Ayah, bolehkah saya bertanya?
Tentu saja boleh.
Saya ingin bertanya banyak hal yang berhubungan
dengan agama kita.
Silakan, tanyakanlah padaku pertanyaan
apa yang kau miliki.
Darimanakah saya harus memulainya?
Mulailah dari pertanyaan pertama yang
terlintas dalam pikiranmu.
Baiklah, apakah saya seorang Hindu?
Tentu saja kau adalah seorang Hindu,
sebagaimana seorang yang mengikuti ajaran Kristus disebut sebagai seorang
Kristen.
Jika melihat dari salah satu sudut
pandang maka Hindu adalah sebuah proses pencarian kebenaran tanpa henti. Oleh
karena itulah Hindu kemudian disebut sebagai agama yang abadi. Hanya ada satu
Tuhan dan satu kebenaran. Veda menyatakan, “ekaý sat vipraá bahudhà vadanti”
(hanya ada satu kebenaran, hanya saja orang bijaksana menyebut-Nya dengan
banyak nama). Jadi, sebagai seorang Hindu, seorang Muslim, Kristen atau seorang
Yahudi, semuanya adalah satu dan sama. Kemudian jika kita mencari sudut pandang
yang lain, maka akan kita temukan bahwa Hindu bukanlah sebuah agama, melainkan
suatu jalan hidup. Untuk kepentingan berdebat, maka seseorang dapat menyatakan
bahwa jika semua kitab Hindu hancur, maka pada suatu hari nanti, kitab suci
yang sudah tua umurnya itu, akan berkembang kembali hanya dalam beberapa tahun.
Karena ia adalah sebuah proses pencarian kebenaran yang sejati. Dan sekarang
ini Hindu justru lebih dikenal sebagai suatu budaya ketimbang sebuah agama.
Ayah, sebelum saya melanjutkannya, saya ingin
ayah tahu, bahwa saya adalah seorang remaja yang lahir dan besar di Amerika,
jadi beberapa pertanyaan saya mungkin akan terdengar agresif. Saya harap ayah
tidak tersinggung.
Nak, kau dapat menanyakan apa saja yang
kau inginkan. Anggap saja kau adalah seorang jaksa penuntut yang mengintrogasi
aku, yang berperan sebagai seorang saksi. Percayalah padaku bahwa tidak satupun
dari pertanyaanmu yang akan menyinggung ataupun menyakiti hatiku. Aku akan berusaha
untuk menjawab pertanyaanmu sesegera dan sebisa mungkin. Aku juga tidak akan
memberikan jawaban yang menyinggung perasaanmu. Dan lebih jauh lagi aku akan
menyelipkan berbagai pengetahuan dan ajaran agama lain dalam jawaban-jawabanku.
Aku harap kau akan puas.
Sejujurnya, dapatkah Hindu menjawab setiap
pertanyaan?
Agama Hindu tidak pernah kesulitan
dalam menjawab setiap pertanyaan. Hindu tidak harus bersembunyi di balik
ayat-ayat Sansekerta atau dogma spiritual. Akan tetapi sebaliknya, Hindu
menyerap setiap pendapat dan ide baru yang muncul ke permukaan.
Percaya atau tidak, Agama Hindu
sebenarnya senantiasa mengadaptasikan diri dengan setiap pemikiran dan ide yang
baru. Teknologi, Psikologi, Parapsikologi, Astronomi modern, Biologi dan
sebagainya semua memperkaya ajaran Hindu.
Dalam ajaran Hindu kau dapat berpikir
dan membantah suatu pernyataan. Bahkan dapat berkata bahwa tidak ada Kåûóa
atau Ràma namun masih tetap sebagai seorang Hindu. Tidak ada
hirarki, lembaga atau badan kekuasaan tertentu.
Dalam ajaran agama Hindu seseorang akan
jarang bertemu dengan pernyataan yang dimulai dengan kata “Kau tidak boleh
…” dan sebagainya. Jika kau mempelajari Hindu dari awal hingga akhir, maka
kau akan menemukan bahwa Hindu dipenuhi dengan berbagai pendapat dan ide pemikiran.
Hindu memiliki budaya spiritual seperti filsafat Advaita dan Ràja
Yoga yang agung, dan disisi lain ada filsafat Càrvàka yang
hedonistik, yang tidak mempercayai Tuhan atau Veda, ada upacara yang merupakan
bagian dari Hinduisme dan disisi lain ada pendapat seorang filsuf Jerman yang
bernama Max Muller yang mengatakan, “Àgama Veda tidak mengenal
pemujaan pada patung” Sedangkan Jàbàla Upaniûad menyatakan, “Patung
hanya dimaksudkan untuk mereka yang kurang pengetahuannya”
Mitologi Hindu dipenuhi dengan berbagai
kisah dari berbagai cerita. Pada satu sisi, Advaita menyatakan hanya
tentang Brahman dan disisi lain, mitologinya menyatakan bahwa ada banyak
dewa. Jika mempelajari Hindu hanya setengah-setengah, maka kau akan dibuat
menjadi bingung. Namun jika kau menenangkan diri dan mempelajarinya secara
kese-luruhan, maka kau akan dapat memahami semua kebenaran yang terdapat dalam
kitab suci Hindu. Sekarang ini tersedia banyak sekali buku-buku Hindu dalam
bahasa Inggris dan bahasa lainnya, sehingga umat Hindu tidak diharuskan untuk
mempelajari Sanskreta untuk dapat mempelajari ajaran Hindu.
Ayah, sebelum ayah melanjutkannya lebih jauh,
saya ingin menanyakan sebuah pertanyaan penting, mohon jangan tersinggung.
Pertanyaan saya adalah wewenang apa (hak apa) yang membuat ayah harus berbicara
tentang Hindu?
Aku senang kau menanyakan hal ini. Arjuna
yang merupakan kûatriya dari Mahàbhàrata juga
menanyakan pertanyaan yang sama pada Úrì Kåûóa, dimana
percakapannya menghasilkan sebuah kitab yang terkenal yaitu Bhagavad Gìtà.
Sebagai jawabannya, Kåûóa menunjukkan Viúvarùpa-Nya (wujud
maha besar) dan ini membuat Arjuna terpana menyaksikan seluruh
semesta berputar di dalam tubuhNya. Maka Arjuna pun mendapatkan
jawaban lebih dari yang diharapkannya. Namun aku tidak dapat memperlihatkan
wujud seperti itu padamu untuk membuktikan setiap pernyataanku.
Kau mungkin akan tertawa, tetapi karena
bahkan Arjuna sendiri mempertanyakan kekuasaan Kåûóa, maka wajar
adanya kau mempertanyakan hal yang sama. Sedangkan mengenai diriku, aku hanya
menyampaikan bahwa diriku hanyalah seorang pencari kebenaran sebagaimana halnya
kebanyakan orang. Tentu saja aku telah mempelajari banyak buku (sekitar 500
buku) Hindu dan buku agama lain.
Satu-satunya tujuanku adalah untuk
menjelaskan ajaran Hindu dan hal-hal lain yang berhubungan dengannya. Setelah
mendengarkan jawabanku, maka kau harus meneliti kembali kebenarannya. Dalam
hubungannya dengan hal ini, ijinkanlah aku menguraikan sebuah sloka yang
diajarkan oleh seorang guru pada salah seorang muridnya.
Tak seorangpun tahu apa yang benar
dan apa yang salah
Tak seorangpun tahu mana yang baik
dan mana yang buruk
Ada sebuah keilahian yang ada dalam
dirimu
Temukanlah dan turuti perintahnya.
Itulah jawabanku. Pahamilah bahwa
keilahian yang dimaksud tiada lain adalah ‘suara bathin’ yang sering
kali diungkapkan oleh seorang mistikus Hindu modern, Úrì Aurobindo.
Suara bathin itu adalah Kristus yang ada dalam diri manusia atau dengan
kata lain, ia adalah Roh suci yang abadi. Aku hanya akan memberitahumu bahwa
jawaban final ada dalam dirimu sendiri. Seperti seorang master Zen, aku
ingin memberitahumu bahwa untuk mencari jawaban diluar dirimu adalah hal yang
sia-sia. Para penganut Zen mengatakan bahwa kebenaran tidak dapat
diajarkan dengan kata-kata yang keluar dari mulut dan kebenaran yang sejati
hanya dapat didapatkan dari pengalaman nyata.
Akan tetapi jangan salah mengartikan
sloka diatas sebagai lampu hijau untuk pengumbaran nafsu dalam diri dan
mengikuti emosi dalam diri sendiri. Emosi dalam diri manusia cenderung menipu,
karena emosi adalah hasil dari kekuatan intelektual dan membuat tindakan yang
bodoh sebagai sebuah perbuatan yang berarti. Mereka bahkan sanggup menggoda
para orang suci dan membuat mereka tenggelam dalam setiap sentimen egoistik.
Jadi berhati-hatilah mengartikan sloka-sloka diatas.
Apakah Hindu merupakan satu-satunya jalan untuk
menuju kesadaran Tuhan?
Pada suatu hari seorang filsuf Amerika
yang terkenal memberitahu Emerson bahwa ia telah mempelajari
semua filsafat dan agama sehingga ia sampai pada kesimpulan bahwa Kristen
adalah satu-satunya yang terbaik. Emerson kemudian menjawab, “Itu
hanya menunjukkan bahwa betapa dangkalnya pengetahuanmu.” Hal yang sama
juga berlaku dalam ajaran Hindu. Tak seorang pun berhak untuk mengatakan bahwa
Hindu adalah satu-satunya yang terbaik. Pada kenyataannya Hindu menyatakan
bahwa mustahil untuk mengatakan bahwa salah satu agama adalah salah atau
kurang.
Bhagavad Gìtà menyatakan bahwa, “Dengan apapun
dan dengan cara bagaimanapun seseorang mendekatiku, demikianlah aku akan
menerimanya. Jalan apapun yang mereka tempuh akhirnya mereka akan sampai
kepadaku juga, wahai Arjuna” dalam sloka ini dapat dengan mudah dipahami
bahwa Hindu tidak menyatakan diri sebagai satu-satunya kebijaksanaan. Hindu
toleransi dengan segala jenis pemikiran. Seorang Yogi atau orang suci
Hindu tak akan pernah berusaha untuk membuat seseorang menjadi Hindu.
Sebaliknya mereka akan membuat orang itu menjadi lebih yakin terhadap
kepercayaan yang telah mereka anut. Gìtà menyatakan, “Dengan cara
apapun penyembah memujaku, dengan penuh keyakinan, maka aku akan membuatnya
teguh pada keyakinannya itu.” Jadi dalam Hindu kau dapat memuja yang maha
kuasa, yang tidak berwujud dan tidak terbatas, sebagai Kåûóa, Jesus, Allah,
Musa atau siapapun juga yang kau yakini. Selama kau memiliki keyakinan
kepada-Nya, maka kau akan menganut sebuah agama kebenaran dan kau akan
menyadari kebenaran itu, meskipun dengan mengikuti cara pemujaan yang kasar.
Menurut Hindu tidak seorangpun akan tersesat. Dengan cara apapun ia mencari
Tuhan maka ia berada di jalan Tuhan.
Di India, para orang suci sering
menyatakan bahwa jika kau membayangkan-Nya dan menyebut nama-Nya, dengan penuh
keyakinan, membayangkan-Nya dalam wujud seekor kerbau maka beliau akan
menerimamu dalam wujud kerbau itu. Dan pada kenyataannya, beberapa kisah
menyatakan bahwa Tuhan muncul menampakkan diri dalam wujud kerbau pada orang
Amerika keturunan India.
Jika seseorang menyebutnya dengan nama Jesus
maka beliau akan datang dalam wujud Jesus Kristus; jika seseorang memanggil-Nya
dengan nama Kåûóa maka beliau akan datang dalam wujud Kåûóa.
Bahkan seorang penyembah Tuhan yang amat terkenal di India menyebut Tuhan
dengan panggilan “Asmin” yang berarti “Itu” dalam sloka kedua
dari naskah Nàrada Bhakti Sùtra. Para orang suci Islam, kaum Sufi
mengatakan bahwa “kemanapun kau menoleh, disanalah wajah Allah berada”
Dalam segala jenis pemujaan, pada
tingkatan terakhir mereka aka bersatu dengan nama dan wujud yang mereka puja.
Lihatlah tulisan orang suci Prancis Assisi atau para mistik Sufi atau Úrì
Caitanya atau Úrì Ràmàkåûóa Paramahaýsa.
Úrì
Caitanya menangis dalam pemujaan kepada Viþþhala, sedangkan Úrì
Ràmàkåûóa Paramahaýsa memuja dewi Kalì. Namun jika seseorang
mempelajarinya lebih dalam, maka ia akan menyadari bahwa yang absolut tidak
memiliki nama atau wujud dan berada diluar gambaran manusia. Mereka (para orang
suci) memulai pencarian mereka dengan terikat pada nàma dan rùpa hingga
pada akhirnya akan melihat wujud Tuhan yang tanpa rùpa dan tak terbatas.
Kata Islam sendiri sebenarnya berarti “Menuruti
kehendak Allah” dan kata Allah sendiri sebenarnya tidak memiliki
makna yang layak untuk dipakai untuk mengartikannya. Seorang Muslim sejati,
yang memuja Allah tanpa wujud dan rupa, tanpa nama, yang sebenarnya
adalah kekuasaan tertinggi. Mereka akan menolak gelar sebagai “penganut
Muhammad” karena kata itu akan berarti bahwa mereka memuja Muhammad.
Semua Muslim yang sejati akan senantiasa meyakini kalimat Syahadat “Aku
bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Utusan-Nya” Allah adalah
Tao dalam Taoisme, Brahman dalam ajaran Hindu, Ayin dalam
kepercayan Yahudi, Kabbalah oleh para mistikus, atau Jehovah dalam
kitab Perjanjian baru. Beliau tidak ternamakan, tidak terdefinisikan yang
merupakan kekuatan asal munculnya segala sesuatu.
Tidak ada agama yang memonopoli Tuhan.
Jika berani mengatakan demikian, maka itu sama saja dengan berkata, “Matahari
hanya terbit di New York dan terbenam di pantai Honolulu” Matahari yang
bersinar di setiap istana di New York dan kolam renang Beverly hills juga
bersinar di setiap lorong got Calcuta dan gurun pasir Saudi Arabia serta
medan pembantaian di Kamboja. Demikian juga Tuhan yang ada dalam Bhagavadgìtà
juga ada dalam Injil dan Quran.
Apakah Hindu percaya pada perpindahan agama
secara paksa?
Tidak, sama sekali tidak. Seorang
penganut Hindu yang sejati tidak pernah mengajak seeorang untuk mengikuti
kepercayaannya, namun Hindu akan dengan senang hati menerima siapa saja yang ingin bergabung
dengan Hindu berdasarkan rasa cintanya kepada Hindu. Bhagavad Gìtà
sendiri menyarankan bahwa seseorang hendaknya mengikuti kepercayaannya sendiri,
kepercayaan yang telah dianutnya. Hindu tidak pernah membuat janji-janji kosong
agar semua orang mau bergabung di dalamnya.
Sebagaimana penganut Hindu, umat Yahudi,
juga sangat toleran dengan penganut lain. Yahudi tidak pernah memaksa seseorang
untuk masuk ke dalam agama mereka. Memang ada banyak sekali perubahan dalam
ajaran Judaisme (agama Yahudi) namun penganutnya tidak pernah
mempropaganda-kannya. Pada batas tertentu, Judaisme itu sama dengan
prinsip-prinsip Hindu, yaitu suatu jalan hidup.
Disamping itu, Hindu memandang agama
sebagai ilmu pengetahuan dasar. Pernahkah kau mendengar seseorang diubah
menjadi Kimia India atau Fisika Inggris? Jadi, sangat mustahil walau hanya
untuk membahas perubahan-perubahan. Hanya ada satu kebenaran. Kita semua
memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kebenaran itu, sebagaimana kita
memiliki hak yang sama terhadap pengaruh ajaran Ràmaóa India, atau teori
Kuantum Einstein, yang orang Yahudi atau eksperimen Thomas Alpa
Edison, yang orang Amerika. Bhagavad Gìtà, Injil, Quran, Torah,
Dharmapada dan yang lainnya, terbuka untuk semua orang. Kita semua memiliki
hak yang sama untuk mengutip ajaran Kristus, Kåûóa, Lao-tse,
Socrates, atau Muhammad dalam kalimat yang
sama. Sebagaimana halnya semua pengetahuan terbuka untuk siapa saja, demikian
pula semua agama.
Apakah Hindu mentoleransi ajaran agama lain?
Dalam ajaran Hindu, toleransi bukan
hanya masalah politik, namun masalah keyakinan. Sejarawan seperti H.G. Wells
mengatakan bahwa raja-raja Hindu sebenarnya menyambut dengan tangan terbuka
para misionaris Kristen, fakir Muslim dan bhikûu Buddha dengan kebebasan
dalam bertukar pendapat dan ide. Kenyataannya, Ràja Hindu terbesar pada jamannya
yaitu Aúoka (269-232 sebelum Masehi), berganti agama menjadi
Buddha dan menyebarkan ajaran Buddha di seluruh India. “Hukum Dharma”
atau kebajikan serta pembacaan tulisan yang ditinggalkan oleh Aúoka dalam
berbagai batu dan pilar diseluruh India sama bersejarahnya dengan betapa
peninggalan “Hak asasi” di Amerika Serikat. Nak, jika kau hanya ingin
mempelajari salah seorang dari sekian banyak raja-raja India maka hendaknya kau
mempelajari kisah Aúoka saja. Dalam catatan sejarahnya, H.G.
Wells, yang tak pernah memuji seorang rajapun, membuat perkecualian pada
raja Aúoka dan menulis, “Nama Aúoka, bersinar hampir sebagai
satu-satunya bintang dalam sejarah dunia.”
Ràja Hindu terkenal lainnya dari Kerala,
Cheraman Perumal, (742-826 sesudah Masehi) beralih ke agama Islam
dan mening-galkan India dan kemudian wafat di Mekah. Salah seorang murid
Kristus, Saint Thomas, sepenuhnya setuju datang ke Madras, India,
untuk menyebarkan agama Kristen, dan kemudian wafat di Mylapore, Madras.
Benar-benar merupakan kenyataan bahwa pada tahun 70 sesudah Masehi, ketika
orang-orang Romawi menjadikan para penganut Kristen sebagai makanan singa-singa
liar di Eropa, pada saat itu umat Kristen di Kerala berdoa di gereja-gereja
untuk Saint Thomas.
Bahkan sekarang, ketika kaum Yahudi
dibantai diseluruh dunia, di Cochin India, mereka mendapatkan kebebasan mutlak
dalam melakukan kegiatan agama dalam sinagoge-nya. (Kaum Yahudi datang ke India
pada tahun kelima sesudah Masehi). Sebenarnya beberapa orang Yahudi yang pergi
ke Israel dari Kerala, telah kembali ke India karena India adalah tanah air dan
bangsa yang penuh toleransi. Sekarang ini, dimana peraturan Internasional
menyatakan bahwa umat Yahudi tidak dapat diubah menjadi Kristen di Israel,
ketika seseorang bahkan tidak diperbolehkan membawa salinan Injil di Saudi
Arabia, ketika seseorang tidak dapat mengubah umat Muslim menjadi Kristen di
Malaysia, maka ribuan umat Hindu sedang dalam proses digiring menjadi umat
Kristen di India. Sekarang ini India memiliki seminari Katolik terbanyak di dunia
yaitu sekitar 3 856 buah.
Seorang penganut Hindu yang sejati, tak
akan pernah menghina agama lain. Mereka senantiasa menerima setiap kebenaran
yang terdapat dalam setiap agama. Orang suci Hindu akan dengan senang hati
membacakan kitab Injil atau Quran dihadapan para pemuja atau murid-muridnya. Swàmì
Vivekànanda berkata, “Aku bangga menjadi penganut agama yang mengajarkan
toleransi dan penerimaan universal pada seluruh dunia. Kami tidak hanya
mempercayai toleransi universal, tapi kami juga menerima semua agama sebagai
kebenaran. Sebagaimana halnya aliran sungai dari berbagai sumber mengalir ke
lautan, maka berbagai jalan yang ditempuh, meskipun tampak berbeda,
berkelok-kelok ataupun lurus, semuanya menuju kepada Tuhan.”
Apakah Hindu mengijinkan umatnya mempelajari
ajaran agama lain?
Tentu saja anakku, Hinduisme tidak saja
mengijinkan, namun juga menyarankan kepada umatnya untuk mencari kebenaran dari
berbagai sumber. Namun Hindu secara tegas melarang untuk membanding-bandingkan
antara satu keper-cayaan dengan lainnya. Karena semua metoda itu benar, dan
semua membawa kepada kesadaran Tuhan. Setelah mempela-jari Hindu dengan baik,
maka seorang penganut Hindu hendak-nya membaca dan mempelajari semua agama yang
benar. Maka pada saat itulah ia akan menemukan bahwa Hindu adalah ensiklopedia
agama-agama dan sepenuhnya dapat memahami keagungan Kristus, arti dari
penyerahan diri para Sufi, dan arti penting dari sepuluh perintah. Jika
seseorang memahami Hindu dengan baik, maka ia dengan segera akan dapat
menyadari daya tarik kitab suci agama lain seperti Quran, Injil, Adigrantha
dan sebagainya, untuk dibaca.
Salah satu puràóa besar Hindu, Úrìmad
Bhàgavatam, menyatakan, “Seperti seekor lebah madu, yang mengumpulkan
madu dari berbagai bunga yang berbeda-beda, maka demikianlah seorang yang bijak
akan menyerap intisari dari berbagai kitab suci dan hanya melihat kebajikan
dalam setiap agama tersebut.” Dengan konsep seperti itu, seorang Hindu
hendaknya lebih berminat lagi untuk mempelajari kitab suci lainnya.
Apakah Hindu memiliki seorang pemimpin spiritual?
Tidak. Seperti yang telah aku katakan,
bahwa dalam Hindu tidak ada Hierarki. Salah seorang suci Hindu masa lampau, Adi
Úaòkara, mendirikan tempat suci di setiap sudut India, yang
dikenal sebagai Úaòkara Math. Keempatnya itu adalah Úåògeri (Mysore),
Badrinàth (Himàlaya), Dvàraka (Gujaret) dan Puri (Orissa). Para
pendeta pemimpin dari setiap pusat spiritual itu disebut Úaòkaràcàrya dan
para pendeta disana mengajar segala aspek Hinduisme kepada orang-orang Hindu.
Namun tentu saja pusat-pusat spiritualitas ini tidak memiliki hak untuk
mengatur kehendak setiap umatnya. Selain empat tempat yang disebutkan tadi, ada
banyak sekali pusat-pusat spiritual di India. Masing-masing berdiri sendiri,
dan semuanya menyebar luaskan ide-ide ajaran Hindu dengan caranya sendiri,
tanpa saling mengkritik satu sama lain.
Tidak ada kelompok yang dikucilkan atau
direndahkan dalam ajaran Hindu. Hindu banyak memiliki pembaharu seperti Buddha
(yang menolak otoritas kitab-kitab Veda) dan Adi Úaòkara (yang
menyebar luaskan ajaran filsafat Advaita), namun Hindu tak akan pernah
dan tak ingin memiliki seorang Martin Luther, karena ia terbuka
bagi segala macam kritik dari segala penjuru.
Ayah, mungkinkah kita dapat mengungkapkan
Kebenaran yang sifatnya “HALUS” dalam sebuah kalimat yang sederhana? Sanggupkah
pikiran manusia menyadari Kebenaran Tertinggi?
Aku harus menjawab “tidak” untuk
pertanyaan ini. Hindu memulainya dengan Úruti - ‘sesuatu yang didengar”.
Master-master spiritual jaman Veda seperti Kristus, yang disebut para åûi,
telah mendapatkan kebenaran abadi dalam batinnya dan mengajarkan kepada
murid-muridnya melalui transmisi pikiran yang lazim disebut telepati. Hanya
setelah itulah baru muncul bahasa Sanskreta dan bahasa Pali. Selama waktu yang
cukup lama, tidak pernah ada teks naskah yang tertulis. Kitab Veda dan Upaniûad
diajarkan dalam bentuk úloka yang dilagukan.
Kita tahu bahwa pikiran adalah media
terbaik untuk mema-hami pengetahuan yang sejati, akan tetapi karena kita tidak
dapat melakukan transfer pikiran seperti itu, maka kita mengungkapkannya dalam
bentuk bahasa. Bahasa Verbal akan lebih baik daripada bahasa tertulis dalam
mengung-kapkan pemikiran. Pada masa lampau, bahasa Sanskreta, Pali, Latin,
Yunani dan bahasa Yahudi dipergunakan untuk mengungkapkan ajaran
kebenaran. Dikatakan bahwa Jesus berkata dalam bahasa Armenian
dan beberapa tahun setelah penyalibannya, Perjanjian Baru ditulis dalam
bahasa Yahudi, Aramaic dan Yunani. Perjanjian Baru masih
menyimpan beberapa pernyataan dalam bahasa Aramaic, seperti “Eli,
Eli, Lama Sabachthani” yang artinya “Tuhan mengapa Engkau meninggalkan
aku?” (Matius 27 : 46). Pada abad ke 15, Injil dalam bahasa Inggris
yang pertama kali telah ditulis oleh William Tyndale (1525). Namun
sayang, ia dituduh bersalah dan dibakar pada sebuah tiang kayu.
Setelah Tyndale, tujuh Injil
dalam versi Inggris ditulis dimana yang terakhir adalah buatan raja James,
yang disusun oleh sejumlah besar teologist dibawah pimpinan raja James
Inggris pada tahun 1611. Namun sangat disayangkan, Injil karya raja James
ini memiliki lebih dari tigaratus kesalahan didalam-nya (“How we got the
Bible”, Neil R. Lightfoot). Ini hanya akan membuktikan bahwa betapa
sulitnya untuk menuliskan pemikiran dalam kata-kata. Disamping itu, Injil juga
dipenuhi sejumlah simbol seperti misalnya, angka 666 yang berarti anti Kristen
dan angka 12 yang berarti kemampuan spiritual. Segala hal baik dalam kitab
Injil diasosiasikan dengan angka, seperti: dua belas murid utama Kristus, dua
belas putra Jakob, dua belas suku Israel dan sebagainya. Dengan adanya
simbol-simbol seperti itu maka penter-jemahannya akan menjadi lebih sulit.
Bahasa Inggris sekarang ini telah
dipakai oleh sebagian besar orang, kosa-katanya telah berkembang luas dan telah
menjadi media utama untuk menyampaikan konsep pemikiran. Dengan demikian,
bahasa Inggris mungkin merupakan satu-satunya bahasa di dunia yang dapat
mengungkapkan kebenaran dalam format yang lebih mudah dipahami. Untunglah
sekarang kita juga memiliki matematika, fisika dan pengetahuan lain untuk
membantu kita memahami kebenaran yang lebih halus.
Disamping itu, pemahaman adalah sesuatu
yang sifatnya sangat pribadi. Misalkan, “E = m. c 2” mungkin
hanya akan menjadi sekumpulan huruf bagi orang awam, namun akan menjadi sangat
berarti bagi siswa Ilmiah. Jadi, kebenaran abadi hanya dapat dipahami jika kita
memiliki tingkat pemahaman yang tinggi. Ini berlaku untuk semua agama. Hindu,
Kristen, Islam dan agama-agama lainnya.
Taoisme menyatakan bahwa kesan-kesan
dan pengalaman hidup tak dapat diungkapkan dalam kata-kata. Mistikus China Lao-tse
menyatakan bahwa “Ia yang tahu tak akan mengatakan dan mereka yang
mengatakannya, tak pernah tahu”. Ini
menunjukkan bahwa kebenaran yang halus sebenarnya tak dapat diungkapkan
dengan kata-kata, karena kata-kata hanya akan mengurangi kadar kebenarannya.
Mungkin akan lebih tepat jika disimpulkan bahwa pikiran manusia tak akan pernah
dapat menangkap kebenaran tertinggi alam semesta ini.
Memang Einstein telah
berusaha untuk mengembangkan suatu bidang teori yang disatukan untuk
menjelaskan teka-teki alam semesta, namun ia gagal sama sekali. Hingga akhirnya
ia menyerah dan berkata, “Pikiran manusia tak sanggup memahami kebenaran
alam semesta. Kita ibarat seorang anak kecil yang memasuki sebuah perpustakaan
sangat luas.” Gautama Buddha juga dengan jelas
menyatakan bahwa hanya dengan mengatasi tingkat kesadaran diatas kesadaran
manusia sajalah seseorang dapat memahami realitas tertinggi. Mungkin itulah
alasannya mengapa Buddha, yang meninggalkan negaranya sebagai seorang
pangeran remaja untuk mendapatkan jawaban mengatasi masa tua, penyakit dan
kematian, akhirnya kembali dengan delapan macam jalan yang terkenal itu, untuk
mencapai Nirvàóa. Jika ada kebenaran yang dapat ditransfer dari rahasia
alam semesta ini, maka master-master spiritual seperti Kristus, Buddha
dan sebagainya pasti akan memberitahukannya kepada dunia. Karena jawaban
rahasia ini masih sangat tidak jelas bagi kebanyakan dari kita, maka kita harus
menghadapi kenyataan bahwa kebenaran tertinggi berada diluar jangkauan pikiran
dan persepsi dualitas.
Sekarang ini, terkurung oleh kursi
rodanya, tak sanggup bicara dan lumpuh oleh penyakit yang tak tersembuhkan,
ilmuwan besar Inggris Stephen Hawking mencari teori penyatuan agung,
yang akan menjelaskan seluruh teka-teki alam semesta. Akankah ia berhasil?
Sanggupkah ia membuka tabir alam semesta ini? Itu adalah pertanyaan satu milyar
dolar. Teori Issac Newton tentang alam semesta telah sempurna, linier
dan dapat diprediksi. Namun Teori Eisntein menjadi sangat sulit
diprediksi dan mengambil pola-pola tertentu. Sedangkan para ilmuwan sekarang
menyatakan bahwa alam semesta ini membingungkan dan tak dapat diduga.
Apakah ayah benar-benar berpendapat bahwa
kata-kata dapat disalah-artikan atau salah penafsiran?
Ya, begitulah. Karena kurangnya
kosa-kata dalam bahasa Aramaic, maka Kristus terpaksa
menggunakan kata-kata “kerajaanku” dan “aku adalah Ràja” untuk
menjelaskan kebenaran halus tentang spiritual kepada seseorang. Akan tetapi
kata-kata inilah yang membuat pembesar Romawi marah besar, karena bagi mereka
kata-kata itu merupakan penghinaan terhadap keberadaan mereka sebagai penguasa.
Lihatlah cara hidup kaum Sufi.
Sebagaimana halnya seorang master Hindu tercerahi yang berkata, “Aku adalah
Brahman,” setiap orang dari mereka pasti akan berkata, “Aku adalah
Tuhan”. Akan tetapi Islam fundamentalis pada masa itu, tak dapat sepenuhnya
menyadari kedalaman arti dari pernyataan kaum Sufi agungnya, hingga kelompok
orang suci itu dibasminya. Melalui perjalanan sejarah, kita tahu bahwa ada
banyak contoh kesalahpahaman semacam itu, karena kurangnya kosa-kata dalam
suatu bahasa. Kristus mengajarkan berbagai cerita perumpamaan dan kita
juga memiliki kisah sejenis untuk menjelaskan kebenaran halus tentang alam
semesta. Aku rasa jika Kristus dan Kåûóa atau Buddha
kembali pada masa sekarang ini, maka mereka mungkin akan menggunakan
elektron, DNA, elektromagnetik dan konsep-konsep ilmiah lain, untuk menjelaskan
kebenaran halus ini.
Ayah, apakah ayah berpendapat bahwa sejarah dan
tradisi memiliki peran penting dalam setiap Kitab Suci?
Sangat tepat sekali. Sejarah Hinduisme
merupakan proses pemikiran yang berkembang secara perlahan. Oleh karena itulah
dalam Åg Veda kita menemukan suatu komunitas nomaden yang mendiami
tepian sungai Indus, yang memuja dewa-dewi alam dan menyatakan, “Dari semua
ini, siapakah yang tahu dan siapa yang berani menyatakan darimana asal semua
ini dan bagaimana proses penciptaan terjadi?”
Lihatlah salah satu kitab Hindu tertua,
yang dinamakan Manusmåti. Buku “Hukum Manu” merupakan sejarah
dari masyarakat nomaden yang berdiam di tepi sungai Indus. Dalam perioda Åg
Veda, dikisahkan bahwa para Àrya senang berperang, dan minum-minuman
serta berjudi merupakan bagian dari budaya hidup mereka. Mereka yang senang
minum minuman sura ini dikenal sebagai Sura atau para Deva, sedangkan
yang menolaknya dikenal sebagai Asura. Dalam buku ini kau juga akan
melihat bagaimana Manu membatasi gerak dan kebebasan para wanita. Ia
juga memberikan satu pondasi tentang pelaksanaan sistem kasta pada jaman modern
sekarang ini.
Demikian juga kitab Perjanjian Lama,
yang memberitahu kita tentang adanya eksodus kaum Yahudi dari Mesir, yang
menggambarkan masyarakat yang diperbudak. Perjanjian Lama merupakan sejarah
sebenarnya dari bangsa Yahudi pada waktu itu. Jadi aku sepenuhnya sangat setuju
dengan pendapatmu, bahwa hampir semua kitab suci merupakan bagian dari sejarah
dan tradisi.
Apakah metafora (perumpamaan) merupakan salah
satu gaya bahasa Kitab Suci?
Mungkin banyak orang yang tidak setuju
denganku, namun aku harus mengatakan bahwa metafora (perumpamaan) merupakan
bagian dari semua kitab suci keagamaan. Bahasa puisi dari para orang suci jaman
dahulu digunakan sebagai media untuk mengungkapkan suatu kebenaran. Dalam
setiap agama orang akan senantiasa berhadapan dengan gaya bahasa seperti yang
terdapat dalam buku “Lotus Eaters” oleh Tennyson.
Jadi kitab suci harus benar-benar
dihayati untuk menda-patkan arti yang tersirat dari sebuah puisi atau susunan
kata yang tersurat. Pada tanggal 14 desember 1990, Úrì Paus John Paul memperingatkan
umat Kristen akan kesalahan interpretasi dari kitab Injil. Beliau berkata, “kitab
Injil digubah oleh Tuhan, akan tetapi orang yang menyusunnya kembali juga
adalah penggubah sejati”. Beliau juga menyatakan bahwa kitab Injil telah
kehilangan banyak keaslian pesan-pesannya karena penterjemahannya yang terlalu
didasarkan pada kenyataan yang dapat diobservasi.
Apakah ayah mengatakan ada sifat seorang penyair
dalam diri orang suci dan bahwa semua penulisan berisi Kebenaran dan juga
terwarnai imajinasi orang suci yang menyusunnya?
Kau mengatakan hal yang benar. Aku tak
sanggup mengata-kannya dalam kata-kata yang benar. Jadi, kitab suci hendaknya
tidak diartikan kata-perkata, namun lebih dihayati secara mendalam sehingga
ditemukan kebenaran yang tersirat didalamnya. Ini berlaku bagi Hinduisme dan
semua agama lainnya, termasuk Kristen.
Ayah, apakah atheisme? Apakah atheis dengan
agnostik itu satu dan sama?
Kata ‘theisme’ berarti “percaya
kepada Tuhan atau para dewa.” Jadi kata “atheisme” berarti lawan dari theisme
atau ketidak percayaan akan keberadaan Tuhan. Jadi dengan kalimat pendek
dapat dikatakan bahwa mereka yang tidak percaya dengan Tuhan adalah seorang atheis.
Sebaliknya, seorang agnostik
adalah mereka yang mem-percayai adanya kekuasaan diluar jangkauan pikiran
manusia. Seorang agnostik mungkin percaya atau mungkin juga tidak, tentang
keberadaan Tuhan. Jadi istilah “gnostik” dan “agnostik”
sebenarnya diungkapkan oleh seorang pemikir dan filsuf, Thomas Huxley pada
tahun 1869. “Gnostik” berasal dari kata Yunani “gnosis” yang
berarti ‘mengetahui’.
Penjelasan terbaik untuk kedua istilah
ini mungkin terdapat dalam Esklipodia Katolik yang berbunyi, “seorang
agnostik bukanlah seorang atheis. Seorang atheis menolak keberadaan Tuhan,
sedangkan seorang agnostik menyatakan ketidak-tahuan tentang keberadaan Tuhan.
Untuk kalimat terakhir ini, Tuhan mungkin saja ada, namun akal sehat tak dapat
membuktikan ataupun menyangkalnya.”
Apakah ayah berkata bahwa kebanyakan orang adalah
agnostik?
Aku cenderung mengatakan bahwa beberapa
orang intelektual kita adalah agnostik, namun pada saat yang sama, kebanyakan
dari mereka yang tak terpelajar merupakan penganut suatu keyakinan. Kebanyakan
agama-agama yang ada menggunakan propaganda takut akan Tuhan dan neraka sebagai
motivasi agar orang percaya kepadanya. Namun ini tidak dijumpai dalam ajaran
Hindu, dimana semua kepercayaan, agnostik dan kaum atheis dapat hidup rukun
berdampingan. Mari kita lihat kasus Bertrand Russell. Kebanyakan
orang meng-anggapnya sebagai atheis. Namun sebenarnya ia adalah seorang
agnostik. Ia menanyakan segalanya namun tak pernah sampai pada kesimpulan dari
pertanyaannya. Satu-satunya kesalahan yang dibuatnya adalah menulis sebuah buku
yang berjudul “Why I am not a Crishtian (Mengapa saya bukan seorang
Kristen?)”, seharusnya ia tidak memberi judul demikian, karena ia tak berhak
untuk melukai perasaan jutaan umat Kristen di seantero jagat ini. Seharusnya ia
memberi judul “The Doubts I have about World Religions.” Ini akan menyelamat-kannya
dari berbagai kritikan yang mencercanya dari segala penjuru termasuk pelarangan
bekerja di kota New York.
Sejujurnya, aku tak berpikir ia selalu
menulis bahwa Tuhan itu tidak ada. Karena itu bertentangan dengan gayanya,
menolak atau menyetujui sesuatu yang tidak diketahuinya dengan jelas. Russell
tidak menyangkal adanya Tuhan, karena ia tidak dapat mendefinisikan Tuhan.
Yang berada pada sudut pandang Hindu, orang akan dengan mudah mengagumi
orang-orang seperti Russell, Freud dan Darwin.
Hindu memiliki bagian yang atheis dan
agnostik, filsafat Càrvàka dan pada batas tertentu filsafat Vaiúeûika
yang mempertanyakan keberadaan kepribadian Tuhan. Åûi Kaóàda salah
seorang pendiri aliran filsafat ini hanya menyatakan Tuhan, sebagai “Itu
(tat)” dalam seluruh tulisannya.
Ayah, apakah ayah mengatakan bahwa seorang
agnostik akan menjadi agnostik selamanya?
Semua kitab Hindu menunjukkan
kenyatakan bahwa agnostisme adalah titik awal dari pencarian Tuhan yang tanpa
akhir. Seperti halnya sejumput garam yang ingin mengetahui kedalaman samudra
dan kemudian menjadi bagian dari samudra luas, seorang agnostik yang sejati
akan menyadari kebenaran abadi jika ia terus melanjutkan pencariannya. Akan
tetapi seperti Buddha dan para orang suci lainnya, tak akan sanggup
mejelaskan kebenaran yang dicapainya secara utuh kepada dunia, karena kebenaran
itu berada diluar diskripsi kata dan sebagainya. Aku rasa kebanyakan para
agnostik akan mencapai keadaan seperti J. Kåûóamùrti dan Buddha,
asalkan mereka tidak mencari jawaban dengan menggunakan kemampuan
intelektualnya, untuk menjawab teka teki alam semesta. Sebagai seorang anak
yatim piatu, Kåûóamùrti, dipungut oleh almarhum Annie Besant untuk
dipersiapkan sebagai pemimpin besar suatu Masyarakat Theosofi dunia. Akan tetapi
setelah waktu berlalu Kåûóamùrti melampaui segala kedudukan dan
kekuasaan, dan mem-pertanyakan integritas setiap mahluk yang terdapat dalam
setiap agama. Akhirnya ia menjadi institusi pada dirinya sendiri tanpa
sedikitpun ada keakuan. Tentu saja Kåûóamùrti sama sekali bukanlah
seorang agnostik. Beliau adalah seorang yang berpikiran logis dengan kemampuan
luar biasa. Dengan demikian, selama menyangkut masalah Hinduisme, agnostisme
merupakan titik awal dari pengejaran kebenaran tanpa akhir.
Ayah, apakah ayah percaya pada Tuhan?
Nak, ayah lahir dalam sebuah keluarga
yang taat pada agama dan karena itulah ayah percaya kepada Tuhan dan bahkan
kadang-kadang pada kepribadian Tuhan. Kadang-kadang aku memandang Tuhan sebagai
sesuatu yang tidak berperasaan ataupun tanpa kesadaran. Konsepku tentang Tuhan selalu berubah menurut
situasi dan kondisi. Ketika masih remaja, aku tidak kesulitan untuk
membayangkan-‘Nya’ sebagai Úrì Kåûóa, namun setelah
beranjak dewasa, aku mulai melihat-‘Nya’ sebagai sumber kekuatan, sesuatu yang
berada diluar imajinasiku yang liar. Tentu saja aku tak masalah mendengar orang
yang melukiskan-‘Nya’ sebagai Kåûóa atau Jesus, Allah,
Jehovah atau Buddha. Aku juga tidak berkeberatan jika ada
yang menyebut-Nya sebagai “Itu”, yang tak berwujud, tak berubah, tak
terbatas waktu, dan hal yang tak tergambarkan. Satu hal yang aku tahu pasti
bahwa kita semua adalah bagian dari alam semesta ini. Kita hanya merupakan
sebuah alat dari sebuah energi yang tidak kita ketahui keberadaannya. Pada satu
sisi kita hanyalah paduan bahan kimia, kita hanyalah susunan dari molekul DNA
dan disisi lain kita adalah mahluk yang memiliki kesadaran.
Sejujurnya,
aku selalu berada dalam keadaan kehilangan total setiap kali berpikir tentang
Tuhan. Aku tidak tahu harus memulai darimana, semakin aku mempelajariNya,
semakin aku mempelajari ilmu pengetahuan modern, maka semakin besar
keingintahuanku terhadap Tuhan dan alam semesta. Itu bukan berarti bahwa agama
memiliki semua jawaban. Semua agama didunia ini kebanyakan belum sepenuhnya
mengekspresikan segala prinsip spiritual yang ada didalamnya. Oleh karena itu,
kurangnya jawaban yang tepat membuatku menjadi semakin rendah diri. Sekarang
aku baru menyadari bahwa kita hanya tahu sedikit saja tentang diri kita dan
tentang alam semesta ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar