Sabtu, 16 Juni 2012

brahman


BRAHMAN

Kapas adalah bahan dasar dari setiap baju. Baju yang jelek atau yang bagus, baju yang murah atau yang mahal, semuanya terbuat dari bahan dasar yang sama yaitu kapas. Sesuai dengan contoh di atas baju-baju itu adalah semua pribadi yang ada di seluruh alam semesta ini, dan kapas itu adalah Brahman


Segala yang ada, segala pribadi, pribadi terendah sampai pribadi tertinggi terbuat dari bahan dasar yang sama yaitu Brahman. Karena itu Veda mengatakan : sv| kiLvd' b[õn( (sarvaý khalu idaý brahman ) segalanya adalah Bahman 

Segala sifat dan identitas diciptakan oleh pikiran. Pikiran berasal dari Brahman. Karena itu Brahman tidak bisa dikenakan dengan sifat apapun. Brahman tidak bisa dikatakan ada, tidak bisa dikatakan tidak ada, tidak bisa dikatakan ada dan tidak ada. Brahman di luar segala sifat dan ciri-ciri.

Bagian dari Brahman yang menjadi azas dasar dari setiap manusia disebut sebagai àtman. Untuk mengenali Brahman bisa dicapai dengan mengenali àtman. Brahman dan àtman diibaratkan seperti lautan dengan tetesannya. Air laut itu asin, tetesannya juga asin. Dengan mengetahui rasa setetes air laut maka akan mengetahui rasa seluruh air lautan.

Identifikasi yang salah tentang diri dimulai dari kebodohan (avidyà). Kebodohan berkata, “Badan ini adalah aku; nafsu ini adalah aku; fikiran ini adalah aku”. Tapi sang yogì yang bijaksana mengenali bahwa, “badan ini bukan aku; nafsu ini bukan aku; pikiran ini bukan aku”. 

Kesalahan identifikasi menyebabkan timbulnya nafsu yang tidak putus-putusnya. Dan nafsu yang tidak terkontrol adalah penyebab dari derita. Seseorang yang telah menyadari dengan sempurna kesejatiannya sebagai àtman akan memiliki kontrol yang sempurna terhadap dirinya. Ia bebas dari segala derita.

Àtman dipahami dengan cara pendiskriminasian satu persatu unsur-unsur pembentuk kepribadian dan ini bukan aku, pikiran ini bukan aku, nafsu ini bukan aku, ego ini bukan aku.” Dengan perenungan seperti ini secara terus menerus sang yogì akan menemukan yang terdasar dari kediriannya.

Àtman adalah saripati dari spiritualitas, yang tersembunyi di dalam “rasa aku” dari setiap orang. Sementara kita mengucapkan “aku ada”, secara tidak langsung sebenarnya kita mengucapkan “aku ada di dunia, aku ada di tempat-tempat tertentu.” Dunia adalah obyek “aku ada” adalah subyek. “Aku” dari “aku ada” merupakan bagian yang terhalus dari jiwa kita.

Kita tahu, bahwa di dalam jiwa setiap makhluk terdapat rasa “aku ada.” “Aku adalah, aku ada”. “Aku” ini merupakan bagian yang terhalus. Kita semua tahu, ya kita tahu di sana terdapat perasaan “aku ada.” Jadi, “Aku tahu adanya perasaan aku ada.” Maka, rasa “aku” dari “aku ada” merupakan subyek dari “aku ada.” Dan rasa “aku” dari “aku ada” merupakan bagian jiwa yang paling mendasar. Rasa “aku” dari “aku tahu” adalah subyek dari “aku tahu.” “Aku” dari “aku tahu” itulah àtman.

“Aku ada” merupakan jiwa yang paling halus, yang paling mendasar dan disebut guhà dalam bahasa Sanskerta. Dan apakah esensi dari spiritualitas? “Aku” dari “aku tahu.” “Aku tahu” bahwa “Aku ada”, “aku” dari “aku tahu” itulah esensi dari spiritualitas. Inilah àtman, bukan jiwa.

Jiwa berbeda dengan àtman. Tetapi sering juga jiwa diistilahkan sebagai àtman. Àtman-budi-pikiran bersatu akan membentuk kepribadian, dan kepribadian inilah yang disebut dengan jiwa (roh). Jiwa inilah kepribadian yang tidak mengenal kematian, mengalami reinkarnasi dan berevolusi.

Kita telah membahas bahwa di dalam kepribadian manusia terdapat esensi yang paling mendasar yaitu àtman Demikian pula kosmos ini, bahwa kepribadian kosmik tertinggi memiliki esensi yang paling mendasar yang di sebut Brahman. Brahman atau àtman berada di seberang segala sifat dan identifikasi. Tetapi bagi jiwa yang telah merealisir kesadaran tertinggi dan terhalus itu akan mempe-roleh penerangan rohani jauh di atas apa yang bisa diba-yangkan oleh pikiran. 

Penerangan rohani itu memberi sang yogì pemenuhan tujuan hidup, memperoleh semua sasaran yang menjadi cita-cita kerohanian, memberi kebebasan dari kelahiran dan kematian yang berulang-ulang. Melalui kesadaran teragung itu sang yogì akan menjelma menjadi pribadi yang amat berbeda dengan sebelumnya. Menjadi pribadi yang bersinar dengan kebijaksanaan. Mencapai penerangan Agung dan melihat dengan jelas jawaban dari pertanyaan :
siapakah aku ?
dari mana aku berasal ?
mengapa aku di sini ?
hendak kemana aku pergi ?
berapa lama aku di sini ?

Beranjak dari hal ini, Brahman yang di luar segala sifat itu dinyatakan sebagai sat-cit-ànanda (eksistensi-kesadaran-kebahagiaan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar