Selasa, 23 Juli 2013

Ringkasan MAHABHARATA

Ringkasan MAHABHARATA

Zoetmulder mengamati bahwa bagian-bagian (parwa) dari Mahabharata merupakan adaptasi dan bentuk prosa dari bagian-bagian wiracarita berbahasa Sansekerta serta menunjukkan keterikatan yang dekat dengan kutipan-kutipan dari aslinya (Zoetmulder 1974:68). Bagian-bagian itu mungkin telah digubah pada waktu yang berbeda, tetapi sebagian besar ditulis sekitar akhir abad ke-10 A.D. Namun demikian, seperti halnya Ramayana, ceritera-ceritera dari Mahabharata telah dikenal di Jawa Tengah dalam bentuk lisan lama sebelumnya.

Tema dari wiracarita ini adalah konflik tragis antara dua keluarga keturunan Bharata, yaitu para Pandawa dan Korawa. Dutt mengamati bahwa persaingan antara Arjuna (saudara ketiga dari Pandawa) dengan Karna (saudara tiri Arjuna) merupakan gagasan utama dari wiracarita ini, seperti halnya persaingan antara Achilles dengan Hector yang merupakan gagasan utama dari Iliad. Dan perlu diperhatikan bahwa lima Pandawa serta Karna, seperti halnya pahlawan-pahlawan dari Homer, adalah tokoh-tokoh keturunan dewa. Dewa tertentu mengilhami kelahiran masing-masing (Dutt, 1969:169). Inilah sinopsis dari ceritera itu.

Dari isterinya bernama Ambika sang guru yang telah tua Byasa mempunyai seorang putera bernama Dhrtarastra yang dilahirkan buta; dari Ambalika lahir seorang anak yang lain yaitu Pandu; dan dari seorang abdi lahir seorang putera yaitu Widura. Dhrtarastra menikahi Gandhari yang melahirkan seratus anak laki-laki dan seorang anak perempuan; mereka semuanya dikenal keluarga Korawa. Pandu menikah dengan Kunti dan Madri. Pandu telah menyebabkan kemarahan seorang Brahmana yang mengutuknya bahwa Pandu akan meninggal bila ia melakukan persetubuhan. 

Lewat ramuan suci (mantra) ternyata Kunthi bisa melahirkan tiga orang putera yaitu Yudhisthira dari dewa Dharma (dewa Kebajikan), Bhima atau Wrkodara dari dewa Bayu (dewa Angin), dan Arjuna dari dewa Indra (dewa Hujan). Dari dewa Surya (dewa Matahari) Kunti juga melahirkan seorang putera bernama Karna, yang kemudian ia letakkan pada sebuah keranjang di sungai sebelum ia menikah dengan Pandu. Karna percaya serta dipercayai oleh orang sebagai putera seorang sais kereta yang sederhana. Madri juga menggunakan ramuan suci serta melahirkan dua orang anak yaitu Nakula dan Sahadewa dari dewa kembar Aswin. Karna tidak mengetahui asal-usul yang sesungguhnya dan akhirnya bergabung di kubu Korawa, menjadi musuh bebuyutan saudara tirinya yaitu Arjuna.

Putera-putera Dhrtarastra yaitu para Korawa dan para saudara sepupu mereka yaitu para Pandawa dibesarkan bersama di istana Hastina (Gajahwaya) di bawah bimbingan Bhisma dan Drona. Oleh karena Dhrtarastra buta, saudaranya yaitu Pandu memerintah kerajaan atas namanya. Selalu saja terjadi persaingan hebat antara dua keluarga itu, dan Pandawa selalu saja menjadi pemenang. Pelajaran menggunakan senjata-senjata diakhiri dengan sebuah pertandingan, dan Karna juga tampil serta ambil bagian. Para Pandawa menolak untuk mengakui keikutsertaan seorang anak sais, tetapi Duryodhana (saudara tertua dari para Korawa) mengangkatnya seketika itu juga sebagai raja dari Angga.

Setelah kematian Pandu, Dhrtarastra mengangkat Yudhisthira sebagai pewaris tahta, yang menyebabkan kemarahan besar putera-puteranya sendiri yang dipimpin oleh Duryodhana. Para Korawa mengatur upaya buruk untuk membunuh para Pandawa. Para Pandawa beserta ibu dibujuk untuk mengadakan sebuah kunjungan ke sebuah kota yang jauh yang bernama Varanavata. Sebuah rumah telah dibangun di sana sebagai tempat tinggal, yang dibuat dari bahan-bahan yang gampang terbakar. 

Pada malam hari rumah itu dibakar; tetapi kelima bersaudara dan ibu mereka Kunti melarikan diri lewat sebuah gang di bawah tanah serta pergi menyusuri hutan-hutan serta hidup menyamar sebagai brahmana. Dalam petualangan itu Bhima membunuh raksasa Hidimba serta menikahi adiknya bernama Hidimbi, yang kemudian melahirkan seorang putera bernama Ghatotkaca. Ghatotkaca mewaris dari ibunya kekuatan untuk terbang, dan dari ayahnya mewaris kekuatan fisik serta keberanian. Dengan menyamar sebagai brahmana, para Pandawa mengikuti sebuah sayembara (untuk mendapatkan isteri) yang diselenggarakan oleh raja Drupada dari Pancala. Arjuna berhasil mengalahkan semua saingannya dalam sebuah pertandingan memanah serta mendapatkan puteri Dropadi yang cantik. Para Pandawa serta Dropadi kembali ke rumah pembuat gerabah, di mana mereka hidup dari sedekah seperti kebiasaan kaum brahmana. 

Mereka melapor kepada ibu mereka bahwa mereka telah menerima sebuah hadiah besar pada hari itu. "Nikmatilah hadiah itu bersama," jawab sang ibu, yang tidak mengetahui apakah hadiah itu. Karena perintah ibu tak bisa dihindari, Dropadi menjadi isteri bersama lima Pandawa bersaudara (Dutt, 1969:192). Dengan menilai peristiwa-peristiwa utama dari wiracarita ini, Dropadi mungkin lebih dianggap sebagai isteri saudara tertua yaitu Yudhisthira.

Bertentangan dengan kemauan Duryodhana, Dhrtarastra memanggil kembali para Pandawa serta memberikan kekuasaan kepada Yudhisdra atas setengah dari kerajaan Hastina dengan menempatkannya sebagai raja dari Indraprastha. Oleh karena pelanggaran yang tak disengaja atas perjanjian antara kelima bersaudara mengenai hubungan badan dengan Dropadi, Arjuna pergi mengasingkan diri selama masa dua-belas tahun, dan selama itu ia memenangkan sayembara serta menikah dengan Subhadra, saudara perempuan Krsna (Zoetmulder, 1974:71). 

Subhadra melahirkan seorang anak laki-laki Abhimanyu, salah seorang pahlawan dari Mahabharata. Duryodhana tetap menguasai bagian timur yang lebih kaya dengan ibukota lamanya Hastinapura, dan Yudhistira diberi bagian barat, yang dulu merupakan sebuah hutan belantara. Para Pandawa membangun sebuah ibukota bernama Indraprastha. 

Dengan bantuan Sakuni seorang ahli memainkan dadu, Duryodhana menantang Yudhistira yang pecandu berjudi. Sebagai hasil kekalahan bermain dadu melawan para Korawa, Yudhistira, adik-adiknya isterinya mengalami kekalahan atas semua milik mereka di dunia, serta menjadi budak yang terikat dari Duryodhana. Raja Dhrtarastra yang sudah tua merubah mereka dari perbudakan yang sesungguhnya, tetapi Pandawa berlima serta isteri mereka pergi ke hutan sebagai buangan yang tak berumah selama dua belas tahun.

Para Pandawa berketetapan untuk mengabdi kepada raja Matsyapati dari Wirata dengan nama samaran. Yudhistira dengan nama samaran Kangka menjadi seorang abdi brahmana yang ahli bermain dadu; Bhima dengan nama samaran Ballawa, seorang juru masak; Arjuna dengan nama samaran Wrhannala, seorang banci yang ahli musik dan tari; Nakula dengan nama samaran Granthika, seorang sais; Sahadewa dengan nama samaran Tantipala, seorang penggembala; dan Dropadi dengan nama samaran Serandhri, sebagai seorang dayang-dayang. Mereka tetap tak ketahuan sampai akhir tahun. Tetapi walau mereka telah memenuhi persetujuan mereka, tuntutan pengembalian kerajaan mereka tetap ditolak.

Sebagai terima kasih atas bantuan para Pandawa serta pengabdian mereka, raja Matsyapati meminta Yudhistira untuk menaiki tahta Wirata serta Arjuna menerima puterinya yang bernama Uttari sebagai isteri. Yudhistira menolak tawaran itu, dan Arjuna meminta agar puteranya yaitu Abhimanyu menjadi suami Uttari. Setelah mengadakan pembicaraan dengan Krsna, para Pandawa kemudian bertekad untuk mendapatkan kembali kerajaan mereka dengan kekerasan.

Klimaks dari wiracarita ini adalah Perang Besar dari kaum Bharata (Mahabharatayuddha). Kedua belah pihak menyiapkan diri untuk pertempuran serta mencari sekutu. Duryodhana dan Arjuna pergi meminta bantuan Krsna pada saat yang sama. Krsna menjanjikan Duryodhana bantuan tentara dari kaum Narayana, sedangkan ia sendiri akan pergi di pihak para Pandawa sebagai sais Arjuna. Krsna tidak berhasil mencoba menyarankan Karna untuk memilih di pihak para Pan­dawa. 

Bantuan Karna kepada para Korawa disebabkan oleh kecintaannya kepada orang tua angkatnya serta hutang terima kasihnya kepada Duryodhana yang telah membuatnya seorang raja. Selama 18 hari perang besar antara para Pandawa dengan para Korawa berlangsung di Kuruksetra. Para Korawa telah memilih Bhisma sebagai panglima perang mereka, sedangkan para Pandawa dan para sekutunya dipimpin oleh Dhrstadyumna, putera Drupada.

Ketika Arjuna melihat keluarganya serta bekas-bekas gurunya berada di kubu lawan, ia benar-benar tercekam oleh kebingungan (keragu-raguan). Ia bahkan akan memilih meletakkan senjata-senjatanya. Pada saat yang gawat ini Krsna menasehatinya bahwa tugas seorang ksatriya adalah pergi ke medan laga. Krsna mengatakan: "Badan hanyalah sementara; menang atau kalah adalah sama saja. Seseorang hanyalah wajib memenuhi tugas sucinya (dharma) saja. Bagi kesatria itu berarti perang." (Zoetmulder, 1974:77).

Perang selama 18 hari itu dipenuhi dengan peristiwa-peristiwa tragis yang di dalamnya para guru mereka yang mulia menemui ajal mereka, demikian juga banyak pahlawan-pahlawan yang masih muda, tennasuk Ghatotkaca dan Abimanyu. Arjuna menewaskan Karna, dan Bhima membantai Duryodhana. Upacara diselenggarakan bagi yang gugur, dan Pariksit yaitu putera Abhimanyu, dinobatkan sebagai raja Hastina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar