Rabu, 14 Mei 2014

BINATANG PROTES



PROTES PARA BINATANG
 
Si Srigala yang cerdik sangat jengkel dan iri bahwa manusia mendapat kehormatan sebagai mahluk yang termulia dari ciptaan Tuhan. Pikirnya di dalam hati.


"Apakah saya kurang cerdik dari manusia, saya bisa lebih pintar dari pada manusia bila saya mau menipu mahluk lain. Bagaimana pun juga dalam kenyataannya saya lebih bahagia dari manusia. Saya tidak bingung memikirkan pakaian yang mahal-mahal atau hiasan yang macam-macam dan berganti-ganti setiap musim. Saya lebih tahan terhadap panas dan dingin, saya tidak perlu payung untuk melindungi diri saya pada waktu hujan atau memakai kaca hitam untuk menghindari silaunya matahari di musim panas. Saya tidak memerlukan motor maupun sepeda untuk pergi dari satu tempat ke tempat yang lain. Meskipun binatang-binatang memiliki semuanya ini, dan bahkan beberapa diantaranya mempunyai kwalitas yang lebih tinggi tetapi mengapa masih saja manusia dianggap lebih mulia dari pada kita. Saya ingin agar ketidak adilan ini diselesaikan."

Demikianlah akhirnya si Srigala ini pergi kesana kemari menghasut binatang lainnya untuk bergabung kepadanya. Akhirnya ia bisa mengumpulkan sejumlah binatang yang sepakat dengan dirinya. Mereka bersama pergi menemui si gajah.
Gajah yang bijaksana lalu berkata;
"Saudara-saudara memang kata-kata kalian tidak dapat diingkari lagi. Marilah kita pergi ke hutan "disebelah untuk mencari kebenaran ini. Di hutan itu tinggal seorang suci yang hidup dalam sebuah pondok, mari kita ajukan persoalan ini kepada beliau".

Semua binatang-binatang setuju dengan usul si gajah lalu mereka pergi menghadap orang suci itu.

Yang pertama-tama berkata adalah si anjing:
"Yang suci, tuan tentu mengenal saya, saya adalah simbul dari mahluk yang penuh kesetiaan dan bisa berterima kasih, Bila seseorang memukul saya seribu kali, tetapi ia memberikan saya sekali saja sedikit nasi, saya dengan patuh selalu menurut perintahnya selama hidup saya. Dan bahkan siap untuk mempersembahkan jiwa saya untuk diabdikan kepadanya. Tetapi manusia melupakan ribuan kali pelayanan saya kepadanya dan hanya ingat pada sekali kesalahan yang pernah saya perbuat. Begitulah jahatnya manusia, ia bisa membunuh sanafc keluarganya sendiri hanya karena sekali kesalahan yang pernah diperbuat oleh saudaranya tanpa sengaja. Demikianlah Hyang suci dapatkah tuan mengatakan bahwa manusia itu lebih mulia dari binatang?" 



Kemudian si lembu mengajukan protesnya;
"Manusia melepaskan saya dipadang rumput agar saya mencari makan sendiri. Sehari-hari ia memberikan juga saya sedikit jerami dan sekam. Sebagai imbalannya saya mem­berikan air susu saya. Kadang-kadang ia bahkan membiarkan anak saya kelaparan, karena air susu saya diambil habis untuk diminum beserta anak-anaknya. Meskipun saya telah menghidupi keluarganya ia menempatkan saya dilumpur yang becek, kotor dan berbau busuk di belakang rumahnya. Ketika saya ingin menjemur diri, saya malah dicaci dan diikat. Bila saya sudah tua saya dijual kepada seorang jagal untuk disembelih. Manusia semacam itukah yang tuan puji setinggi langit. Silahkanlah Yang suci jelaskan pada saya mengapa?".

Kemudian gilirannya si Burung Gagak berkata:
"Tuan pertapa apakah manusia mempunyai sifat seperti sifat yang saya miliki. Bila sejumput dari sisa-sisa nasi dilemparkan pada saya, saya akan berseru untuk memanggil saudara dan adik-adik saya untuk bersama-sama mema-kannya. Tetapi manusia justru berbuat sebaliknya. Betapapun besarnya ia punya ia masih haus dan ingin mendapatkan lebih, ia ingin memiliki semua makanan dan uang dari tetangga-tetangganya. Bagaimana bisa manusia yang serakah dan sombong ini lebih dimuliakan dari saya".
Kemudian si Ikan menggelepar sambil berbisik:
"Oh Yang suci, saya tidak akan mengatakan manusia lebih rendah dari saya. Tetapi lebih baik saya katakan ia gila. Saya tidak pernah menyakitinya, nyatanya saya selalu melayaninya membersihkan kolamnya, danaunya, sungainya, saya makan kotoran-kotoran yang dia buang ke air. Tetapi sebaliknya manusia gila itu menangkap saya dan memakan saya. Apakah tuan juga menganggap manusia gila ini lebih mulia dari saya?".

Si Kerbau menimpali:
"Oh tuan, apa yang dikatakan si ikan itu benar sekali. Coba lihat keadaan saya yang menyedihkan ini. Saya selalu sabar, barangkali tidak ada mahluk yang lebih sabar dari saya. Betapapun berat beban dari kereta yang harus saya tarik, saya tidak pernah mengeluh walaupun saya kepanasan dan kehausan diterpa sinar matahari. Walaupun saya telah menarik gerobaknya dengan baik saya masih juga dipecuti dan dibentak. Tuan mengetahui tanpa pelayanan saya orang-orang yang hidup di kota itu tidak akan dapat memenuhi kebutuhan mereka tanpa makanan dan kebutuhan-kebutuhan lain yang didapat di desa. Semua makanan dan barang-barang itu saya angkut, saya tarik dengan penuh kesabaran. Tetapi apa balasan yang saya dapat. Hanya cambuk dan cemeti. Apakah manusia semacam ini lebih mulia dari saya?"

"Menyinggung mengenai soal kecantikan yang disebut mata yang terindah dari seorang gadis selalu diperbandingkan dengan mata kijang. Orang memuji keindahan mata seseorang dengan mengatakan matanya seperti mata kijang. Ini berarti mata kijang lebih cantik dari mata manusia bukankah begitu tuan pertapa" Tanya si Kijang.

Si Burung Merak ikut berbicara; "Begitu pula halnya saya, bulu saya begitu indah dan menarik sehingga Sri Krishna sebagai penjelmaan Tuhan di dunia menggunakan bulu saya sebagai hiasan di kepala Beliau.

Dewi Saraswati menggunakan burung merak sebagai kendaraan Beliau, disamping itu banyak pula ahli pengobatan menggunakan bulu saya sebagai penolak dari roh-roh jahat. Saya belum pernah mendengar baik kulit maupun rambut manusia pernah dimuliakan seperti bulu saya".
Kemudian si Anjing ikut menanyakan; "Yang suci bisakah manusia itu membanggakan dirinya bahwa mereka lebih dari pada saya terutama dibidang penciuman. Saya dapat mengenali seseorang dengan pasti walaupun orang itu menutup mukanya dan seluruh tubuhnya. Saya dapat mencium bau suatu benda walaupun dibungkus dengan rapi dan ditutup dalam peti".

"Tuan pertapa bisakah manusia lebih tajam peng-lihatannya dari mata saya, saya dapat melihat mangsa saya seekor tikus yang kecil dari jarak 1 km", kata si Burung Elang.

"Sanggupkah manusia melihat di malam hari sama baiknya dengan melihat di siang hari seperti saya", sambung si Kucing.

"Saya dapat melakukan pekerjaan berat Tuan pertapa, dan saya memiliki tubuh yang besar. Banyak ceritra-ceritra yang memuji sifat-sifat dan kebaikan saya, taring saya dan tulang saya diubah menjadi patung-patung yang indah dan hiasan-hiasan yang mengagumkan. Pernahkah tulang manusia dipergunakan untuk perwujudan patung Dewa seperti halnya gading saya dan tulang saya. Masihkah manusia menga-gungkan dirinya lebih mulia dari kami," tanya si Gajah.

Semua binatang-binatang itu menunggu dengan sabarnya untuk mendengar jawaban dari pendeta itu.

Pertapa itupun lalu berkata:
"Dengarkanlah kerabatku wahai penghuni hutan, apa yang kamu katakan sungguh benar tetapi Tuhan telah menganugrahi manusia dengan pikiran. Pikiran yang bisa membedakan yang benar dari yang salah, yang baik dengan yang buruk, yang berguna dengan tidak berguna. Sebaliknya binatang, dirinya sepenuhnya dikuasai oleh insting. Mereka berbuat karena instingnya, tidak mempergunakan pertimbangan-pertimbangan, sedangkan manusia mereka memiliki budi, dengan budi mereka bisa mengendalikan dorongan instingnya.
Itulah kelebihan manusia dari pada binatang".

"Bagaimana kalau manusia tidak menggunakan Budi dan hati nuraninya, "tanya si Srigala yang cerdik.
"Jika pikiran tidak melakukan kendali terhadap indria, dan budi tidak menuntun pikiran ke arah yang benar tentu saja mereka menjadi lebih buruk dari binatang buas. Sebaliknya bila manusia mampu mengendalikan indria, serta pikiran mereka, maka mereka akan menjadi mahluk yang termulia dari semua ciptaan Tuhan," kata Pertapa itu.

Demikianlah akhirnya para binatang bisa puas menerima jawaban dari sang Pertapa mengapa manusia bisa menjadi mahluk yang termulia atau sebaliknya bisa menjadi mahluk yang lebih hina dari pada binatang. Akhirnya merekapun semua kembali ke tempat mereka masing-masing.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar