PROTES PARA BINATANG
Si Srigala yang cerdik sangat jengkel dan iri bahwa manusia
mendapat kehormatan sebagai mahluk yang termulia dari ciptaan Tuhan. Pikirnya
di dalam hati.
"Apakah saya kurang cerdik dari manusia, saya bisa lebih pintar dari pada manusia bila saya mau menipu mahluk lain. Bagaimana pun juga dalam kenyataannya saya lebih bahagia dari manusia. Saya tidak bingung memikirkan pakaian yang mahal-mahal atau hiasan yang macam-macam dan berganti-ganti setiap musim. Saya lebih tahan terhadap panas dan dingin, saya tidak perlu payung untuk melindungi diri saya pada waktu hujan atau memakai kaca hitam untuk menghindari silaunya matahari di musim panas. Saya tidak memerlukan motor maupun sepeda untuk pergi dari satu tempat ke tempat yang lain. Meskipun binatang-binatang memiliki semuanya ini, dan bahkan beberapa diantaranya mempunyai kwalitas yang lebih tinggi tetapi mengapa masih saja manusia dianggap lebih mulia dari pada kita. Saya ingin agar ketidak adilan ini diselesaikan."
Demikianlah akhirnya si Srigala ini pergi kesana kemari menghasut
binatang lainnya untuk bergabung kepadanya. Akhirnya ia bisa mengumpulkan
sejumlah binatang yang sepakat dengan dirinya. Mereka bersama pergi menemui si
gajah.
Gajah yang bijaksana lalu berkata;
"Saudara-saudara memang kata-kata kalian tidak dapat
diingkari lagi. Marilah kita pergi ke hutan "disebelah untuk mencari
kebenaran ini. Di hutan itu tinggal seorang suci yang hidup dalam sebuah
pondok, mari kita ajukan persoalan ini kepada beliau".
Semua binatang-binatang setuju dengan usul si gajah lalu mereka
pergi menghadap orang suci itu.
Yang pertama-tama berkata adalah si anjing:
"Yang suci, tuan tentu mengenal saya, saya adalah simbul
dari mahluk yang penuh kesetiaan dan bisa berterima kasih, Bila seseorang
memukul saya seribu kali, tetapi ia memberikan saya sekali saja sedikit nasi,
saya dengan patuh selalu menurut perintahnya selama hidup saya. Dan bahkan siap
untuk mempersembahkan jiwa saya untuk diabdikan kepadanya. Tetapi manusia
melupakan ribuan kali pelayanan saya kepadanya dan hanya ingat pada sekali
kesalahan yang pernah saya perbuat. Begitulah jahatnya manusia, ia bisa
membunuh sanafc keluarganya sendiri hanya karena sekali kesalahan yang pernah
diperbuat oleh saudaranya tanpa sengaja. Demikianlah Hyang suci dapatkah tuan
mengatakan bahwa manusia itu lebih mulia dari binatang?"
Kemudian si lembu mengajukan protesnya;
"Manusia melepaskan saya dipadang rumput agar saya mencari
makan sendiri. Sehari-hari ia memberikan juga saya sedikit jerami dan sekam.
Sebagai imbalannya saya memberikan air susu saya. Kadang-kadang ia bahkan
membiarkan anak saya kelaparan, karena air susu saya diambil habis untuk
diminum beserta anak-anaknya. Meskipun saya telah menghidupi keluarganya ia
menempatkan saya dilumpur yang becek, kotor dan berbau busuk di belakang
rumahnya. Ketika saya ingin menjemur diri, saya malah dicaci dan diikat. Bila
saya sudah tua saya dijual kepada seorang jagal untuk disembelih. Manusia
semacam itukah yang tuan puji setinggi langit. Silahkanlah Yang suci jelaskan
pada saya mengapa?".
Kemudian gilirannya si Burung Gagak berkata:
"Tuan pertapa apakah manusia mempunyai sifat seperti sifat
yang saya miliki. Bila sejumput dari sisa-sisa nasi dilemparkan pada saya, saya
akan berseru untuk memanggil saudara dan adik-adik saya untuk bersama-sama mema-kannya.
Tetapi manusia justru berbuat sebaliknya. Betapapun besarnya ia punya ia masih
haus dan ingin mendapatkan lebih, ia ingin memiliki semua makanan dan uang dari
tetangga-tetangganya. Bagaimana bisa manusia yang serakah dan sombong ini lebih
dimuliakan dari saya".
Kemudian si Ikan menggelepar sambil berbisik:
"Oh Yang suci, saya tidak akan mengatakan manusia lebih
rendah dari saya. Tetapi lebih baik saya katakan ia gila. Saya tidak pernah
menyakitinya, nyatanya saya selalu melayaninya membersihkan kolamnya, danaunya,
sungainya, saya makan kotoran-kotoran yang dia buang ke air. Tetapi sebaliknya
manusia gila itu menangkap saya dan memakan saya. Apakah tuan juga menganggap
manusia gila ini lebih mulia dari saya?".
Si Kerbau menimpali:
"Oh tuan, apa yang dikatakan si ikan itu benar sekali. Coba
lihat keadaan saya yang menyedihkan ini. Saya selalu sabar, barangkali tidak
ada mahluk yang lebih sabar dari saya. Betapapun berat beban dari kereta yang
harus saya tarik, saya tidak pernah mengeluh walaupun saya kepanasan dan
kehausan diterpa sinar matahari. Walaupun saya telah menarik gerobaknya dengan
baik saya masih juga dipecuti dan dibentak. Tuan mengetahui tanpa pelayanan
saya orang-orang yang hidup di kota itu tidak akan dapat memenuhi kebutuhan
mereka tanpa makanan dan kebutuhan-kebutuhan lain yang didapat di desa. Semua
makanan dan barang-barang itu saya angkut, saya tarik dengan penuh kesabaran.
Tetapi apa balasan yang saya dapat. Hanya cambuk dan cemeti. Apakah manusia
semacam ini lebih mulia dari saya?"
"Menyinggung mengenai soal kecantikan yang disebut mata yang
terindah dari seorang gadis selalu diperbandingkan dengan mata kijang. Orang
memuji keindahan mata seseorang dengan mengatakan matanya seperti mata kijang.
Ini berarti mata kijang lebih cantik dari mata manusia bukankah begitu tuan
pertapa" Tanya si Kijang.
Si Burung Merak ikut berbicara; "Begitu pula halnya saya,
bulu saya begitu indah dan menarik sehingga Sri Krishna sebagai penjelmaan
Tuhan di dunia menggunakan bulu saya sebagai hiasan di kepala Beliau.
Dewi Saraswati menggunakan burung merak sebagai kendaraan Beliau,
disamping itu banyak pula ahli pengobatan menggunakan bulu saya sebagai penolak
dari roh-roh jahat. Saya belum pernah mendengar baik kulit maupun rambut
manusia pernah dimuliakan seperti bulu saya".
Kemudian si Anjing ikut menanyakan; "Yang suci bisakah
manusia itu membanggakan dirinya bahwa mereka lebih dari pada saya terutama
dibidang penciuman. Saya dapat mengenali seseorang dengan pasti walaupun orang
itu menutup mukanya dan seluruh tubuhnya. Saya dapat mencium bau suatu benda
walaupun dibungkus dengan rapi dan ditutup dalam peti".
"Tuan pertapa bisakah manusia lebih tajam peng-lihatannya
dari mata saya, saya dapat melihat mangsa saya seekor tikus yang kecil dari
jarak 1 km", kata si Burung Elang.
"Sanggupkah manusia melihat di malam hari sama baiknya
dengan melihat di siang hari seperti saya", sambung si Kucing.
"Saya dapat melakukan pekerjaan berat Tuan pertapa, dan saya
memiliki tubuh yang besar. Banyak ceritra-ceritra yang memuji sifat-sifat dan
kebaikan saya, taring saya dan tulang saya diubah menjadi patung-patung yang
indah dan hiasan-hiasan yang mengagumkan. Pernahkah tulang manusia dipergunakan
untuk perwujudan patung Dewa seperti halnya gading saya dan tulang saya.
Masihkah manusia menga-gungkan dirinya lebih mulia dari kami," tanya si
Gajah.
Semua binatang-binatang itu menunggu dengan sabarnya untuk
mendengar jawaban dari pendeta itu.
Pertapa itupun lalu berkata:
"Dengarkanlah kerabatku wahai penghuni hutan, apa yang kamu
katakan sungguh benar tetapi Tuhan telah menganugrahi manusia dengan pikiran.
Pikiran yang bisa membedakan yang benar dari yang salah, yang baik dengan yang
buruk, yang berguna dengan tidak berguna. Sebaliknya binatang, dirinya
sepenuhnya dikuasai oleh insting. Mereka berbuat karena instingnya, tidak
mempergunakan pertimbangan-pertimbangan, sedangkan manusia mereka memiliki
budi, dengan budi mereka bisa mengendalikan dorongan instingnya.
Itulah kelebihan manusia dari pada binatang".
"Bagaimana kalau manusia tidak menggunakan Budi dan hati
nuraninya, "tanya si Srigala yang cerdik.
"Jika pikiran tidak melakukan kendali terhadap indria, dan
budi tidak menuntun pikiran ke arah yang benar tentu saja mereka menjadi lebih
buruk dari binatang buas. Sebaliknya bila manusia mampu mengendalikan indria,
serta pikiran mereka, maka mereka akan menjadi mahluk yang termulia dari semua
ciptaan Tuhan," kata Pertapa itu.
Demikianlah akhirnya para binatang bisa puas menerima jawaban
dari sang Pertapa mengapa manusia bisa menjadi mahluk yang termulia atau
sebaliknya bisa menjadi mahluk yang lebih hina dari pada binatang. Akhirnya
merekapun semua kembali ke tempat mereka masing-masing.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar