Serat Salokatama
Naskah
Serat Salokatama dikarang oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ariya Mangku
Nagara IV pada 1799 Jawa atau 1870 M. Serat Salokatama dikarang dalam bentuk
tembang mijil, seluruhnya ada 31 “pada” (bait), sudah pernah diterbitkan oleh
Nurhipkolep Jakarta 1953 dengan huruf Jawa.
Saloka berarti perumpamaan atau ceritera sedang tama berarti utama atau baik.
Salokatama berarti perumpamaan atau ceritera yang utama atau yang baik. Ini
terungkap pada bait terakhir dari tembang tersebut yang berbunyi: Itij
panawunging ruwiyadi yang artinya: telah selesai uraian ceritera yang baik.
Isi Serat Salokatama
Adapun intisari isi Serat Salokatama selengkapnya seperti pemaparan berikut
ini.
Yang dilihat oleh pengarang adalah sesuatu yang tidak pada tempatnya dan selalu
mengganggu pikirannya. Umumnya orang yang punya kemauan sering tidak mawas
diri, berbuat tak terkendali dan akhirnya mendapatkan “nistha”. Orang muda suka
menonjolkan dirinya agar orang lain takut dan menghargai. Mereka tidak tahu
bahwa perbuatannya itu banyak yang menertawakan, membuat orang lain tidak
senang dan musuhnya menjadi bersyukur karenanya. Tampaknya seperti seorang
pemberani, tingkah lakunya dibuat-buat, sehingga tampak seperti seorang jahil
atau penjahat. Kelak ika mereka telah berhenti dari perbuatan itu, orang tetap
tidak percaya bahwa mereka orang baik-baik.
Andai kata orang hidup itu dua kali, tidak ada orang takut mati serta tak ada
orang yang kecewa. Tetapi karena hidup hanya satu kali, banyak yang kecewa
hidupnya, sehingga kadang-kadang ingin bunuh diri. Tetapi bunuh diri sebenarnya
lebih sengsar, makamnya tidak boleh dicampur dengan leluhur dan orang banyak.
Orang yang membunuh orang dosanya amat besar, tetapi masih lebih besar dosa
orang yang bunuh diri, sehingga “nistha” melebihi matinya lutung atau kera.
Membersihkan dosa tidak ada cara lain kecuali minta maaf kepada semua yang
disakiti hatinya. Jika lebih tua dan lebih tinggi berbaktilah. Jika lebih muda
tetapi lebih tinggi, dengan salam takzim dan bahasa yang halus. Semuanya adalah
usaha untuk menghilangkan kemarahan. Jika malu dengan berkata langsung,
tulislah surat yang manis. Kemudian minta maaf dan bertobat kepada Tuhan. Juga
jangan lupa menghormati leluhur agar tidak mendapatkan dosa dari padanya.
memang orang berbuat baik itu berat, berbeda dengan orang yang akan berbuat
jelek selalu lebih mudah.
Umumnya orang di dunia ini, baik yang tinggi maupun yang rendah martabatnya
tidak suka mengalah meskipun bukan berarti kalah yang sebenarnya. Dan lagi pada
umumnya orang jika dipuji dan didukung pendapatnya akan suka hatinya serta jauh
dari sakit hati.
Umumnya orang yang tidak tahu akan budi baik, jika ada sesuatu hal yang
diceriterakan yang buruk dahulu, sebabnya memang tidak sampai pemikirannya.
Jika kita ingin mendapatkan kemuliaan agar terlaksana kita harus berani rendah
hati, minta pertolongan dan doa restu.
Jika suatu ketika cita-cita kita gagal, jangan terkejut dan lalu menyalahkan
dirinya sendiri sejadi-jadinya. Mohonlah petunjuk kepada Tuhan, rasakan apa
kekurangan kita. Karena Manusia ini semuanya kekasih Tuhan, Jika mempunyai
cita-cita, mohonlah kepada Tuhan, pasti akan dikabulkan. Jika belum berhasil,
barangkali memang belum waktunya.
Ibaratnya buah durian muda jika dipanjat sukar memetiknya, dan jika sudah
dipetik tidak dapat dimakan, padahal usahanya mati-matian. Lain halnya jika
sedikit demi sedikit, sabar menunggu, jika sudah waktunya akan jatuh sendiri,
mudah memetiknya dan enak dimakan.
Demikian juga orang mencari kemuliaan, Jika terlalu dipaksakan kadang-kadang
sampai kehabisan akal, segala jalan ditempuh dan tidak segan-segan menggunakan
cara yang tidak baik, misalnya dengan menggunakan magis. Jika berhasil, umumnya
kurang baik, tidak tahan lama dan tidak lestari. Ini persamaannya seperti
memetik durian muda tadi.
Lain halnya dengan orang yang berusaha dengan jalan yang baik. Pada malam hari
selalu memohon kepada Tuhan. Sehari-harinya tingkah lakunya baik, rajin, jujur,
rendah hati, bicara manis, patuh pada atasan, cinta kepada sesama. Umumnya yang
melaksanakan seperti itu, sudah selayaknya jika yang dicita-citakan berhasil.
Hal itu anugerah nyata dari Tuhan. Kehidupanya selamat tidak dirundung
kesusahan dan kadang-kadang dapat menurun ke anak-cucu.
Ibarat ingin memetik buah durian yang masak di pohon, jika mempunyai cita-cita
harus ada usahanya tidak cukup hanya dipikir saja. Tuhan tidak akan mengabulkan
bagi yang tidak berusaha.
Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1993. Aneka Ragam
Khasanah Budaya Nusantara V. Jakarta: Depdikbud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar