BAB
II - ASPEK-ASPEK PASRAMAN
A. Pengertian
Kata “Pasraman” berasal dari Kata
“Asrama” (sering ditulis dan dibaca ashram) yang artinya tempat berlangsungnya
proses belajar mengajar atau pendidikan. Kata Asrama mendapat awalan “pa” dan
akhiran “an”, di dalam bahasa Jawa Kuno dan Bali berarti tempat berlangsungnya
pendidikan, yang maknanya sama dengan kata ashram di atas. Pendidikan Pasraman
menekankan pada disiplin diri, mengembangkan akhlak mulia dan sifat-sifat yang
rajin, suka bekerja keras, pengekangan hawa nafsu dan gemar untuk menolong
orang lain. Konsep Pasraman yang berkembang sekarang diadopsi dari sistim
pendidikan Hindu jaman dahulu di India sebagaimana disuratkan dalam kitab suci
Veda dan hingga kini masih tetap terpelihara.
Sistem asram menggambarkan
hubungan yang akrab antara para guru (acarya) dengan para sisyanya, bagaikan dalam
sebuah keluarga, oleh karena itu sistim ini dikenal pula dengan nama sistim
pendidikan “gurukula”. Beberapa anak didik tinggal di Pasraman bersama para
guru sebagai anggota keluarga, dan para guru bertindak sebagai orang tua siswa
sendiri. Proses pendidikan di Pasraman dari masa lampau itu masih tetap
berlangsung sampai saat ini dikenal pula dengan istilah lainnya yakni
Sampradaya atau Parampara, yang di Jawa dan di Bali dikenal dengan istilah
Padepokan atau Aguron-guron. Dewasa ini di India terdapat ribuan
Pasraman/Ashram yang diasuh oleh guru-guru kerohanian dalam sistim Sampradaya
atau Parampara. Bahkan cabang-cabang perguruan ini telah berkembang di Eropa
dan Indonesia.
Kini di Indonesia muncul dan
berkembang banyak Pasraman untuk mengantisipasi berbagai permasalahan yang
dihadapi oleh umat Hindu, utamanya adalah masalah pendidikan agama Hindu dan di
luar Bali, karena keterbatasan tenaga guru agama Hindu, maka pendidikan agama
Hindu yang tidak diperoleh di sekolah-sekolah pada umumnya, para siswa yang
bersangkutan dapat mengikuti pendidikan agama Hindu melalui lembaga Pasraman
ini. Di luar Bali pendidikan Pasraman umumnya berlangsung dilingkungan pura.
Berawal dari sejarah proses
pembelajaran agama Hindu sejak kemerdekaan Republik Indonesia. Perjuangan
merebut kemerdekaan Republik Indonesia dengan panji-panji Hindu nyaris tidak
terdengar karena pada waktu itu lembaga atau instansi formal yang mengayomi
umat Hindu belum lahir walaupun kita percaya bahwa para pejuang kemerdekaan
yang beragama Hindu secara individual bayak di ilhami oleh semangat perjuangan
tokoh-tokoh wiracarita Ramayana dan Mahabharata. Demikian pula ketika Piagam
Jakarta dicetuskan oleh tokoh-tokoh bangsa ini yang antara lain dituliskan
Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, secara kelembagaan (Hindu terus terang harus kita akui,
kita belum ada. Juga pada saat kementerian Agama dibentuk pada Januari 1946
agama Hindu belum disertakan di dalamnya. Walaupun waktu itu di Pulau Bali kesadaran
untuk berorganisasi dengan tujuan pengembangan proses pembelajaran agama yang
diwarisi melalui ajaran yang ditulis dalam lontar-lontar sudah ada tetapi visi
dan misinya terbatas dalam rangka belajar bersama, belum berorientasi pada
proses kelangsungan hidup kelompok yang bercorak ke Hinduan.
Berdirinya Parisadha Hindu Bali tahun
1959 menjadi tonggak sejarah baru bagi organisasi umat Hindu di Indonesia
setelah kemerdekaan. Dengan diterbitkan Upadesa, telah memberikan pengetahuan
dasar dan memanfaatkan kepercayaan diri umat Hindu akan agamanya. Namun karena
terbatasnya sumber daya manusia yang memahami pokok-pokok ajaran Hindu dan
terbatasnya dana yang dapat dihimpun oleh Parisadha maka tidak banyak hal
prinsip yang mendorong umat Hindu untuk mengerti ajaran agama dilakukan oleh
Lembaga parisada waktu itu.
Lembaga Pasraman yang dikembangkan
pada jaman Dukuh Suladri di masa lampau, sudah tidak dijumpai lagi aguron-guron
dalam padiksaan calon sulinggih, walaupun proses pendidikan di Pasraman lebih
bersifat door to door antara dan.
Pasca penumpasan G 30 S/PKI pemerintah
menganggap perlu mendorong peningkatan kehidupan beragama. Untuk memberikan
bimbingan kepada umat Hindu dan Buddha maka dibentuklah Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha pada tahun 1967. Hal ini memberikan
peluang bagi umat Hindu untuk memperoleh pelayanan bimbingan beragama dari
pemerintah. Pasca penumpasan G 30 S/PKI program pembangunan yang diarahkan
untuk kesejahteraan rakyat, antara lain mendorong peningkatan kehidupan
beragama, maka untuk memenuhi kepentingan akan pembinaan umat Hindu yang berada
di seluruh Indonesia, dibentuklah perwakilan Bimbingan Umat Hindu Bali berada
dibawah payung Departemen Agama RI pada tahun 1967.
Bila diamati lebih jauh pada sekitar
tahun 60-an, umat Hindu yang merantau ke kota-kota di luar Bali sudah mencapai
ribuan orang belum lagi yang mengikuti program transmigrasi. Anak-anak yang
lahir di luar Bali tentu saja membutuhkan pendidikan terutama mereka
membutuhkan pendidikan agama Hindu pada sekolah-sekolah umum mulai SD, SMP, SMU
dan Perguruan Tinggi, yang waktu itu sulit diperoleh karena guru agama Hindu
tidak ada dan perhatian pihak sekolah juga belum ada. Keadaan ini terus
berlangsung sampai pertengahan tahun 70-an, seperti di Jakarta sudah banyak
didirikan Pasraman-Pasraman di lingkungan Pura. Di Pasraman inilah proses
pembelajaran pendidikan dilaksanakan. Agar proses pembelajaran pendidikan agama
Hindu memiliki legitimasi, maka pemuka Hindu melalui Yayasan Mandhira Widayaka mengajukan
permohonan pengakuan formal kepada Menteri P dan K Cq. Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah. Permohonan itu ditindaklanjuti dengan
diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 1.3.033.Kep.76 tentang Pedoman
Penyelenggaraan pendidikan Agama Hindu bagi Pelajar-pelajar yang beragama Hindu
pada sekolah atau kursus Negeri dan Swasta di DKI Jakarta.
Berdasarkan Keputusan ini, Yayasan
Madhira Widayaka diberikan kepercayaan mengelola penyelenggaraan pendidikan
agama Hindu se-DKI Jakarta. Pusat-pusat kegiatan proses pembelajaran agama
Hindu disepakati dengan nama Pasraman yang jelas ada perbedaan dengan istilah
Pasraman yang digunakan di India. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kedudukan Pasraman adalah sebagai Lembaga Pendidikan Agama Hindu bagi
pelajar-pelajar beragama Hindu di Tingkat SD, SLTP, SLTA/SMK dan Perguruan
Tinggi yang karena suatu hal di sekolah tidak mendapat pelajaran Agama Hindu.
Atas dasar fakta di atas Pasraman
dituntut menyelenggarakan proses pembelajaran Pendidikan Agama Hindu sesuai
dengan Kurikulum Nasional dan memberikan evaluasi atas hasil proses
pembelajaran Pendidikan Agama Hindu yang hasilnya akan dikirim ke sekolah yang
bersangkutan. Di samping itu Pasraman diharapkan berperan mendidik para siswa
agar terjadi perubahan tingkah laku menuju sikap dan kepribadian yang luhur.
Untuk melaksanakan peran-peran tersebut maka pengelola Pasraman dituntut untuk
menyediakan sarana dan prasarana serta fasilitas belajar yang memadai, mengatur
proses pembelajaran sedemikian rupa agar tercipta suasana dan lingkungan
belajar yang dapat mendorong para Guru dan Siswa saling berinteraksi dengan
mudah dan menyenangkan, serta melakukan seleksi terhadap pemakaian tenaga Guru
artinya hanya Guru-guru yang memenuhi kwalifikasi tertentu saja yang
diperbolehkan mengajar.
Berangkat dari pemahaman terhadap
kedudukan dan peran Pasraman sekarang, tentu umat Hindu terutama mereka yang
menginginkan proses pembelajaran Pendidikan Agama Hindu menyentuh aspek
kerohanian, tidak merasa puas melihat bahwa fungsi Pasraman yang sedang
berlangsung sekarang, sebab hal itu tidak lebih dari sekedar kursus dan hanya
sekedar proses legalisasi pemberian nilai pendidikan Agama di dalam raport
saja.
Di masa depan kita semua berharap
mampu mendudukkan posisi Pasraman sebagai Lembaga Pendidikan Agama Hindu formal
dan non formal dalam penyelenggaraan proses pembelajaran pendidikan Agama Hindu
dari tingkat SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Dengan ditetapkannya
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor: 20 tahun 2003 umat Hindu
mempunyai peluang untuk menyelenggarakan Pendidikan keagamaan melalui Pasraman.
Hal ini tertuang di dalam undang-undang dimaksud terutama pasal 30 ayat 4 yang
menyatakan : Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan Diniyah, Pesantren,
Pasraman, Pabhaja samanera dan bentuk lain yang sejenis, selanjutnya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Saat ini Dirjen Bimas Hindu dan Buddha
telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Penunjukan kepada Parisadha untuk
menyelenggarakan Pendidikan Agama Hindu di daerah-daerah seluruh Indonesia
terutama diberbagai tempat yang sampai saat ini belum memiliki guru Agama Hindu
formal yang menyelenggarakan proses Pendidikan Agama Hindu.
B. Fungsi
Sebagai lembaga penyelenggara
pendidikan agama Hindu mulai dari tingkat Pra Sekolah, SD, SMP, SMU dan
Perguruan Tinggi Umum, Pasraman diharapkan mempunyai fungsi sebagai:
1. Penyelenggara
prosesi pembelajaran pendidikan agama Hindu;
2. Pengembang kemampuan dasar pendidikan agama
Hindu;
3. Lembaga yang dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat akan pendidikan agama Hindu bagi warga yang memerlukannya;
4. Institusi yang mampu memberikan bimbingan
dalam pelaksanaan pengalaman nilai-nilai budi pekerti ajaran Hindu;
5. Menjadi mediator menjalin hubungan kerjasama
antara warga Pasraman dengan masyarakat Hindu.
C. Tujuan
Tujuan adalah merupakan
penjabaran/pelaksanaan dari pernyataan misi. Tujuan adalah sesuatu yang akan
dicapai atau dihasilkan oganisasi secara umum. Contoh dari tujuan Pasraman,
misalnya :
1. Memberikan
bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan pribadi yang memiliki
Sradha dan Bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Membina siswa agar memiliki pengalaman,
pengetahuan, keterampilan yang dapat dikembangkan dalam kehidupannya.
Dengan tujuan ini, jalannya organisasi
sudah lebih terarah kepada fokus tertentu yang akan menjadi kompas bagi
pengelola organisasi. Untuk itulah Pasraman perlu menetapkan tujuan yang jelas.
D.
Sasaran
Sasaran adalah penjabaran dari tujuan,
yaitu sesuatu yang hendak dicapai/dihasilkan oleh Pasraman dalam jangka waktu
tertentu. Sasaran di arahkan dalam bentuk kuantitatif sehingga dapat di ukur.
Sasaran adalah bentuk riil dari
tujuan. Jika tujuan organisasi dapat memberi arah bagi penyelenggara
organisasi, maka sasaran adalah mencerminkan maksud yang akan dicapai dalam kurun
waktu tertentu. Sasaran adalah bentuk pengkhususan dari tujuan. Contoh : pada
tujuan, organisasi harus menentukan kemana arah perjalanan organisasi, misalnya
dari Bandung ke Jakarta, sedangkan pada sasaran, organisasi mesti menentukan
tempat atau bahkan waktu dari perjalanan organisasi. Jadi di mana tempat yang
pasti yang akan di tuju, apakah di Senen atau Salemba atau bahkan di Jalan apa
nomor berapa dan kapan waktunya harus sampai di tujuan tersebut.
Dengan penyusunan sasaran yang jelas
maka pengelola organisasi akan lebih mudah memanage organisasi tersebut.
E. Visi
Tujuan penetapan visi antara lain
mencerminkan apa yang akan dicapai oleh suatu organisasi, memberikan arah dan
focus yang makin jelas untuk organisasi. Di samping itu visi juga dapat menjadi
perekat yang akan menyatukan berbagai gagasan strategis sehingga organisasi
memiliki orientasi terhadap masa depan organisasi.
Dalam berbagai literature dinyatakan
bahwa visi adalah pandangan jauh ke depan kemana organisasi akan dibawa agar
dapat eksis, antisipatif dan inovatif. Lebih dari itu, visi juga dinyatakan
sebagai suatu gambaran yang menantang tentang masa depan organisasi yang
diinginkan. Atas dasar hal tersebut, maka rumusan visi merupakan tujuan terluas
dan terumum yang memperjelas arah yang akan dicapai organisasi, gambaran
aspirasi di masa depan, dan inspirasi untuk mendapatkan yang terbaik.
Sekalipun visi merupakan impian, akan
tetapi visi harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Dapat dibayangkan oleh seluruh anggota
organisasi
2. Mengandung nilai yang diinginkan oleh
organisasi
3. Mungkin untuk dicapai
4. Terfokus pada efisiensi, efektivitas dan
ekonomis
5. Berwawasan jangka panjang, akan tetapi tidak
mengabaikan perkembangan zaman
6. Dapat dikomunikasikan dan dimengerti oleh
anggota organisasi
Oleh sebab itu, visi yang baik adalah visi
yang mampu menarik komitmen dan menggerakkan seluruh anggota organisasi,
memberikan makna bagi kehidupan anggota organisasi, membentuk suatu standar
keunggulan, menjembatani keadaan sekarang dan keadaan masa depan.
Visi organisasi dapat dirumuskan
dimulai dari mendorong setiap anggota organisasi untuk memiliki visi individu
dalam organisasi. Dalam proses ini komitmen dan rasa memiliki setiap individu
terhadap organisasi akan terbangun. Tidak jarang bahwa individu-individu
memiliki pemikiran yang jauh ke depan tentang organisasinya, sehingga tidak
jarang pula rumusan visi individu ini dapat diolah menjadi organisasi secara
keseluruhan. Sering kali pula bahwa visi individu mengandung nilai-nilai yang
dapat dijadikan nilai-nilai organisasi.
Proses di atas dapat dilanjutkan
dengan mendorong setiap tim atau unit kerja untuk merumuskan visi mereka atas
dasar visi individu masing-masing anggota tim atau unit kerja tersebut. Setiap
individu diminta mengajukan visinya masing-masing untuk selanjutnya
didiskusikan bersama anggota tim atau unit organisasi dalam rangka merumuskan
visi tim atau unit kerja bersangkutan. Masing-masing memberikan pandangannya
untuk menetapkan visi tim atau unit kerjanya. Dengan proses tersebut maka
komitmen dan rasa memiliki serta keinginan untuk mewujudkan visi terbangun
sejak awal. Demikian selanjutnya dari visi tim atau unit ke dapat diajukan
untuk membentuk visi organisasi secara keseluruhan. Dengan demikian visi yang dapat dirumuskan akan dapat mengundang
komitmen dan menggerakkan seluruh anggota unit kerja yang ada dalam organisasi
untuk berupaya mewujudkannya.
Dalam kontek ini perlu ditekankan
bahwa sekalipun visi tersebut bersifat impian akan tetapi harus tetap bisa
dicapai. Jika visi menyebutkan dimensi waktu maka institusi yang menetapkan
visi tersebut mesti dapat mencapai apa yang diinginkan pada waktu yang telah
ditetapkan. Visi bukan hanya sekedar symbol formalitas tetapi merupakan semacam
kontrak yang menjadi tanggung jawab organisasi untuk mewujudkannya.
Visi yang sudah terumuskan, yang
karena sifatnya jauh ke depan tetapi merupakan hal yang dapat dicapai, memang
terkadang sulit bagi kita untuk memprediksi kapan visi tersebut akan bisa
dicapai. Oleh karena itu sangatlah penting untuk membatasi visi tersebut dengan
rentang waktu tertentu dengan memperhitungkan segala kemampuan organisasi yang
bersangkutan.
Mengacu dari apa yang telah diuraikan
dalam rumusan visi tersebut maka secara singkat dapat ditegaskan bahwa visi
dalam penyelenggaraan pasraman adalah “menjadikan generasi muda Hindu yang
cerdas dan agamais”
F. MISI
Misi merupakan sesuatu yang mesti
diemban atau dilaksanakan oleh satu organisasi, sesuai visi yang telah
ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat dilaksanakan dan berhasil dengan baik.
Dengan pernyataan misi, pegawai dan pihak yang berkepentingan akan mengetahui
peran dan program-program serta hasil yang akan diperoleh di waktu yang akan
datang. Misi merupakan penjabaran secara lebih operasional visi yang telah
dibuat/ditetapkan sebelumnya.
Misi akan menjelaskan mengapa
organisasi itu ada dan memberikan focus terhadap apa yang akan dilakukan oleh
organisasi, sehingga menjadi landasan kerja bagi organisasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika
misi dirumuskan, yaitu :
1. Harus
dilihat produk atau pelayanan apa yang akan dihasilkan oleh organisasi.
2. Sejauhmana pelayanan yang diperlukan oleh
masyarakat atau sejauhmana produk yang dihasilkan, memang dibutuhkan oleh
masyarakat.
3. Sasaran publik/masyarakat yang mana yang akan
dilayani.
4. Aspirasi apa yang akan muncul dalam masyarakat
mengenai pelayanan yang diberikan oleh organisasi.
Oleh karena itu pada saat merumuskan
misi mesti melibatkan seluruh pihak-pihak yang berkepentingan, baik
organisasi/instansi pemerintah, mitra kerja, masyarakat yang akan dilayani,
akademisi, dan sebagainya. Agar misi yang dirumuskan juga dapat direalisasikan,
maka perlu dilakukan analisis penilaian lingkungan strategis. Misi yang
dirumuskan dengan memperhitungkan kondisi lingkungan akan menghindarkan diri
dari pertentangan baik internal maupun eksternal. Selain itu, perumusan misi
juga harus melihat keselarasan antara kegiatan dan proses yang akan dilakukan
dengan sumber daya yang tersedia. Dengan demikian penggunaan sumber daya yang
ada akan lebih berdayaguna dan berhasilguna. Atas dasar ini maka perumusan misi
hendaknya diupayakan secara realistis. Dengan kata lain perumusan misi yang
sangat ideal dengan tanpa mempertimbangkan kemampuan organisasi justru akan
banyak menimbulkan masalah.
Untuk perumusan misi sebagaimana yang
diharapkan, dapat dilakukan melalui proses sebagai berikut:
1. Bentuklah
sebuah tim khusus yang ditugaskan untuk merumuskan misi organisasi, dengan
catatan bahwa tim bersangkutan benar-benar memahami semangat, nilai-nilai serta
jiwa yang dikandung oleh visi yang telah disusun.
2. Dalam tim, setiap anggota diminta untuk mencari
informasi tentang aspirasi dan keinginan yang dituju oleh setiap pihak yang
berkepentingan baik mitra kerja, anggota organisasi, instansi pemerintah,
partai politik, kelompok profesi, media masa, masyarakat yang dilayani,
akademisi, dan lain-lain.
3. Selanjutnya diadakan kajian terhadap seluruh
informasi yang telah terkumpul dan berdasarkan hasil kajian itulah kemudian
disusun misi yang diinginkan.
4. Konsep misi yang telah dirumuskan tersebut
kemudian diajukan kepada organisasi untuk mendapat umpan balik.
5. Selanjutnya umpan balik yang ada digunakan
untuk menyempurnakan konsep misi yang telah dihasilkan oleh tim tersebut. Kita
berharap bahwa penyempurnaan tersebut benar-benar dapat melahirkan misi yang
dapat mendekati kepuasan anggota organisasi.
6. Tahap yang terakhir adalah sosialisasi dari
misi yang telah menjadi kesepakatan bersama, baik kepada pihak internal maupun
eksternal organisasi.
Dari rumusan Misi yang menjadi harapan
seperti yang diuraikan dalam proes tersebut maka dapat dijabarkan misinya
sebagai berikut :
1. Menjadikan
pasraman sebagai pusat pendidikan Hindu
2. Menjadikan pasraman sebagai pusat kajian Hindu
3. Menjadikan pasraman sebagai pengembangan Hindu
G. Bentuk-Bentuk Pasraman
Sebagai salah satu wadah untuk membina
dan mengembangkan pemahaman dan pengamalan ajaran Hindu Pasraman dapat
berbentuk formal maupun non-formal. Bentuk formal maksudnya Pasraman yang
dikelola dalam system manajemen dan pengadministrasian secara formal/resmi oleh
pemerintah mampu dikelola oleh masyarakat (yayasan). Sedangkan bentuk
non-formal adalah Pasraman yang dikelola sepenuhnya oleh masyarakat dalam
bentuk pelatihan.
Masing-masing lembaga tersebut
memiliki pendekatan pengelolaan yang khas yang biasanya ditentukan oleh pendiri
lembaga bersangkutan, dalam hal ini Dang Guru atau Nabe. Dasar pembedaannya
terletak pada penekanan lembaga tersebut baik kepada substansi ajaran ataukah
teknis pengelolaannya.
H. Pendidikan Keagamaan Formal
Terkait pada pendidikan keagamaan
formal maka pada dasarnya pendidikan keagamaan Hindu berfungsi menanamkan pada
peserta didik dasar keimanan (Sraddha) dan ketaqwaan (Bhakti) kepada Tuhan Yang
Maha Esa, dan berbagai kepentingan dapat mengembangkan kemampuan dan
keterampilan untuk menjadi ahli ilmu agama Hindu. Pendidikan keagamaan Hindu
merupakan pendidikan berbasis masyarakat yang diselenggarakan dalam bentuk
pasraman, pesantian, dan bentuk lain yang sejenis. Pendidikan pasraman
diselenggarakan pada jalur formal anak usia dini, setingkat taman kanak-kanak
disebut Pratama Widya Pasraman, menyelenggarakan pendidikan dua tingkat yaitu
tingkat yaitu tingkat Pratama Widya Pasraman A (TK.A) dan tingkat Pratama Widya
Pasraman B (TK.B). Pendidikan pasraman pada jalur formal jenjang pendidikan
dasar setingkat sekolah dasar disebut Adi Widya Pasraman. Terdiri atas tingkat
I sampai tingkat VI. Pendidikan pasraman pada jalur formal jenjang pendidikan
dasar setingkat SMP disebut Madyama Widya Pasraman, terdiri atas 3 tingkat
yaitu tingkat VII sampai IX. Pendidikan pasraman pada jalur formal jenjang
pendidikan menengah setingkat SMA disebut Utama Widya Pasraman, terdiri atas 3
tingkat yaitu tingkat X sampai tingkat XII.
I.
Pendidikan Keagamaan Hindu Non Formal
1. Pendidikan
keagamaan Hindu non formal dilaksanakan dalam bentuk pesantian, sad dharma
yaitu dharma tula, dharma sedana, dharma wacana, dharma yatra, dharma gita,
dharma santih atau dalam bentuk lain yang sejenis. Adapun bentuk pendidikan non
formal lainnya seperi :
a. Padepokan
b. Aguron-guron
c. Parampara
d. Guru kula
e. Asram
2. Pendidikan
keagamaan Hindu non formal merupakan kegiatan pendidikan keagamaan Hindu secara
berjenjang atau tidak berjenjang bertujuan untuk melengkapi pendidikan agama di
sekolah formal dalam rangka meningkatkan sraddha dan bhakti peserta didik.
3. Penyelenggaraan
pendidikan keagamaan Hindu non formal sebagai kegiatan pendidikan keagamaan
Hindu berbasis masyarakat, diselenggarakan oleh lembaga social dan tradisional
keagamaan Hindu dilaksanakan dilingkungan tempat ibadah, balai adat, dan tempat
lainnya yang memenuhi syarat.
4. Pendidikan keagamaan Hindu non formal
didaftarkan keberadaannya kepada Departemen Agama dan pemerintah daerah.
5. Pemerintah dan pemerintah daerah memberi
bantuan kepada penyelenggaraan pendidikan keagamaan Hindu non formal
Untuk dapat diterima sebagai siswa
(Brahmacari) Adi Widya Pasraman seseorang beragama Hindu dan berijasah Pratama
Widya Pasraman atau yang sederajat. Untuk dapat diterima sebagai siswa
(Brahmacari) Madyama Widya Pasraman seseorang beragama Hindu dan berijasah Adi
Widya Pasraman atau yang sederajat. Untuk dapat diterima sebagai siswa
(Brahmacari) Utama Widya Pasraman seseorang beragama Hindu dan berijasah
Madyama Widya Pasraman atau yang sederajat. Siswa (Brahmacari) pada pendidikan
Adi Widya Pasraman, Madyama Widya Pasraman dan Utama Widya Pasraman berhak
menyelesaikan program pendidikan Adi Widya Pasraman sekurang-kurangnya 6 tahun,
Madyama Widya Pasraman sekurang-kurangnya 3 tahun dan Utama Widya Pasraman
sekurang-kurangnya 3 tahun. Siswa (Brahmacari) pada pendidikan pasraman
berkewajiban:
a. Melaksanakan warna asrama dharma;
b. Hormat dan taat kepada Catur Guru;
c. Berkewajiban memelihara sarana dan prasarana
serta menjaga citra pasraman.
Pasraman sebagai lembaga pendidikan
keagamaan dapat dikelola melalui jenjang-jenjang:
1. Untuk
Taman Kanak-Kanak (TK) yang disebut dengan Pra Widya Pasraman dialokasikan satu
ruang belajar dan tempat bermain anak-anak.
2. Tingkat Sekolah Dasar (SD) yang disebut Adi
Widya Pasraman perlu dialokasikan enam ruang belajar, satu ruang untuk para
guru dan satu ruang untuk perpustakaan.
3. Untuk Tingkat Sekolah Menengah Pertama yang
disebut Madyama Widya Pasraman perlu dialokasikan tiga ruang belajar, satu
ruang untuk para guru dan satu ruang untuk perpustakaan dan Laboratorium.
4. Untuk Tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) yang
disebut Utama Widya Pasraman perlu dialokasikan enam ruang yaitu untuk kelas I,
II dan III masing-masing satu ruang, tiga ruang lagi untuk guru, ruang TU dan
ruang perpustakaan.
Pola
pembelajaran pasraman yang sekarang berbeda dengan pasraman dahulu. Pasraman
yang dulu hanya menampung siswa yang beragama Hindu dari sekolah umum yang
tidak ada guru agama, maka siswa ini dapat belajar agama Hindu di pasraman,
sedangkan pasraman sekarang berdasarkan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Pasraman
dalam bentuk formal dan berjenjang. Siswanya dari jenjang kelas SD sampai
jenjang SMA bobot kurikulum umum 40% dan agama 60%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar