ÅÛI BHAGASPATI
Diceritakan
ada seorang Raja yang bernama Prabhu Madraka, beliau memiliki putra yang
bernama Narasoma yang dalam perang Bhàrata Yuddha lebih dikenal dengan Prabhu
Úalya. Waktu masih muda Narasoma pergi berburu ke hutan. Pada masa lalu orang
mencari beburan atau mencari ilmu serta mencobanya di hutan siapa mampu
menaklukkan hutan dianggap sudah digjaya.
Narasoma memang berparas tampan dan
juga perkasa sehingga menjadi idam-idaman putra Raja waktu itu. Belum lagi
kesaktiannya yang pilih tanding membuat kerajaannya itu menjadi disegani oleh
kerajaan sekitarnya.
Hutan
dekat hutan tempat Narasoma berburu, dihuni oleh seorang Åûi sakti yang
berwajah Rakûasa yang bernama Åûi Bhagaspati. Kesaktian beliau kesohor
kemana-mana, hanya beliau agak jarang tampil di daerah-daerah ramai karena
wajahnya menyeramkan atau menakutkan, padahal hati beliau sangat baik dan
bijaksana. Beliau memiliki seorang putri yang sangat cantik dan jelita.
Sang
Åûi Bhagaspati sangat menyayangi putri satu-satunya. Suatu ketika Sang Åûi
menangkap mimpi anaknya yang bernama Dewi Pùjàwati, beliau memimpikan seseorang
laki-laki yang gagah perkasa, sampai-sampai beliau merasa gelisah dan tidak
enak makan. Mengetahui ini Sang Åûi merasa kasihan pada putri kesayangannya.
Maka sang Åûi terbang mencari dan berusaha menemukan laki-laki idaman anaknya.
Beliau melayang-layang di udara sambil mengawasi orang laki lalang di bawah.
Suatu ketika melihatlah beliau seorang putra yang sedang mengejar-ngejar
binatang buruannya. Laki-laki inilah yang dimaksud dalam mimpi anaknya, maka
sang Åûi turun dan menghampiri laki-laki itu yang tiada lain Sang
Narasoma seraya menyampaikan agar laki-laki ini mau mengawini anaknya. Tentu
saja laki-laki ini menolak karena dalam pikirannya seorang Rakûasa jelek pasti
memiliki anak jelek pula.
Sang Åûi telah berusaha meyakinkan Sang
Narasoma bahwa anaknya cantik dan ayu tapi tetap juga menolak. Akhirnya sang Åûi
memaksa laki-laki ini dan Sang Narasoma tak mampu melawan. Sesampai di rumah
Sang Åûi, keyakinan Sang Narasoma berubah dan Sang Narasoma mengikuti
kehendak Sang Åûi, ya karena yang Dewi betul-betul wanita yang menawan,
semua yang ada dalam tubuh wanita tiada yang tercela. Semuanya memikat hati.
Inilah membuat Sang Narasoma mengikuti kehendak Sang Åûi.
Lama
diceritakan Sang Narasoma berada di hutan sebagai manusia, ia punya rindu akan
orangtua dan kampung halamannya. Kerinduannya terlihat dari tidur yang sering
gelisah, dan makanannya yang tidak pernah lahap. Ini membuat sang istri yakni
Dewi Pùjàwati menjadi bertanya pada Sang Narasoma, apa gerangan yang membuat
dirinya gelisah dan tidak enak makan.
Berkatalah Sang Narasoma dengan ilustrasi
bahwa seperti orang makan nasi tapi jika ada latah (sekam) satu saja tak
bisa atau susah untuk dimakan, dan ini membuat aku susah pulang ke Negeriku
bersamamu. Hal ini tak mengerti maksudnya oleh Sang Dewi dan ditanyakan kepada
Sang Åûi Bhagaspati tentu beliau sangat paham dengan maksud menantunya
bahwa ia sulit ke kerajaannya, karena dia khawatir tatkala orangtuanya bertanya
siapa gerangan nama besannya (ayah sang Dewi Pùjàwati) dia khawatir
ditertawakan mengawini anak Rakûasa.
Maka kemudian Sang Åûi mengatakan pada
Dewi Pùjàwati untuk memilih ayahnya atau suaminya yang harus hidup. Atas
pilihan ini, Dewi Pùjàwati terdiam. Sang
Åûi mengerti maksud anaknya yang lebih berat pada suaminya. Maka beliau masuk
ke tempat pemujaan melakukan Yoga Samàdhi. Karena ilmu Sang Åûi sangat
tinggi maka sukma beliau pergi ke alam suóya dan jasad beliau rontok
menjadi abu, dan sebelum beliau meninggalkan jasadnya beliau tak lupa
mewariskan beberapa ilmunya pada menantunya termasuk baju kebalnya.
Kemudian
Sang Narasoma pergi ke kerajaannya dan menghadap pada orangtuanya, terlebih
lagi beliau sangat rindu pada ayahnda. Di situ beliau ditanya tentang segala
sesuatu terkait menantunya termasuk siapa besan dan sekarang ada di mana.
Sang
Narasoma menceritakan semua hal tentang istri dan mertuanya. Mengetahui hal itu
Raja Madraka menjadi marah dan mengusir Narasoma karena ulah egois Narasoma
membuat Sang Åûi Bhagaspati sahabat karibnya yang paling baik menjadi telah
tiada. Pergilah Sang Narasoma dari kerajaan yang diikuti oleh adik putri
satu-satunya yang bernama Dewi Madrì, agar adiknya tak merepotkan dimasukkan
adiknya ke dalam dirinya dengan kekuatan saktinya.
Dalam
perjalanan berjumpalah beliau dengan Sang Pàóðu ayah dari Pàóðawa. Di situ
mereka saling ejek dan Narasoma menyatakan kalau saja saya ikut dalam sayembara
tentu aku yang dapatkan Kuntì. Selanjutnya Pàóðu pun katakan kalau saja ilmu-mu
tinggi lawanlah aku dan jika aku kalah ambilah Dewi Kuntì dariku. Bila kau yang
kalah bagaimana? Baik, kata Narasoma jika aku kalah ambilah adikku sebagai
taruhan dan dikeluarkan adiknya dari tubuhnya.
Pertempuran
berlangsung sengit, saling panah, saling tebas dengan pedang dan pertempuran
tangan kosong pun berlangsung yang akhirnya kekalahan ada pada Narasoma, dan
Dewi Madrì menjadi milik Sang Pàóðu yang nantinya Dewi Kuntì, Dewi Madrì serta
Dewi Gàndhàrì (adik Úakuni) diberikan pada kakak Sang Dhåtaràûþra untuk memilih
sehingga Dewi Gàndhàrì milik atau menjadi istri Dhåtaràûþra dan Dewi Kuntì dan
Dewi Madrì jadi istri Sang Pàóðu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar