moralitas, menumbuhkan semangat kebangsaan dan
memperkuat kepribadian nasional yang mampu meningkatkan martabat manusia.
C. Strategi
dan Model Pembelajaran
Proses
pembelajaran adalah suatu sistem. Dalam proses ini ada beberapa komponen yang
saling terkait dalam rangka mencapai tujuan. Komponen-komponen itu adalah
siswa, guru, materi/bahan ajar, strategi/model pembelajaran.
Strategi pembelajaran dapat diartikan
sebagai pola umum aktivitas guru dan siswa di dalam mewujudkan kegiatan belajar
mengajar. Dari pola umum kegiatan itu dapat dilihat macam dan urutan kegiatan
yang ditampilkan oleh guru dan siswa. Dalam hal ini ada strategi yang lebih
menekankan pada aktivitas guru, namun ada juga yang menekankan kegiatan pada
siswa. Orientasi dan pendekatan ke depan haruslah ditekankan pada aktivitas
siswa. Misalnya siswa diminta untuk membaca materi kemudian mendiskusikan,
mensimulasikan, memecahkan permasalahan dalam kelompok, membuat resume, atau
siswa diminta wawancara dengan narasumber/tokoh-tokoh dan lain-lain.
Pembelajaran agama menekankan pada aspek moral dan sikap prilaku yang berbudi
pekerti luhur yang berpedoman pada kitab suci Weda.
Keberhasilan
proses pembelajaran sangat tergantung pada kemampuan apresiasi dan kreativitas
guru. Karena itu guru harus menguasai isi materi, memakai metode yang
bervariasi serta alat evaluasi yang sesuai dengan perkembangan siswa. Sehingga
mampu merancang pembelajar yang optimal.
Beberapa
model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru-guru di Pasraman antara lain
dengan menggunakan metode pembinaan Agama yang dikenal dengan Sad Dharma
yaitu :
1. Dharma
Tula : Kata Tula dalam bahasa Sansekerta artinya perimbangan atau
keserupaan dan bertimbang. Secara harfiah Dharmatula artinya bertimbang wirasa
atau berdiskusi. Dharmatula sering dilaksanakan pada saat perayaan hari suci
keagamaan seperti Saraswati, Siwaratri, kegiatan seminar, symposium, Lokasabha,
Maha Sabha hal ini sifatnya terbatas. Hal ini dapat dicermati jika Dharmatula
itu sudah mulai dilaksanakan pada jenjang pendidikan formal tentu akan banyak
manfaat yang dirasakan oleh para generasi penerus Hindu. Untuk itu agar Dharmatula
ini bisa berkembang terus, maka diharapkan agar setiap lembaga pendidikan
formal selalu melaksanakannya dan tidak terbatas pada hari-hari tertentu saja.
Hal ini tentu merupakan tugas dan kewajiban guru bidang studi agama Hindu untuk
mengupayakannya. Tujuan Metode Dharmatula adalah sebagai salah satu metode yang
dapat dipakai sarana untuk melaksanakan agar siswa lebih aktif. Melalui
pelaksanaan Dharmatula diharapkan para siswa nantinya mampu dan memiliki
keberanian untuk mengemukakan pendapat serta dalam rangka melatih para siswa
untuk mampu berargumentasi dan berbicara tentang keberadaan Hindu. Melalui
peran aktif siswa akan dapat menambah pemahaman mereka tentang agama Hindu
secara lebih baik, dengan dilandasi sikap tenggang rasa dan sikap kekeluargaan
serta terpupuk dan terbinanya sikap social yang baik sesuai dengan kondisi yang
ada dimasyarakat.
2. Dharmawacana adalah metode
pembelajaran/penerangan agama Hindu yang dapat dipakai mendeskripsikan materi
pembelajaran agama Hindu kepada siswa. Agar para siswa dapat lebih memahami dan
memantapkan diri dalam proses pembelajaran, maka dalam rangka penerapan metode
Dharmawacana agar selalu diselipkan ceritra-ceritra keagamaan seperti
Mahabharata, Itihasa (Ramayana) dan ceritra-ceritra keagamaan lainnya seperti
Tantri dan yang sejenisnya. Untuk lebih menarik penyampaian materi pembelajaran
maka guru dalam hal ini harus mengkaitkan materi pembelajaran agama Hindu
dengan masalah yang dekat dengan kehidupan siswa. Tujuan dari penerapan metode
Dharmawacana ini adalah sebagai usaha mensosialisasikan materi agama Hindu yang
demikian kompleksnya serta sarat dengan berbagai rahasia. Melalui proses
tersebut diharapkan akan menambah pengetahuan, penghayatan dan sekaligus mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari dan melalui pemahaman yang baik diharapkan rokhani para siswa dan
amal bhaktinya kepada Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa, agama, masyarakat,
bangsa dan negara terpupuk sejak dini.
3. Dharmagita adalah nyanyian tentang dharma
dan atau sebagai dharma. Nyanyian tentang dharma maksudnya ajaran-ajaran agama
Hindu yang dikemas dalam bentuk nyanyian spiritual yang bernilai ritus sehingga
yang menyanyikan dan yang mendengarkannya sama-sama dapat belajar menghayati
serta memperdalam ajaran dharma. Nyanyian sebagai dharma maksudnya nyanyian
yang dilantunkan dalam rangka melaksanakan dharma misalnya melantunkan kidung
pelaksanaan upacara yajna. Dharmagita sebagai nyanyian keagamaan bagi umat
Hindu biasanya dipakai menyertai kegiatan upacara keagamaan khususnya yang
berhubungan dengan pelaksanaan ritual/yajna. Di samping itu thema
syair-syairnya mengandung ajaran dan tuntunan agama, susila, tuntunan hidup
serta lukisan prebawanya yang selalu dipuja oleh umat Hindu. Pelestarian
terhadap tembang-tembang atau lagu-lagu keagamaan dilaksanakan melalui
lomba-lomba yang dikenal dengan Utsawa Dharmagita.
4. Dharma Yatra memiliki pengertian yang hampir
sama dengan Tirta yatra yaitu usaha meningkatkan pemahaman dan pengalaman
pembelajaran agama Hindu melalui persembahyangan langsung ketempat-tempat suci,
selain itu siswa akan memperoleh pengalaman tentang apa yang sudah dipelajari
secara teoritis di kelas seklaigus nantinya diharapkan dapat dipadukan antara
proses pembelajaran teoritis dan proses pembelajaran praktis. Yatra secara
harfiah berarti perjalanan suci. Jadi Dharmayatra adalah perjalanan dalam
rangka menelusuri ajaran dharma seperti mengunjungi tempat-tempat suci untuk sembahyang, penghayatan tentang
keagungan sang pencipta dan sekaligus merupakan upaya pengamalan ajaran dharma.
Tujuan Dharmayatra adalah mengimplementasikan materi pembelajaran agama Hindu
dalam kehidupan sehari-hari, juga memadukan ilmu yang diperoleh secara teoritis
di kelas dengan kegiatan yang bersifat praktis. Kegiatan Dharmayatra sangat
baik dilaksanakan pada saat liburan sekolah atau pada saat ada kegiatan
upacara-upacara keagamaan mulai dari tempat yang paling dekat sampai ketempat
suci yang mungkin terjangkau secara ekonomi.
5. Dharma Sadhana adalah realisasi ajaran
dharma yang harus ditanamkan kepada siswa dalam rangka meningkatkan kwalitas
diri untuk selalu taat dan mantap dalam menjalankan ajaran agama Hindu. Sadhana
artinya latihan atau pengamalan untuk merealisasikan suatu keyakinan. Jadi
Dharma Sadhana sebagai metode pembelajaran agama Hindu adalah upaya pembinaan
dan pembisaan dalam bentuk praktek ajaran dharma. Dalam proses penerapannya
dapat mempergunakan sistim keyakinan agama Hindu yaitu Catur Marga. Tujuan
Dharma Sadhana adalah suatu upaya untuk melatih rokhani secara metodis dan
sistimatis serta praktis, hal ini perlu dilakukan dalam rangka memupuk dan
melatih keluhuran budhi pekerti siswa. Yang terpenting dalam kegiatan ini
adalah bagaimana menanamkan konsep untuk dapat memelihara kesucian diri
sehingga kehidupan akan semakin mantap. Penerapan metode Dharma Sadhana ini
dengan melaksanakan/melatih tapa, brata, yoga dan semadi. Pelaksanaan metode
Dharma Sadhana sangat tergantung kepada situasi dan kondisi siswa.
6. Dharma Santi : Kebiasaan saling memaafkan
di antara sesama umat bahkan di antara umat beragama, bagi umat Hindu adalah
merupakan sesuatu yang sudah dilaksanakan sejak lama. Tradisi saling memaafkan
ini sebenarnya sudah tertanam sejak dulu karena umat Hindu meyakini ajaran
Tattwamasi. Mulai sekarang kita tanamkan kepada siswa untuk melaksanakan Dharma
Santi mulai dari tingkat keluarga, sekolah dan masyarakat yanng beragama Hindu.
Perlu ditanamkan kepada siswa bahwa saling memaafkan terhadap sesama umat dan
semua makhluk hidup adalah merupakan salah satu jalan untuk memantapkan
Sraddha. Santi artinya damai, tenang dan sentausa dengan demikian Dharma Santi
dapat diartikan kegiatan dharma dalam rangka mengkondisikan kehidupan rukun,
damai, tentram dan sejahtera. Tujuan Dharma Santi adalah untuk kemantapan
Sraddha yang disertai dengan pikiran yang suci dan tulus ikhlas untuk memaafkan
orang lain.
Beberapa
metode di atas sebenarnya sudah dilaksanakan di sekolah-sekolah. Dengan
bermacam-macam metode pembelajaran yang relevan dengan materi pembelajaran akan
dapat menyentuh aspek afektif siswa atau sikap siswa. Dengan kurikulum terbaru
2004 yang diterbitkan oleh Depdiknas pembelajaran lebih menekankan pada aspek
afektif dan psikomotor di mana pada kurikulum sebelumnya hanya menekankan pada
aspek kognitif saja. Untuk meningkatkan pemahaman terhadap nilai-nilai agama
serta dalam usaha meningkatkan Sraddha dan Bhakti umat perlu diterapkan metode
agama Hindu seperti telah diuraikan di atas. Metode secara agama perlu dibantu
dengan metode pembelajaran secara umum.
Metode-metode
yang telah umum dipakai dalam proses pembelajaran seperti :
1. Metode
ceramah adalah suatu cara mengajar yang dilakukan melalui penerapan lisan
oleh guru. Metode ini dapat digunakan apabila materi agama yang disampaikan
banyak mengandung hal-hal yang memerlukan penerangan dan penjelasan.
2. Metode Tanya Jawab adalah suatu
penyajian bahan atau materi yang dilakukan melalui berbagai bentuk pertanyaan
yang dijawab oleh siswa.
3. Metode Diskusi adalah suatu cara
penguasaan bahan pelajaran pendidikan agama melalui wahana tukar pendapat
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
yang diperoleh, guna memecahkan masalah, memperjelas bahan pelajaran dan media
dalam mencapai kesepakatan.
4. Metode penugasan adalah suatu cara
mengajar dengan jalan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan
tugas berdasarkan petunjuk langsung yang telah dipersiapkan oleh guru.
5. Metode bercerita adalah suatu cara
penanaman nilai-nilai ajaran agama Hindu pada siswa melalui pengungkapan dengan
ceritra-ceritra yang terdapat dalam ajaran agama Hindu.
6. Metode Demonstrasi adalah suatu cara
mengajar dengan mempertunjukkan suatu benda atau cara melakukan suatu kegiatan
(pekerjaan). Benda-benda yang dipergunakan dapat berupa sarana persembahyangan,
praktek puja Tri Sandhya, melakukan bratha, yoga dan semadi (sesuai dengan
tingkat perkembangan siswa).
7. Metode Karyawisata adalah suatu cara
penguasaan bahan pelajaran dengan mengajak siswa langsung ke obyek yang akan
dipelajari yang terdapat diluar kelas atau dilingkungan kehidupan nyata.
8. Metode bermain peran adalah suatu cara
penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan imaginasi daya ekspresi dan
penghayatan siswa terhadap materi yang disampaikan.
Pemakaian metode dalam proses
pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi baik kemampuan guru,
kemampuan siswa, kemampuan sekolah (Pasraman) dan materi pelajaran, karena
setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan.
D. Silabus
Kualitas
pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan sekolah dalam mengelola proses
penyelenggaraan pendidikan, dan lebih khusus lagi adalah proses pembelajaran
yang terjadi di kelas. Kriteria keberhasilan guru dan siswa dalam melaksanakan
program pembelajaran adalah tercapainya kemampuan dasar yang harus dimiliki
siswa. Pelaksanaan pembelajaran dalam hal ini guru diberikan keleluasaan dalam
menentukan proses pembelajaran sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing.
Untuk mengantisipasi keragaman kemampuan sekolah dalam proses pembelajaran maka
perlu disiapkan pedoman penyusunan silabus sesuai dengan kemampuan sekolah
masing-masing.
Penyusunan silabus diharapkan dilakukan oleh
guru di sekolah atau sejumlah guru yang tergabung dalam satu MGMP (Musyawarah
Guru Mata Pelajaran) untuk SMP dan SMA, dan Kelompok Kerja Guru untuk SD (KKG)
dan / atau dilakukan Dinas Pendidikan Kabupaten serta mengaitkan dengan fungsi
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Silabus yang sudah tersusun nantinya dapat
digunakan oleh semua guru. Silabus adalah merupakan acuan untuk merencanakan
dan melaksanakan program pembelajaran.
1. Langkah-langkah
penyusunan silabus :
Silabus
sebagai sub sistem pembelajaran terdiri dari komponen-komponen yang satu sama
yang lain saling berhubungan dalam rangka mencapai tujuan. Komponen silabus
antara lain :
a. Identifikasi
: pada setiap silabus perlu identifikasi yang meliputi : identitas sekolah,
identitas mata pelajaran, kelas.
b. Merumuskan standar kompetensi :
merupakan pernyataan tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus
dikuasai siswa serta tingkat penguasaan yang di harapkan dicapai dalam
mempelajari mata pelajaran tertentu.
c. Merumuskan Kompetensi Dasar :
merupakan pernyataan minimal atau memadai tentang pengetahuan, keterampilan
sikap dan nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dalam bertindak
setelah siswa menyelesaikan suatu aspek atau sub aspek mata pelajaran tertentu.
d. Menentukan Materi Pokok : adalah
butir-butir bahan pelajaran yang dibutuhkan siswa untuk mencapai suatu kompetensi
dasar. Prinsip yang perlu diperhatikan dalam menentukan materi pokok adalah
relevansi yaitu kesesuaian materi pokok dengan kompetensi dasar yang dicapai,
konsistensi yaitu adanya keajegan antara materi pokok dengan kompetensi dasar,
dikuasai yaitu kecukupan materi yang diberikan untuk mencapai kompetensi dasar.
e. Menentukan pengalaman belajar :
pengalaman belajar siswa dapat dilakukan baik didalam kelas maupun diluar
kelas. Pengalaman belajar didalam kelas dilaksanakan dengan mengadakan interaksi
dengan sumber belajar misalnya : telaah buku, poster, belajar menggunakan
pemutaran Film, TV, VCD dan sebagainya. Pengalaman belajar diluar kelas dapat
dilakukan melalui kegiatan intra dan ekstra kurikulum misalnya: Tirta yatra,
perayaan hari suci, mengamati isi alam semesta, mengikuti pelaksanaan Yadnya
dan sebagainya.
f. Menentukan alokasi waktu : untuk
keperluan perencanaan pembelajaran, perkiraan waktu yang dperlukan untuk
mempelajari sesuatu materi pelajaran perlu ditentukan perkiraan waktu
ditentukan atas dasar cakupan materi, kesulitan, frekwensi penggunaan dan
pentingnya materi tersebut.
g. Merumuskan indikator : merupakan ukuran
ketercapaian hasil belajar secara lebih terurai dan bersifat khusus.
h. Menentukan penilaian : indikator dijabarkan
lebih lanjut ke dalam instrumen penilaian yang meliputi jenis tagihan bentuk
instrumen dan contoh instrumen setiap indikator dapat dikembangkan menjadi 3
instrumen penilaian yang meliputi ceramah kognitif, afertif dan psikomotor.
i. Menentukan sumber/bahan belajar :
sumber/bahan belajar dapat berupa buku diktat, majalah, Koran, buku teks,
sarana upacara/sembahyang, gambar, symbol-symbol agama, kaset, TV, VCD dan
sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif yang telah disesuaikan
dengan tujuan dan kompetensi yang ingin dicapai.
contoh silabus terlampir
E. Penilaian
Penilaian
dilakukan untuk mengumpulkan informasikan tentang kemajuan siswa. Hal ini
dilakukan baik secara formal maupun informal, dalam suasana yang menyenangkan,
dan memungkinkan siswa menunjukkan berbagai sisi kompetensi yang telah dicapai.
Perlu dicamkan bahwa pengumpulan informasi tidak semata-mata hanya melalui tes
tertulis. Tes tertulis hanyalah salah satu cara dan tidak mesti selalu harus
dilakukan. Kalau melalui pengamatan karya atau unjuk kerja siswa secara
informal, informasi tentang kemajuan belajar siswa telah diperoleh tak perlu
guru membuang tenaga dan waktu untuk memaksakan tes yang biasanya dilakukan
secara formal.
Untuk
melihat posisi siswa dalam rentang cakupan suatu kompetensi, karena itu
prestasi belajar seorang siswa tidak dibandingkan dengan prestasi kelompok
siswa dalam satu kelas, tetapi dengan prestasi siswa tersebut sebelumnya, namun
dalam perspektif rentang cakupan pencapaian suatu kompetensi. Dengan kata lain,
capaian kompetensi seorang siswa dibandingkan dengan standar kompetensi yang
dituntut dalam kurikulum.
Untuk
mengumpulkan informasi tentang sejauh mana kemajuan belajar siswa, unsur-unsur
mana yang sudah cukup kuat dan mana yang masih lemah yang perlu diperbaiki.
Terutama untuk yang masih lemah perlu diteliti apa penyebab kekurangan kegiatan
belajar yang telah dilakukan siswa. Apakah sumber belajar yang digunakan kurang
atau tidak tepat, apakah kegiatan belajar melebihi tingkat kemampuan siswa, apakah
metode yang terkandung dalam kegiatan belajar kurang atau tidak tepat atau
apakah waktu yang disediakan cukup.
Untuk
memberikan umpan balik kepada siswa, umpan balik bagi siswa yang berhasil dapat
berupa pujian lisan, tepukan pada bahu atau tawaran untuk melakukan kegiatan
selanjutnya yang lebih matang. Umpan balik bagi siswa yang kurang berhasil
dapat berupa arahan sehingga siswa sendiri mengenali kesalahan atau
kekurangannya atau bimbingan untuk melakukan latihan atau perbaikan untuk
menanggulangi kesalahan atau kekurangannya. Selain itu, hasil penilaian berguna
sebagai umpan balik bagi Guru untuk memperbaiki hal-hal tertentu dalam proses
belajar mengajar. Hasil penilaian berguna juga sebagai umpan balik bagi sekolah
dan komite untuk membenahi hal-hal yang kurang menunjang proses peningkatan
mutu. Hasil penilaian juga berguna sebagai umpan balik bagi orang tua untuk
memberikan bantuan yang tepat bagi anaknya.
Beragam
cara dan alat penilaian antara lain:
1. Pilihan
Ganda : bentuk ini bisa mencakup banyak materi pelajaran, penskorannya
obyektif dan bisa dikoreksi dengan komputer. Namun membuat butir soal pilihan
ganda yang berkualitas baik cukuplah sulit dan kelemahan lain adalah peluang
kerja sama untuk mengerjakan tes sangat besar. Oleh karena itu bentuk ini
dipakai untuk ujian yang pengawasan ujian yang teliti. Tingkat berpikir yang
diukur bisa tinggi tergantung kemampuan pembuat soal (Ebel, 1979).
2. Uraian Obyektif : Jawaban uraian obyektif
sudah pasti. Agar hasil penskoran obyektif diperlukan pedoman penskoran
obyektif berarti hasil penilaian terhadap suatu lembar jawaban akan sama
walaupun diperiksa oleh orang yang berbeda asal memiliki latar belakang
pendidikan sesuai dengan mata ujian. Tingkat berpikir yang diukur bisa sampai
pada tingkat yang tinggi.
3. Uraian Non Obyektif/Uraian Bebas : Uraian
bebas dicirikan dengan adanya jawaban yang bebas. Walaupun hasil penskoran
cenderung subyektif, namun demikian sebaiknya dibuatkan kriteria penskoran yang
jelas agar penilaiannya obyektif. Tingkat berpikir yang diukur bisa tinggi.
Bentuk ini bisa menggali informasi kemampuan penalaran, kemampuan berkreasi
atau kreativitas peserta didik, karena kunci jawabannya tidak tahu.
4. Menjodohkan : Bentuk ini cocok untuk
mengetahui pemahaman peserta didik tentang fakta dan konsep. Cakupan materi
bisa banyak, namun tingkat berpikir yang cenderung rendah.
5. Performans : Bentuk ini cocok untuk
mengukur kemampuan seseorang dalam melakukan tugas tertentu, seperti praktek
ibadah. Peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan kemampuan dan ketrampilan
dalam bidang tertentu. Penilaian Performans menurut (Nathan & Cascio 1986).
6. Portofolio : Bentuk ini cocok untuk
mengetahui perkembangan unjuk kerja peserta didik, dengan menilai kumpulan
karya-karya atau tugas yang dikerjakan peserta didik. Portofolio berarti
kumpulan karya atau tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik (Popham, 1985).
Karya-karya ini dipilih kemudian dinilai, sehingga dapat dilihat perkembangan
kemampuan peserta didik. Cara ini bisa dilakukan dengan baik bila jumlah
peserta didik yang dinilai tidak banyak.
7. Isian Singkat : tes bentuk
jawaban/isian singkat dibuat dengan menyediakan tempat kosong yang disediakan
bagi siswa untuk menuliskan jawaban. Jenis soal jawaban singkat ini bisa berupa
pertanyaan dan melengkapi atau isian.
F. Pelaporan
Hasil Penilaian dan Pemanfaatannya
Penilaian
pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa dan
hasil mengajar guru. Informasi hasil belajar atau hasil mengajar berupa
kompetensi dasar yang dikuasai dan yang belum dikuasai oleh siswa. Hasil
belajar siswa digunakan untuk memotivasi siswa, dan untuk perbaikan serta
peningkatan kualitas pembelajaran oleh guru.
Pemanfaatan
hasil belajar untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran harus
didukung oleh siswa, guru, kepala sekolah dan orang tua siswa. Dukungan ini
akan diperoleh apabila mereka memperoleh
informasi hasil belajar yang lengkap dan akurat. Untuk itu diperlukan laporan
perkembangan hasil belajar siswa untuk guru, sekolah dan orang tua siswa.
Laporan
hasil belajar siswa mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
1. Pelaporan
hasil Penilaian
Hasil
penilaian ranah kognitif dapat berupa nilai angka maupun deskripsi terhadap
kompetensi dasar tertentu. Untuk nilai angka dapat diberikan dalam bentuk angka
misalkan nilai 75 sebagai batas minimal kelulusan (ketuntasan). Artinya jika
seorang siswa sudah mencapai nilai 75 untuk kompetensi dasar tertentu maka
dikatakan siswa tersebut berhasil. Akan tetapi jika seorang siswa belum
mencapai nilai 75, maka dikatakan belum berhasil. Sedangkan deskripsi kualitatif
dapat dilaporkan dalam bentuk keterangan mengenai kompetensi dasar tertentu
dari pembelajaran mata pelajaran tertentu pula.
Pelaporan
hasil penilaian ranah afektif ini akan sangat bermanfaat khususnya untuk
mengetahui sikap dan minat siswa terhadap pelajaran tertentu dan hasilnya dapat
dimanfaatkan untuk memperbaiki sikap serta minat siswa terhadap pembelajaran
mata pelajaran tertentu. Pelaporan ranah afektif dilakukan secara kualitatif.
a. Laporan untuk
siswa dan orang tua
Laporan
yang berisi catatan tentang siswa diusahakan dapat memberikan informasi yang
lengkap. Akan tetapi membuat laporan yang lengkap setiap saat merupakan beban
yang berat bagi seorang guru. Oleh karena itu pembuatan laporan dapat bersifat
singkat, disesuaikan dengan kebutuhan. Laporan yang dibuat guru untuk siswa dan
orang tua berisi catatan prestasi belajar siswa. Catatan itu dapat dibedakan
atas dua cara yaitu lulus atau tidak lulus. Prestasi siswa yang dilaporkan guru
kepada siswa dan orang tua dapat dilihat dalam buku yang diisi pada setiap
semester.
b. Laporan
untuk sekolah
Selain
membuat laporan untuk siswa dan orang tua, guru juga harus membuat laporan
untuk sekolah. Sekolah berkepentingan untuk mengetahui catatan perkembangan
siswa yang ada di dalamnya. Dengan demikian hasil belajar siswa akan
diperhatikan dan dipikirkan oleh pihak sekolah. Laporan yang dibuat guru untuk
sekolah sebaiknya lebih lengkap. Guru tidak semata-mata melaporkan prestasi
siswa tetapi juga menyinggung problem kepribadian mereka. Laporan tidak hanya
dalam bentuk angka tapi dalam bentuk deskripsi tentang siswa.
c. Laporan
untuk masyarakat
Pada
umumnya laporan untuk masyarakat berkaitan dengan jumlah lulusan sekolah.
Setiap siswa yang telah lulus membawa bukti bahwa mereka memiliki pengetahuan
dan ketrampilan tertentu. Namun pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh
siswa dari suatu sekolah tidaklah sama. Tingkat keberhasilan ini dinyatakan
secara lengkap dalam laporan prestasi.
2.
Pemanfaatan Hasil Laporan
a. Untuk
Siswa
Informasi
hasil belajar dapat diperoleh melalui ujian, kuiesioner, wawancara atau
pengamatan. Informasi hasil belajar ranah kognitif dan psikomotor diperoleh
melalui ujian, ranah afektif diperoleh melalui angket dan pengamatan. Informasi
hasil belajar dapat dimanfaatkan siswa untuk (a). mengetahui kemajuan hasil
belajar siswa, (b). mengetahui konsep-konsep atau teori yang belum dikuasai,
(c). memotivasi diri untuk belajar lebih baik dan (d). memperbaiki strategi
belajar.
Untuk
memberi informasi yang akurat agar dapat dimanfaatkan oleh siswa seoptimal
mungkin, maka laporan yang diberikan kepada siswa harus berisi : (a) hasil
pencapaian belajar siswa, (b) kekuatan dan kelemahan siswa dalam semua mata
pelajaran dan (c) minat siswa pada masing-masing mata pelajaran.
b. Untuk Orang Tua
Informasi
hasil belajar dimanfaatkan oleh orang tua untuk memotivasi anak agar belajar
lebih baik. Untuk itu diperlukan informasi yang akurat tentang hasil belajar
siswa, yang meliputi ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Informasi ini
digunakan orang tua untuk : (a) membantu anak belajar, (b) memotivasi anak
belajar, (c) membantu sekolah meningkatkan hasil belajar siswa dan (d) membantu
sekolah melengkapi fasilitas belajar.
Untuk
memenuhi kebutuhan orang tua dalam meningkatkan hasil belajar, bentuk laporan
hasil belajar harus mencakup semua ranah, serta deskripsi yang lebih rinci
tentang kelemahan, kekuatan dan ketrampilan putra/putrinya dalam melakukan
tugas, serta minat terhadap mata pelajaran.
c. Untuk Guru dan Kepala Sekolah
Hasil
penilaian digunakan guru dan sekolah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan
siswa dalam satu dan sekolah dalam semua mata pelajaran. Hasil penilaian harus
dapat mendorong guru untuk mengajar lebih baik, membantu guru untuk menentukan
strategi mengajar yang lebih tepat dan mendorong sekolah memberi fasilitas
belajar lebih baik. Laporan hasil belajar untuk guru dan kepala sekolah harus
mencakup hasil belajar dalam semua ranah untuk semua mata pelajaran. Informasi
yang diperlukan adalah kompetensi dasar yang telah dan belum dikuasai oleh
siswa. Guru memerlukan informasi yang spesifik untuk masing-masing kelas
sedangkan kepala sekolah memerlukan informasi yang umum untuk semua kelas dalam
satu sekolah.
terima kasih banyak
BalasHapusMantap sangat membantu
BalasHapus