Batara Indra adalah putra Hyang Guru.
Dewa ini terhitung berkuasa di sebagian
Jonggringsalaka, tempat tinggal Batara Guru yang disebut juga Kaendran.
Waktu Dewa ini dilahirkan, demikian
besar pengaruhnya, hingga bumi bergetar, angin meniup sangat kencang dan air
laut menghempas sampai meluap ke darat.
Kekuasaan Hyang Indra ialah memerintah
segala Dewa atas titah Batara Guru. Maka Batara Indra pun bertanggung jawab
mengenai segala sesuatu di tempat kediaman para Dewa. Ia menguasai semua
bidadari di Sorga. Berkuasa menentukan hadiah-hadiah yang akan dianugerahkan
kepada manusia. Karena kekuasaannya yang begitu besar, maka Batara Indra selalu
menerima hal-hal yang diajukan oleh insan manusia kepada Dewa.
Indra berputra dua orang putri:
1. Dewi Tari yang dianugerahkan kepada Raden
Sugriwa, seorang ksatria kera, dan
2. Dewi Tari yang dianugerahkan kepada Prabu
Dasamuka, Raja Raksasa di Alengka.
Batara Indra bermata kedondongan (serupa
buah kedondong), berhidung mancung, berbibir rapat. Bermahkota, sebagai tanda,
bahwa ia adalah seorang Dewa Raja. Berkain rapekan pendeta, berbaju, dan
bersepatu. Bergelang, berpontoh, dan berkeroncong.
Dewi Erawati adalah putri
sulung Prabu Salya raja negara Mandaraka dengan permaisuri Dewi
Pujawati/Setyawati putri tunggal Bagawan Bagaspati dari pertapaan Argabelah.
Dewi Erawati mempunyai empat
saudara kandung masing-masing bernama; Dewi Surtikanti, Dewi Banowati, Arya
Burisrawa dan Bambang Rukmarata.
Dewi Erawati menikah dengan
Prabu Baladewa/Kakrasana, raja negara Mandura, putra Prabu Basudewa dari
permaisuri Dewi Mahindra/Maerah (Ped. Jawa).
Dari perkawinan tersebut ia
memperoleh dua orang putra bernama; Winata dan Wimuka/Wilmuka.
Dewi Erawati berwatak; penuh
belas kasih, setia, sabar dan wingit. Ia dan suaminya hidup tenang dan bahagia
sampai masa sesudah perang Bharatayuda.
Hal ini karena mereka sekeluarga berada di luar
pertikaian keluarga Kurawa dan keluarga Pandawa yang meletus dalam perang
Bharatayuda
Sumber Gambar : Ki Demang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar