Selasa, 02 Oktober 2012

Pasraman (2)



BAB II - ASPEK-ASPEK PASRAMAN

A. Pengertian
          Kata “Pasraman” berasal dari Kata “Asrama” (sering ditulis dan dibaca ashram) yang artinya tempat berlangsungnya proses belajar mengajar atau pendidikan. Kata Asrama mendapat awalan “pa” dan akhiran “an”, di dalam bahasa Jawa Kuno dan Bali berarti tempat berlangsungnya pendidikan, yang maknanya sama dengan kata ashram di atas. Pendidikan Pasraman menekankan pada disiplin diri, mengembangkan akhlak mulia dan sifat-sifat yang rajin, suka bekerja keras, pengekangan hawa nafsu dan gemar untuk menolong orang lain. Konsep Pasraman yang berkembang sekarang diadopsi dari sistim pendidikan Hindu jaman dahulu di India sebagaimana disuratkan dalam kitab suci Veda dan hingga kini masih tetap terpelihara. 

Sistem asram menggambarkan hubungan yang akrab antara para guru (acarya) dengan para sisyanya, bagaikan dalam sebuah keluarga, oleh karena itu sistim ini dikenal pula dengan nama sistim pendidikan “gurukula”. Beberapa anak didik tinggal di Pasraman bersama para guru sebagai anggota keluarga, dan para guru bertindak sebagai orang tua siswa sendiri. Proses pendidikan di Pasraman dari masa lampau itu masih tetap berlangsung sampai saat ini dikenal pula dengan istilah lainnya yakni Sampradaya atau Parampara, yang di Jawa dan di Bali dikenal dengan istilah Padepokan atau Aguron-guron. Dewasa ini di India terdapat ribuan Pasraman/Ashram yang diasuh oleh guru-guru kerohanian dalam sistim Sampradaya atau Parampara. Bahkan cabang-cabang perguruan ini telah berkembang di Eropa dan Indonesia.
          Kini di Indonesia muncul dan berkembang banyak Pasraman untuk mengantisipasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh umat Hindu, utamanya adalah masalah pendidikan agama Hindu dan di luar Bali, karena keterbatasan tenaga guru agama Hindu, maka pendidikan agama Hindu yang tidak diperoleh di sekolah-sekolah pada umumnya, para siswa yang bersangkutan dapat mengikuti pendidikan agama Hindu melalui lembaga Pasraman ini. Di luar Bali pendidikan Pasraman umumnya berlangsung dilingkungan pura.
          Berawal dari sejarah proses pembelajaran agama Hindu sejak kemerdekaan Republik Indonesia. Perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia dengan panji-panji Hindu nyaris tidak terdengar karena pada waktu itu lembaga atau instansi formal yang mengayomi umat Hindu belum lahir walaupun kita percaya bahwa para pejuang kemerdekaan yang beragama Hindu secara individual bayak di ilhami oleh semangat perjuangan tokoh-tokoh wiracarita Ramayana dan Mahabharata. Demikian pula ketika Piagam Jakarta dicetuskan oleh tokoh-tokoh bangsa ini yang antara lain dituliskan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, secara kelembagaan (Hindu terus terang harus kita akui, kita belum ada. Juga pada saat kementerian Agama dibentuk pada Januari 1946 agama Hindu belum disertakan di dalamnya. Walaupun waktu itu di Pulau Bali kesadaran untuk berorganisasi dengan tujuan pengembangan proses pembelajaran agama yang diwarisi melalui ajaran yang ditulis dalam lontar-lontar sudah ada tetapi visi dan misinya terbatas dalam rangka belajar bersama, belum berorientasi pada proses kelangsungan hidup kelompok yang bercorak ke Hinduan.
          Berdirinya Parisadha Hindu Bali tahun 1959 menjadi tonggak sejarah baru bagi organisasi umat Hindu di Indonesia setelah kemerdekaan. Dengan diterbitkan Upadesa, telah memberikan pengetahuan dasar dan memanfaatkan kepercayaan diri umat Hindu akan agamanya. Namun karena terbatasnya sumber daya manusia yang memahami pokok-pokok ajaran Hindu dan terbatasnya dana yang dapat dihimpun oleh Parisadha maka tidak banyak hal prinsip yang mendorong umat Hindu untuk mengerti ajaran agama dilakukan oleh Lembaga parisada waktu itu.
          Lembaga Pasraman yang dikembangkan pada jaman Dukuh Suladri di masa lampau, sudah tidak dijumpai lagi aguron-guron dalam padiksaan calon sulinggih, walaupun proses pendidikan di Pasraman lebih bersifat door to door antara dan.
          Pasca penumpasan G 30 S/PKI pemerintah menganggap perlu mendorong peningkatan kehidupan beragama. Untuk memberikan bimbingan kepada umat Hindu dan Buddha maka dibentuklah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha pada tahun 1967. Hal ini memberikan peluang bagi umat Hindu untuk memperoleh pelayanan bimbingan beragama dari pemerintah. Pasca penumpasan G 30 S/PKI program pembangunan yang diarahkan untuk kesejahteraan rakyat, antara lain mendorong peningkatan kehidupan beragama, maka untuk memenuhi kepentingan akan pembinaan umat Hindu yang berada di seluruh Indonesia, dibentuklah perwakilan Bimbingan Umat Hindu Bali berada dibawah payung Departemen Agama RI pada tahun 1967.
          Bila diamati lebih jauh pada sekitar tahun 60-an, umat Hindu yang merantau ke kota-kota di luar Bali sudah mencapai ribuan orang belum lagi yang mengikuti program transmigrasi. Anak-anak yang lahir di luar Bali tentu saja membutuhkan pendidikan terutama mereka membutuhkan pendidikan agama Hindu pada sekolah-sekolah umum mulai SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi, yang waktu itu sulit diperoleh karena guru agama Hindu tidak ada dan perhatian pihak sekolah juga belum ada. Keadaan ini terus berlangsung sampai pertengahan tahun 70-an, seperti di Jakarta sudah banyak didirikan Pasraman-Pasraman di lingkungan Pura. Di Pasraman inilah proses pembelajaran pendidikan dilaksanakan. Agar proses pembelajaran pendidikan agama Hindu memiliki legitimasi, maka pemuka Hindu melalui Yayasan Mandhira Widayaka mengajukan permohonan pengakuan formal kepada Menteri P dan K Cq. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Permohonan itu ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 1.3.033.Kep.76 tentang Pedoman Penyelenggaraan pendidikan Agama Hindu bagi Pelajar-pelajar yang beragama Hindu pada sekolah atau kursus Negeri dan Swasta di DKI Jakarta.
          Berdasarkan Keputusan ini, Yayasan Madhira Widayaka diberikan kepercayaan mengelola penyelenggaraan pendidikan agama Hindu se-DKI Jakarta. Pusat-pusat kegiatan proses pembelajaran agama Hindu disepakati dengan nama Pasraman yang jelas ada perbedaan dengan istilah Pasraman yang digunakan di India. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kedudukan Pasraman adalah sebagai Lembaga Pendidikan Agama Hindu bagi pelajar-pelajar beragama Hindu di Tingkat SD, SLTP, SLTA/SMK dan Perguruan Tinggi yang karena suatu hal di sekolah tidak mendapat pelajaran Agama Hindu.
          Atas dasar fakta di atas Pasraman dituntut menyelenggarakan proses pembelajaran Pendidikan Agama Hindu sesuai dengan Kurikulum Nasional dan memberikan evaluasi atas hasil proses pembelajaran Pendidikan Agama Hindu yang hasilnya akan dikirim ke sekolah yang bersangkutan. Di samping itu Pasraman diharapkan berperan mendidik para siswa agar terjadi perubahan tingkah laku menuju sikap dan kepribadian yang luhur. Untuk melaksanakan peran-peran tersebut maka pengelola Pasraman dituntut untuk menyediakan sarana dan prasarana serta fasilitas belajar yang memadai, mengatur proses pembelajaran sedemikian rupa agar tercipta suasana dan lingkungan belajar yang dapat mendorong para Guru dan Siswa saling berinteraksi dengan mudah dan menyenangkan, serta melakukan seleksi terhadap pemakaian tenaga Guru artinya hanya Guru-guru yang memenuhi kwalifikasi tertentu saja yang diperbolehkan mengajar.
          Berangkat dari pemahaman terhadap kedudukan dan peran Pasraman sekarang, tentu umat Hindu terutama mereka yang menginginkan proses pembelajaran Pendidikan Agama Hindu menyentuh aspek kerohanian, tidak merasa puas melihat bahwa fungsi Pasraman yang sedang berlangsung sekarang, sebab hal itu tidak lebih dari sekedar kursus dan hanya sekedar proses legalisasi pemberian nilai pendidikan Agama di dalam raport saja.
          Di masa depan kita semua berharap mampu mendudukkan posisi Pasraman sebagai Lembaga Pendidikan Agama Hindu formal dan non formal dalam penyelenggaraan proses pembelajaran pendidikan Agama Hindu dari tingkat SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor: 20 tahun 2003 umat Hindu mempunyai peluang untuk menyelenggarakan Pendidikan keagamaan melalui Pasraman. Hal ini tertuang di dalam undang-undang dimaksud terutama pasal 30 ayat 4 yang menyatakan : Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan Diniyah, Pesantren, Pasraman, Pabhaja samanera dan bentuk lain yang sejenis, selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
          Saat ini Dirjen Bimas Hindu dan Buddha telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Penunjukan kepada Parisadha untuk menyelenggarakan Pendidikan Agama Hindu di daerah-daerah seluruh Indonesia terutama diberbagai tempat yang sampai saat ini belum memiliki guru Agama Hindu formal yang menyelenggarakan proses Pendidikan Agama Hindu.

B.  Fungsi
          Sebagai lembaga penyelenggara pendidikan agama Hindu mulai dari tingkat Pra Sekolah, SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi Umum, Pasraman diharapkan mempunyai fungsi sebagai:
1.  Penyelenggara prosesi pembelajaran pendidikan agama Hindu;
2.  Pengembang kemampuan dasar pendidikan agama Hindu;
3.  Lembaga yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama Hindu bagi warga yang memerlukannya;
4.  Institusi yang mampu memberikan bimbingan dalam pelaksanaan pengalaman nilai-nilai budi pekerti ajaran Hindu;
5.  Menjadi mediator menjalin hubungan kerjasama antara warga Pasraman dengan masyarakat Hindu.

C. Tujuan
          Tujuan adalah merupakan penjabaran/pelaksanaan dari pernyataan misi. Tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan oganisasi secara umum. Contoh dari tujuan Pasraman, misalnya :
1.  Memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan pribadi yang memiliki Sradha dan Bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.  Membina siswa agar memiliki pengalaman, pengetahuan, keterampilan yang dapat dikembangkan dalam kehidupannya.
          Dengan tujuan ini, jalannya organisasi sudah lebih terarah kepada fokus tertentu yang akan menjadi kompas bagi pengelola organisasi. Untuk itulah Pasraman perlu menetapkan tujuan yang jelas.

D. Sasaran
          Sasaran adalah penjabaran dari tujuan, yaitu sesuatu yang hendak dicapai/dihasilkan oleh Pasraman dalam jangka waktu tertentu. Sasaran di arahkan dalam bentuk kuantitatif sehingga dapat di ukur.
          Sasaran adalah bentuk riil dari tujuan. Jika tujuan organisasi dapat memberi arah bagi penyelenggara organisasi, maka sasaran adalah mencerminkan maksud yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu. Sasaran adalah bentuk pengkhususan dari tujuan. Contoh : pada tujuan, organisasi harus menentukan kemana arah perjalanan organisasi, misalnya dari Bandung ke Jakarta, sedangkan pada sasaran, organisasi mesti menentukan tempat atau bahkan waktu dari perjalanan organisasi. Jadi di mana tempat yang pasti yang akan di tuju, apakah di Senen atau Salemba atau bahkan di Jalan apa nomor berapa dan kapan waktunya harus sampai di tujuan tersebut.
          Dengan penyusunan sasaran yang jelas maka pengelola organisasi akan lebih mudah memanage organisasi tersebut.

E.  Visi
          Tujuan penetapan visi antara lain mencerminkan apa yang akan dicapai oleh suatu organisasi, memberikan arah dan focus yang makin jelas untuk organisasi. Di samping itu visi juga dapat menjadi perekat yang akan menyatukan berbagai gagasan strategis sehingga organisasi memiliki orientasi terhadap masa depan organisasi.
          Dalam berbagai literature dinyatakan bahwa visi adalah pandangan jauh ke depan kemana organisasi akan dibawa agar dapat eksis, antisipatif dan inovatif. Lebih dari itu, visi juga dinyatakan sebagai suatu gambaran yang menantang tentang masa depan organisasi yang diinginkan. Atas dasar hal tersebut, maka rumusan visi merupakan tujuan terluas dan terumum yang memperjelas arah yang akan dicapai organisasi, gambaran aspirasi di masa depan, dan inspirasi untuk mendapatkan yang terbaik.
          Sekalipun visi merupakan impian, akan tetapi visi harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1.  Dapat dibayangkan oleh seluruh anggota organisasi                                             
2.  Mengandung nilai yang diinginkan oleh organisasi
3.  Mungkin untuk dicapai
4.  Terfokus pada efisiensi, efektivitas dan ekonomis
5.  Berwawasan jangka panjang, akan tetapi tidak mengabaikan perkembangan zaman
6.  Dapat dikomunikasikan dan dimengerti oleh anggota organisasi
    
     Oleh sebab itu, visi yang baik adalah visi yang mampu menarik komitmen dan menggerakkan seluruh anggota organisasi, memberikan makna bagi kehidupan anggota organisasi, membentuk suatu standar keunggulan, menjembatani keadaan sekarang dan keadaan masa depan.
          Visi organisasi dapat dirumuskan dimulai dari mendorong setiap anggota organisasi untuk memiliki visi individu dalam organisasi. Dalam proses ini komitmen dan rasa memiliki setiap individu terhadap organisasi akan terbangun. Tidak jarang bahwa individu-individu memiliki pemikiran yang jauh ke depan tentang organisasinya, sehingga tidak jarang pula rumusan visi individu ini dapat diolah menjadi organisasi secara keseluruhan. Sering kali pula bahwa visi individu mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan nilai-nilai organisasi.
          Proses di atas dapat dilanjutkan dengan mendorong setiap tim atau unit kerja untuk merumuskan visi mereka atas dasar visi individu masing-masing anggota tim atau unit kerja tersebut. Setiap individu diminta mengajukan visinya masing-masing untuk selanjutnya didiskusikan bersama anggota tim atau unit organisasi dalam rangka merumuskan visi tim atau unit kerja bersangkutan. Masing-masing memberikan pandangannya untuk menetapkan visi tim atau unit kerjanya. Dengan proses tersebut maka komitmen dan rasa memiliki serta keinginan untuk mewujudkan visi terbangun sejak awal. Demikian selanjutnya dari visi tim atau unit ke dapat diajukan untuk membentuk visi organisasi secara keseluruhan. Dengan demikian visi  yang dapat dirumuskan akan dapat mengundang komitmen dan menggerakkan seluruh anggota unit kerja yang ada dalam organisasi untuk berupaya mewujudkannya.
          Dalam kontek ini perlu ditekankan bahwa sekalipun visi tersebut bersifat impian akan tetapi harus tetap bisa dicapai. Jika visi menyebutkan dimensi waktu maka institusi yang menetapkan visi tersebut mesti dapat mencapai apa yang diinginkan pada waktu yang telah ditetapkan. Visi bukan hanya sekedar symbol formalitas tetapi merupakan semacam kontrak yang menjadi tanggung jawab organisasi untuk mewujudkannya.
          Visi yang sudah terumuskan, yang karena sifatnya jauh ke depan tetapi merupakan hal yang dapat dicapai, memang terkadang sulit bagi kita untuk memprediksi kapan visi tersebut akan bisa dicapai. Oleh karena itu sangatlah penting untuk membatasi visi tersebut dengan rentang waktu tertentu dengan memperhitungkan segala kemampuan organisasi yang bersangkutan.
          Mengacu dari apa yang telah diuraikan dalam rumusan visi tersebut maka secara singkat dapat ditegaskan bahwa visi dalam penyelenggaraan pasraman adalah “menjadikan generasi muda Hindu yang cerdas dan agamais”

F.  MISI
          Misi merupakan sesuatu yang mesti diemban atau dilaksanakan oleh satu organisasi, sesuai visi yang telah ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat dilaksanakan dan berhasil dengan baik. Dengan pernyataan misi, pegawai dan pihak yang berkepentingan akan mengetahui peran dan program-program serta hasil yang akan diperoleh di waktu yang akan datang. Misi merupakan penjabaran secara lebih operasional visi yang telah dibuat/ditetapkan sebelumnya.
          Misi akan menjelaskan mengapa organisasi itu ada dan memberikan focus terhadap apa yang akan dilakukan oleh organisasi, sehingga menjadi landasan kerja bagi organisasi.
     Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika misi dirumuskan, yaitu :
1.  Harus dilihat produk atau pelayanan apa yang akan dihasilkan oleh organisasi.
2.  Sejauhmana pelayanan yang diperlukan oleh masyarakat atau sejauhmana produk yang dihasilkan, memang dibutuhkan oleh masyarakat.
3.  Sasaran publik/masyarakat yang mana yang akan dilayani.
4.  Aspirasi apa yang akan muncul dalam masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan oleh organisasi.

          Oleh karena itu pada saat merumuskan misi mesti melibatkan seluruh pihak-pihak yang berkepentingan, baik organisasi/instansi pemerintah, mitra kerja, masyarakat yang akan dilayani, akademisi, dan sebagainya. Agar misi yang dirumuskan juga dapat direalisasikan, maka perlu dilakukan analisis penilaian lingkungan strategis. Misi yang dirumuskan dengan memperhitungkan kondisi lingkungan akan menghindarkan diri dari pertentangan baik internal maupun eksternal. Selain itu, perumusan misi juga harus melihat keselarasan antara kegiatan dan proses yang akan dilakukan dengan sumber daya yang tersedia. Dengan demikian penggunaan sumber daya yang ada akan lebih berdayaguna dan berhasilguna. Atas dasar ini maka perumusan misi hendaknya diupayakan secara realistis. Dengan kata lain perumusan misi yang sangat ideal dengan tanpa mempertimbangkan kemampuan organisasi justru akan banyak menimbulkan masalah.
          Untuk perumusan misi sebagaimana yang diharapkan, dapat dilakukan melalui proses sebagai berikut:
1. Bentuklah sebuah tim khusus yang ditugaskan untuk merumuskan misi organisasi, dengan catatan bahwa tim bersangkutan benar-benar memahami semangat, nilai-nilai serta jiwa yang dikandung oleh visi yang telah disusun.
2. Dalam tim, setiap anggota diminta untuk mencari informasi tentang aspirasi dan keinginan yang dituju oleh setiap pihak yang berkepentingan baik mitra kerja, anggota organisasi, instansi pemerintah, partai politik, kelompok profesi, media masa, masyarakat yang dilayani, akademisi, dan lain-lain.
3. Selanjutnya diadakan kajian terhadap seluruh informasi yang telah terkumpul dan berdasarkan hasil kajian itulah kemudian disusun misi yang diinginkan.
4. Konsep misi yang telah dirumuskan tersebut kemudian diajukan kepada organisasi untuk mendapat umpan balik.
5. Selanjutnya umpan balik yang ada digunakan untuk menyempurnakan konsep misi yang telah dihasilkan oleh tim tersebut. Kita berharap bahwa penyempurnaan tersebut benar-benar dapat melahirkan misi yang dapat mendekati kepuasan anggota organisasi.
6. Tahap yang terakhir adalah sosialisasi dari misi yang telah menjadi kesepakatan bersama, baik kepada pihak internal maupun eksternal organisasi.
          Dari rumusan Misi yang menjadi harapan seperti yang diuraikan dalam proes tersebut maka dapat dijabarkan misinya sebagai berikut :
1. Menjadikan pasraman sebagai pusat pendidikan Hindu
2. Menjadikan pasraman sebagai pusat kajian Hindu
3. Menjadikan pasraman sebagai pengembangan Hindu

G. Bentuk-Bentuk Pasraman
          Sebagai salah satu wadah untuk membina dan mengembangkan pemahaman dan pengamalan ajaran Hindu Pasraman dapat berbentuk formal maupun non-formal. Bentuk formal maksudnya Pasraman yang dikelola dalam system manajemen dan pengadministrasian secara formal/resmi oleh pemerintah mampu dikelola oleh masyarakat (yayasan). Sedangkan bentuk non-formal adalah Pasraman yang dikelola sepenuhnya oleh masyarakat dalam bentuk pelatihan.
          Masing-masing lembaga tersebut memiliki pendekatan pengelolaan yang khas yang biasanya ditentukan oleh pendiri lembaga bersangkutan, dalam hal ini Dang Guru atau Nabe. Dasar pembedaannya terletak pada penekanan lembaga tersebut baik kepada substansi ajaran ataukah teknis pengelolaannya.

H. Pendidikan Keagamaan Formal
          Terkait pada pendidikan keagamaan formal maka pada dasarnya pendidikan keagamaan Hindu berfungsi menanamkan pada peserta didik dasar keimanan (Sraddha) dan ketaqwaan (Bhakti) kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berbagai kepentingan dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk menjadi ahli ilmu agama Hindu. Pendidikan keagamaan Hindu merupakan pendidikan berbasis masyarakat yang diselenggarakan dalam bentuk pasraman, pesantian, dan bentuk lain yang sejenis. Pendidikan pasraman diselenggarakan pada jalur formal anak usia dini, setingkat taman kanak-kanak disebut Pratama Widya Pasraman, menyelenggarakan pendidikan dua tingkat yaitu tingkat yaitu tingkat Pratama Widya Pasraman A (TK.A) dan tingkat Pratama Widya Pasraman B (TK.B). Pendidikan pasraman pada jalur formal jenjang pendidikan dasar setingkat sekolah dasar disebut Adi Widya Pasraman. Terdiri atas tingkat I sampai tingkat VI. Pendidikan pasraman pada jalur formal jenjang pendidikan dasar setingkat SMP disebut Madyama Widya Pasraman, terdiri atas 3 tingkat yaitu tingkat VII sampai IX. Pendidikan pasraman pada jalur formal jenjang pendidikan menengah setingkat SMA disebut Utama Widya Pasraman, terdiri atas 3 tingkat yaitu tingkat X sampai tingkat XII.

I. Pendidikan Keagamaan Hindu Non Formal
1. Pendidikan keagamaan Hindu non formal dilaksanakan dalam bentuk pesantian, sad dharma yaitu dharma tula, dharma sedana, dharma wacana, dharma yatra, dharma gita, dharma santih atau dalam bentuk lain yang sejenis. Adapun bentuk pendidikan non formal lainnya seperi :
a.   Padepokan
b. Aguron-guron
c.   Parampara
d. Guru kula
e.   Asram
2. Pendidikan keagamaan Hindu non formal merupakan kegiatan pendidikan keagamaan Hindu secara berjenjang atau tidak berjenjang bertujuan untuk melengkapi pendidikan agama di sekolah formal dalam rangka meningkatkan sraddha dan bhakti peserta didik.
3. Penyelenggaraan pendidikan keagamaan Hindu non formal sebagai kegiatan pendidikan keagamaan Hindu berbasis masyarakat, diselenggarakan oleh lembaga social dan tradisional keagamaan Hindu dilaksanakan dilingkungan tempat ibadah, balai adat, dan tempat lainnya yang memenuhi syarat.
4. Pendidikan keagamaan Hindu non formal didaftarkan keberadaannya kepada Departemen Agama dan pemerintah daerah.
5. Pemerintah dan pemerintah daerah memberi bantuan kepada penyelenggaraan pendidikan keagamaan Hindu non formal

          Untuk dapat diterima sebagai siswa (Brahmacari) Adi Widya Pasraman seseorang beragama Hindu dan berijasah Pratama Widya Pasraman atau yang sederajat. Untuk dapat diterima sebagai siswa (Brahmacari) Madyama Widya Pasraman seseorang beragama Hindu dan berijasah Adi Widya Pasraman atau yang sederajat. Untuk dapat diterima sebagai siswa (Brahmacari) Utama Widya Pasraman seseorang beragama Hindu dan berijasah Madyama Widya Pasraman atau yang sederajat. Siswa (Brahmacari) pada pendidikan Adi Widya Pasraman, Madyama Widya Pasraman dan Utama Widya Pasraman berhak menyelesaikan program pendidikan Adi Widya Pasraman sekurang-kurangnya 6 tahun, Madyama Widya Pasraman sekurang-kurangnya 3 tahun dan Utama Widya Pasraman sekurang-kurangnya 3 tahun. Siswa (Brahmacari) pada pendidikan pasraman berkewajiban:
a.   Melaksanakan warna asrama dharma;
b. Hormat dan taat kepada Catur Guru;
c.   Berkewajiban memelihara sarana dan prasarana serta menjaga citra pasraman.

     Pasraman sebagai lembaga pendidikan keagamaan dapat dikelola melalui jenjang-jenjang:
1.  Untuk Taman Kanak-Kanak (TK) yang disebut dengan Pra Widya Pasraman dialokasikan satu ruang belajar dan tempat bermain anak-anak.
2.  Tingkat Sekolah Dasar (SD) yang disebut Adi Widya Pasraman perlu dialokasikan enam ruang belajar, satu ruang untuk para guru dan satu ruang untuk perpustakaan.
3.  Untuk Tingkat Sekolah Menengah Pertama yang disebut Madyama Widya Pasraman perlu dialokasikan tiga ruang belajar, satu ruang untuk para guru dan satu ruang untuk perpustakaan dan Laboratorium.
4.  Untuk Tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) yang disebut Utama Widya Pasraman perlu dialokasikan enam ruang yaitu untuk kelas I, II dan III masing-masing satu ruang, tiga ruang lagi untuk guru, ruang TU dan ruang perpustakaan.
 Pola pembelajaran pasraman yang sekarang berbeda dengan pasraman dahulu. Pasraman yang dulu hanya menampung siswa yang beragama Hindu dari sekolah umum yang tidak ada guru agama, maka siswa ini dapat belajar agama Hindu di pasraman, sedangkan pasraman sekarang berdasarkan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Pasraman dalam bentuk formal dan berjenjang. Siswanya dari jenjang kelas SD sampai jenjang SMA bobot kurikulum umum 40% dan agama 60%.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar