Senin, 21 Mei 2012

MERU

Meru merupakan simbol atau lambang Andha Bhuwana (alam semesta), tingkatan atapnya melambangkan lapisan alam besar dan alam kecil (makrokosmos dan mikrokosmos). 
Berdasarkan penjelasan dari Lontar Andha Bhuwana, dapat kita jabarkan bahwa Meru adalah lambang alam semesta sebagai tempat bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya. Meru adalah lambang gunung Maha Meru, gunung merupakan lambang alam semesta sebagai linggih atau sthana Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya secara objektif.
Tingkatan-tingkatan atap Meru merupakan simbol dari penggabungan Daúàkûara. Daúàkûara adalah simbol berupa huruf sebagai jiwa seluruh bagian dari alam semesta ini (hurip bhuwana). Disebutkan ada sepuluh huruf suci sebagai hurip bhuwana yang diletakkan diseluruh penjuru alam semesta ini, dua diantara huruf suci itu ditempatkan pada arah tengah. Adapun kesepuluh huruf-huruf suci tersebut antara lain : 
1) Sa ---> bertempat di arah timur,
2) Ba ---> bertempat di arah selatan,
3) Ta ---> bertempat di arah barat,
4) A ---> bertempat di arah utara,
5) I ---> bertempat di arah tengah,
6) Na ---> bertempat di arah tenggara,
7) Ma ---> bertempat di arah barat daya,
8) Si ---> bertempat di arah barat laut,
9) Wa ---> bertempat di arah timur laut,
10) Ya ---> bertempat di arah tengah.
Penggabungan dari sepuluh huruf suci tersebut menghasilkan satu huruf suci, yaitu OM (OMKARA).
Meru juga melambangkan gunung Mahameru yang merupakan sthana / pelinggih dewa-dewi, bhaþàra- bhaþàri leluhur berdasarkan lontar-lontar: Purana Dewa, Kusuma Dewa, Widhi Sastra, Wariga Catur Winasa Sari, dan Jaya Purana.
Dengan demikian, apabila dihubungkan dengan keberadaan huruf-huruf suci yang merupakan lambang Ekàdaúa Dewata, maka tingkatan-tingkatan pada atap Meru memiliki makna sebagai berikut :
1)  Meru beratap tingkat 1 adalah lambang dari huruf OM yang merupakan lambang dari Sang Hyang Tunggal (Tuhan)
2)  Meru beratap tingkat 2, merupakan lambang 2 huruf yang menempati arah tengah, yaitu I, Ya, yang merupakan lambang dari Puruûa dan Pradhana
3)  Meru beratap 3 merupakan lambang dari 3 huruf yang menempati arah tengah, yaitu I, OM, Ya, yang merupakan lambang dari Tri Puruûa yaitu Úiwa, Parama Úiwa dan Sadà Úiwa.
Meru-meru diatas (Meru beratap 1, 2 dan 3), berpedagingan hanya di dasar dan di puncak
4)  Meru beratap tingkat 5, merupakan lambang dari 4 huruf yang menempati 4 penjuru alam (timur, selatan, barat, utara) ditambah satu huruf Omkara yang menempati arah tengah, menjadi 5 huruf suci sebagai lambang Pañca Dewata.
5)  Meru beratap tingkat 7, merupakan lambang 4 huruf yang menempati 4 penjuru alam semesta (timur, selatan, barat, utara), ditambah tiga huruf yang menempati arah tengah yaitu I, OM, Ya menjadi tujuh huruf suci sebagai lambang Sapta Dewata atau Sapta Åûi
6)  Meru beratap tingkat 9, merupakan lambang 8 huruf yang menempati 8 penjuru alam semesta, ditambah satu huruf Omkara pada arah tengah menjadi 9 huruf suci sebagai lambang Dewata Nawa Sanga.
7)  Meru beratap 11 merupakan lambang 11 huruf suci, yaitu Sa, Ba, Ta, A, I, Na, Ma, Si, Wa, Ya, Om yang merupakan lambang Eka Dasa Dewata.
Meru-meru diatas (Meru beratap 5, 7, 9 dan 11), ber-pedagingan di dasar, di madhya dan di puncaknya.

Tata cara pembuatan meru berdasarkan lontar-lontar: Aûþa Kosala- Kosali dan Aûþa Bhumi.

Upakara/ Upacara termasuk pependeman dan pedagingan berdasarkan lontar· lontar: Dewa Tattwa, Wariga Catur Winasa Sari, Usana Dewa Widhi Tattwa dan terutama Kusuma Dewa

Meru melambangkan ibu dan bapak. Istilah Ibu dan Bapak berdasarkan uraian lontar Andha Bhuwana dimaksudkan bahwa, kata Ibu mengandung makna Ibu Pertiwi, yaitu unsur Pradhana tattwa dan kata Bapak mengandung makna Aji Akasa, yaitu unsur Puruûa tattwa. Pertemuan antara Puruûa dan Pradhana menyebabkan munculnya kekuatan maha besar yang mengakibatkan terciptanya alam semesta beserta isinya. Hal inilah yang dijadikan sebagai landasan pembangunan meru yang difungsikan sebagai tempat untuk melaksanakan pemujaan roh suci leluhur yang bersemayam di lingkungan komplek Pura Besakih.
Berdasarkan bentuknya, bangunan meru yang dipergunakan untuk melaksanakan pemujaan ke hadapan para dewa dengan roh suci leluhur sangat sulit untuk dibedakan. Lontar Aûþa Kosala Kosali membedakan bangunan meru berdasarkan ukuran sikut yang dipakai untuk membangunnya, sedangkan lontar Dewa Tattwa membedakannya berdasarkan pedagingan yang diisi atau disimpan pada bangunan meru dan tempat suci atau pelinggih lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar