Meru merupakan simbol atau lambang Andha Bhuwana (alam semesta), tingkatan atapnya melambangkan lapisan alam besar dan alam kecil (makrokosmos dan mikrokosmos).
Berdasarkan
penjelasan dari Lontar Andha Bhuwana, dapat kita jabarkan bahwa Meru adalah
lambang alam semesta sebagai tempat bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa
beserta manifestasinya. Meru adalah lambang gunung Maha Meru, gunung merupakan
lambang alam semesta sebagai linggih atau sthana Ida Sang Hyang Widhi Wasa
beserta manifestasinya secara objektif.
Tingkatan-tingkatan atap
Meru merupakan simbol dari penggabungan Daúàkûara. Daúàkûara adalah simbol
berupa huruf sebagai jiwa seluruh bagian dari alam semesta ini (hurip
bhuwana). Disebutkan ada sepuluh huruf suci sebagai hurip bhuwana
yang diletakkan diseluruh penjuru alam semesta ini, dua diantara huruf suci itu
ditempatkan pada arah tengah. Adapun kesepuluh huruf-huruf suci tersebut antara
lain :
1) Sa ---> bertempat di arah
timur,
2) Ba ---> bertempat di arah
selatan,
3) Ta ---> bertempat di arah
barat,
4) A ---> bertempat di arah
utara,
5) I ---> bertempat di arah
tengah,
6) Na ---> bertempat di arah
tenggara,
7) Ma ---> bertempat di arah
barat daya,
8) Si ---> bertempat di arah
barat laut,
9) Wa ---> bertempat di arah
timur laut,
10) Ya ---> bertempat di
arah tengah.
Penggabungan dari sepuluh
huruf suci tersebut menghasilkan satu huruf suci, yaitu OM (OMKARA).
Meru juga melambangkan
gunung Mahameru yang merupakan sthana / pelinggih dewa-dewi, bhaþàra- bhaþàri
leluhur berdasarkan lontar-lontar: Purana Dewa, Kusuma Dewa, Widhi Sastra,
Wariga Catur Winasa Sari, dan Jaya Purana.
Dengan demikian, apabila
dihubungkan dengan keberadaan huruf-huruf suci yang merupakan lambang Ekàdaúa
Dewata, maka tingkatan-tingkatan pada atap Meru memiliki makna sebagai berikut
:
1) Meru beratap tingkat 1 adalah lambang dari huruf OM yang merupakan
lambang dari Sang Hyang Tunggal (Tuhan)
2) Meru beratap tingkat 2, merupakan lambang 2 huruf yang menempati
arah tengah, yaitu I, Ya, yang merupakan lambang dari Puruûa dan Pradhana
3) Meru beratap 3 merupakan lambang dari 3 huruf yang menempati arah
tengah, yaitu I, OM, Ya, yang merupakan lambang dari Tri Puruûa yaitu Úiwa,
Parama Úiwa dan Sadà Úiwa.
Meru-meru diatas (Meru
beratap 1, 2 dan 3), berpedagingan hanya di dasar dan di puncak
4) Meru beratap tingkat 5, merupakan lambang dari 4 huruf yang
menempati 4 penjuru alam (timur, selatan, barat, utara) ditambah satu huruf
Omkara yang menempati arah tengah, menjadi 5 huruf suci sebagai lambang Pañca
Dewata.
5) Meru beratap tingkat 7, merupakan lambang 4 huruf yang menempati 4
penjuru alam semesta (timur, selatan, barat, utara), ditambah tiga huruf yang
menempati arah tengah yaitu I, OM, Ya menjadi tujuh huruf suci sebagai lambang
Sapta Dewata atau Sapta Åûi
6) Meru beratap tingkat 9, merupakan lambang 8 huruf yang menempati 8
penjuru alam semesta, ditambah satu huruf Omkara pada arah tengah menjadi 9
huruf suci sebagai lambang Dewata Nawa Sanga.
7) Meru beratap 11 merupakan lambang 11 huruf suci, yaitu Sa, Ba, Ta,
A, I, Na, Ma, Si, Wa, Ya, Om yang merupakan lambang Eka Dasa Dewata.
Meru-meru diatas (Meru
beratap 5, 7, 9 dan 11), ber-pedagingan di dasar, di madhya dan di puncaknya.
Tata cara pembuatan meru berdasarkan
lontar-lontar: Aûþa Kosala- Kosali dan Aûþa Bhumi.
Upakara/ Upacara termasuk
pependeman dan pedagingan berdasarkan lontar· lontar: Dewa Tattwa, Wariga Catur
Winasa Sari, Usana Dewa Widhi Tattwa dan terutama Kusuma Dewa
Meru melambangkan ibu dan
bapak. Istilah Ibu dan Bapak berdasarkan uraian lontar Andha Bhuwana
dimaksudkan bahwa, kata Ibu mengandung makna Ibu Pertiwi, yaitu unsur
Pradhana tattwa dan kata Bapak mengandung makna Aji Akasa, yaitu unsur
Puruûa tattwa. Pertemuan antara Puruûa dan Pradhana menyebabkan munculnya
kekuatan maha besar yang mengakibatkan terciptanya alam semesta beserta isinya.
Hal inilah yang dijadikan sebagai landasan pembangunan meru yang difungsikan
sebagai tempat untuk melaksanakan pemujaan roh suci leluhur yang bersemayam di
lingkungan komplek Pura Besakih.
Berdasarkan bentuknya,
bangunan meru yang dipergunakan untuk melaksanakan pemujaan ke hadapan para
dewa dengan roh suci leluhur sangat sulit untuk dibedakan. Lontar Aûþa Kosala
Kosali membedakan bangunan meru berdasarkan ukuran sikut yang dipakai
untuk membangunnya, sedangkan lontar Dewa Tattwa membedakannya berdasarkan pedagingan
yang diisi atau disimpan pada bangunan meru dan tempat suci atau pelinggih
lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar