Zoetmulder mengamati bahwa bagian-bagian (parwa) dari Mahabharata
merupakan adaptasi dan bentuk prosa dari bagian-bagian wiracarita berbahasa Sansekerta
serta menunjukkan keterikatan yang dekat dengan kutipan-kutipan dari aslinya
(Zoetmulder 1974:68). Bagian-bagian itu mungkin telah digubah pada waktu yang berbeda,
tetapi sebagian besar ditulis sekitar akhir abad ke-10 A.D. Namun demikian, seperti
halnya Ramayana, ceritera-ceritera dari Mahabharata telah dikenal di Jawa Tengah
dalam bentuk lisan lama sebelumnya.
Tema dari wiracarita ini adalah konflik tragis antara dua keluarga
keturunan Bharata, yaitu para Pandawa dan Korawa. Dutt mengamati bahwa persaingan
antara Arjuna (saudara ketiga dari Pandawa) dengan Karna (saudara tiri Arjuna)
merupakan gagasan utama dari wiracarita ini, seperti halnya persaingan antara
Achilles dengan Hector yang merupakan gagasan utama dari Iliad. Dan perlu diperhatikan
bahwa lima Pandawa serta Karna, seperti halnya pahlawan-pahlawan dari Homer,
adalah tokoh-tokoh keturunan dewa. Dewa tertentu mengilhami kelahiran masing-masing
(Dutt, 1969:169). Inilah sinopsis dari ceritera itu.
Dari isterinya bernama Ambika sang guru yang telah tua Byasa
mempunyai seorang putera bernama Dhrtarastra yang dilahirkan buta; dari Ambalika
lahir seorang anak yang lain yaitu Pandu; dan dari seorang abdi lahir seorang
putera yaitu Widura. Dhrtarastra menikahi Gandhari yang melahirkan seratus anak
laki-laki dan seorang anak perempuan; mereka semuanya dikenal keluarga Korawa. Pandu
menikah dengan Kunti dan Madri. Pandu telah menyebabkan kemarahan seorang Brahmana
yang mengutuknya bahwa Pandu akan meninggal bila ia melakukan persetubuhan.
Lewat
ramuan suci (mantra) ternyata Kunthi bisa melahirkan tiga orang putera yaitu
Yudhisthira dari dewa Dharma (dewa Kebajikan), Bhima atau Wrkodara dari dewa Bayu
(dewa Angin), dan Arjuna dari dewa Indra (dewa Hujan). Dari dewa Surya (dewa Matahari)
Kunti juga melahirkan seorang putera bernama Karna, yang kemudian ia letakkan pada
sebuah keranjang di sungai sebelum ia menikah dengan Pandu. Karna percaya serta
dipercayai oleh orang sebagai putera seorang sais kereta yang sederhana. Madri
juga menggunakan ramuan suci serta melahirkan dua orang anak yaitu Nakula dan Sahadewa
dari dewa kembar Aswin. Karna tidak mengetahui asal-usul yang sesungguhnya dan akhirnya
bergabung di kubu Korawa, menjadi musuh bebuyutan saudara tirinya yaitu Arjuna.
Putera-putera Dhrtarastra yaitu para Korawa dan para saudara sepupu
mereka yaitu para Pandawa dibesarkan bersama di istana Hastina (Gajahwaya) di bawah
bimbingan Bhisma dan Drona. Oleh karena Dhrtarastra buta, saudaranya yaitu
Pandu memerintah kerajaan atas namanya. Selalu saja terjadi persaingan hebat antara
dua keluarga itu, dan Pandawa selalu saja menjadi pemenang. Pelajaran menggunakan
senjata-senjata diakhiri dengan sebuah pertandingan, dan Karna juga tampil
serta ambil bagian. Para Pandawa menolak untuk mengakui keikutsertaan seorang
anak sais, tetapi Duryodhana (saudara tertua dari para Korawa) mengangkatnya seketika
itu juga sebagai raja dari Angga.
Setelah kematian Pandu, Dhrtarastra mengangkat Yudhisthira
sebagai pewaris tahta, yang menyebabkan kemarahan besar putera-puteranya sendiri
yang dipimpin oleh Duryodhana. Para Korawa mengatur upaya buruk untuk membunuh
para Pandawa. Para Pandawa beserta ibu dibujuk untuk mengadakan sebuah kunjungan
ke sebuah kota yang jauh yang bernama Varanavata. Sebuah rumah telah dibangun
di sana sebagai tempat tinggal, yang dibuat dari bahan-bahan yang gampang terbakar.
Pada malam hari rumah itu dibakar; tetapi kelima bersaudara dan ibu mereka Kunti
melarikan diri lewat sebuah gang di bawah tanah serta pergi menyusuri hutan-hutan
serta hidup menyamar sebagai brahmana. Dalam petualangan itu Bhima membunuh
raksasa Hidimba serta menikahi adiknya bernama Hidimbi, yang kemudian melahirkan
seorang putera bernama Ghatotkaca. Ghatotkaca mewaris dari ibunya kekuatan untuk
terbang, dan dari ayahnya mewaris kekuatan fisik serta keberanian. Dengan
menyamar sebagai brahmana, para Pandawa mengikuti sebuah sayembara (untuk mendapatkan
isteri) yang diselenggarakan oleh raja Drupada dari Pancala. Arjuna berhasil
mengalahkan semua saingannya dalam sebuah pertandingan memanah serta
mendapatkan puteri Dropadi yang cantik. Para Pandawa serta Dropadi kembali ke rumah
pembuat gerabah, di mana mereka hidup dari sedekah seperti kebiasaan kaum
brahmana.
Mereka melapor kepada ibu mereka bahwa mereka telah menerima sebuah hadiah
besar pada hari itu. "Nikmatilah hadiah itu bersama," jawab sang ibu,
yang tidak mengetahui apakah hadiah itu. Karena perintah ibu tak bisa dihindari,
Dropadi menjadi isteri bersama lima Pandawa bersaudara (Dutt, 1969:192). Dengan
menilai peristiwa-peristiwa utama dari wiracarita ini, Dropadi mungkin lebih dianggap
sebagai isteri saudara tertua yaitu Yudhisthira.
Bertentangan dengan kemauan Duryodhana, Dhrtarastra memanggil
kembali para Pandawa serta memberikan kekuasaan kepada Yudhisdra atas setengah
dari kerajaan Hastina dengan menempatkannya sebagai raja dari Indraprastha.
Oleh karena pelanggaran yang tak disengaja atas perjanjian antara kelima
bersaudara mengenai hubungan badan dengan Dropadi, Arjuna pergi mengasingkan
diri selama masa dua-belas tahun, dan selama itu ia memenangkan sayembara serta
menikah dengan Subhadra, saudara perempuan Krsna (Zoetmulder, 1974:71).
Subhadra melahirkan seorang anak laki-laki Abhimanyu, salah seorang pahlawan
dari Mahabharata. Duryodhana tetap menguasai bagian timur yang lebih kaya
dengan ibukota lamanya Hastinapura, dan Yudhistira diberi bagian barat, yang dulu
merupakan sebuah hutan belantara. Para Pandawa membangun sebuah ibukota bernama
Indraprastha.
Dengan bantuan Sakuni seorang ahli memainkan dadu, Duryodhana menantang
Yudhistira yang pecandu berjudi. Sebagai hasil kekalahan bermain dadu melawan
para Korawa, Yudhistira, adik-adiknya isterinya mengalami kekalahan atas semua milik
mereka di dunia, serta menjadi budak yang terikat dari Duryodhana. Raja Dhrtarastra
yang sudah tua merubah mereka dari perbudakan yang sesungguhnya, tetapi Pandawa
berlima serta isteri mereka pergi ke hutan sebagai buangan yang tak berumah selama
dua belas tahun.
Para Pandawa berketetapan untuk mengabdi kepada raja Matsyapati
dari Wirata dengan nama samaran. Yudhistira dengan nama samaran Kangka menjadi seorang
abdi brahmana yang ahli bermain dadu; Bhima dengan nama samaran Ballawa,
seorang juru masak; Arjuna dengan nama samaran Wrhannala, seorang banci yang
ahli musik dan tari; Nakula dengan nama samaran Granthika, seorang sais; Sahadewa
dengan nama samaran Tantipala, seorang penggembala; dan Dropadi dengan nama
samaran Serandhri, sebagai seorang dayang-dayang. Mereka tetap tak ketahuan sampai
akhir tahun. Tetapi walau mereka telah memenuhi persetujuan mereka, tuntutan pengembalian
kerajaan mereka tetap ditolak.
Sebagai terima kasih atas bantuan para Pandawa serta pengabdian mereka,
raja Matsyapati meminta Yudhistira untuk menaiki tahta Wirata serta Arjuna menerima
puterinya yang bernama Uttari sebagai isteri. Yudhistira menolak tawaran itu,
dan Arjuna meminta agar puteranya yaitu Abhimanyu menjadi suami Uttari. Setelah
mengadakan pembicaraan dengan Krsna, para Pandawa kemudian bertekad untuk mendapatkan
kembali kerajaan mereka dengan kekerasan.
Klimaks dari wiracarita ini adalah Perang Besar dari kaum Bharata
(Mahabharatayuddha). Kedua belah pihak menyiapkan diri untuk pertempuran serta mencari
sekutu. Duryodhana dan Arjuna pergi meminta bantuan Krsna pada saat yang sama.
Krsna menjanjikan Duryodhana bantuan tentara dari kaum Narayana, sedangkan ia sendiri
akan pergi di pihak para Pandawa sebagai sais Arjuna. Krsna tidak berhasil mencoba
menyarankan Karna untuk memilih di pihak para Pandawa.
Bantuan Karna kepada
para Korawa disebabkan oleh kecintaannya kepada orang tua angkatnya serta hutang
terima kasihnya kepada Duryodhana yang telah membuatnya seorang raja. Selama 18
hari perang besar antara para Pandawa dengan para Korawa berlangsung di Kuruksetra.
Para Korawa telah memilih Bhisma sebagai panglima perang mereka, sedangkan para
Pandawa dan para sekutunya dipimpin oleh Dhrstadyumna, putera Drupada.
Ketika Arjuna melihat keluarganya serta bekas-bekas gurunya
berada di kubu lawan, ia benar-benar tercekam oleh kebingungan (keragu-raguan).
Ia bahkan akan memilih meletakkan senjata-senjatanya. Pada saat yang gawat ini Krsna
menasehatinya bahwa tugas seorang ksatriya adalah pergi ke medan laga. Krsna mengatakan:
"Badan hanyalah sementara; menang atau kalah adalah sama saja. Seseorang
hanyalah wajib memenuhi tugas sucinya (dharma) saja. Bagi kesatria itu berarti
perang." (Zoetmulder, 1974:77).
Perang selama 18 hari itu dipenuhi dengan peristiwa-peristiwa
tragis yang di dalamnya para guru mereka yang mulia menemui ajal mereka, demikian
juga banyak pahlawan-pahlawan yang masih muda, tennasuk Ghatotkaca dan Abimanyu.
Arjuna menewaskan Karna, dan Bhima membantai Duryodhana. Upacara diselenggarakan
bagi yang gugur, dan Pariksit yaitu putera Abhimanyu, dinobatkan sebagai raja Hastina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar