Sabtu, 18 Agustus 2012

Hari-hari terakhir SRI KRISHNA - Mengenal Hinduisme



Ayah, dapatkah ayah menceritakan kepada kami tentang hari-hari terakhir dari Úrì Kåûóa? Bagaimanakah Beliau meninggal?
Setelah perang Mahàbhàrata, Úrì Kåûóa membawa ibu suri Gàndhàrì berkeliling medan Kurukûetra untuk melihat mayat dari seratus putranya. Setelah menyaksikan pemandangan yang menyedihkan itu, dia kemudian mengutuk Úrì Kåûóa: “Oh Kåûóa, kau adalah penyebab dari perang ini. Jika kau tidak berpartisipasi di dalamnya, maka semua ini tidak akan terjadi, dan anak-anakku masih akan tetap hidup hingga sekarang. Kåûóa, kau dan seluruh bangsamu akan mengalami nasib yang sama”. Mendengar kutukan Gàndhàrì seperti itu, Kåûóa berkata, “Terimakasih Ibu, saya telah menunggu kesempatan itu”. Úrì Kåûóa berkata demikian, karena bangsanya, para Yadava, telah menjadi beban bagi Ibu bumi karena ulah mereka yang senantiasa berbuat kejahatan.

Úrì Kåûóa kemudian kembali ke kerajaannya, Dvàraka, setelah penobatan Yudhiûþhira, Pàóðava yang paling sulung. Pada suatu hari ketika sapta åûi (tujuh åûi abadi) sedang melewati Dvàraka, para pemuda Yadava mengejek para åûi itu. Mereka menghiasi seorang pemuda sehingga tampak seperti seorang wanita dan mereka menanyakan para åûi apakah wanita palsu itu akan melahirkan dan apakah anaknya laki-laki atau perempuan. Hanya dengan satu kalimat sang åûi menjawab,“Wanita ini akan melahirkan sebuah gada besi dan seluruh bangsa Yadava akan musnah oleh gada itu.” Dan setelah berkata demikian, sapta åûi menghilang dalam kabut.
Para pemuda yang tidak tahu bencana besar yang akan menimpa mereka hanya tertawa dengan jawaban sang åûi. Siapa yang akan mempercayai seorang anak laki-laki akan melahirkan sebuah gada? Namun hanya berselang beberapa jam, anak itu melahirkan sebuah gada besi yang hitam jelek. Dan anak-anak muda yang ketakutan itu segera berlari dan membawa gada itu pada raja Ugrasena, yang merupakan pemimpin para Yadava. Ugrasena kemudian meggiling gada itu menjadi tepung dan membuangnya ke laut yang kemudian menjadi tepung sari alang-alang. Tepung itu hanyut ke pinggir laut dan tumbuh menjadi rumput panjang yang menyerupai pisau. Sepotong pecahan gada yang berbentuk ujung tombak yang tertinggal itu kemudian dilempar ke laut dan ditelan oleh seekor ikan. Dan seorang nelayan bernama Jara menangkap ikan itu, dan ketika ia membuka perut ikan itu ia heran melihat sepotong besi aneh di dalamnya. Selanjutnya ia memberikan ujung tombak itu pada seorang pemburu yang dipakai sebagai ujung mata anak panahnya.
Sementara itu, Úrì Kåûóa yang telah mengetahui semua yang terjadi kemudian memanggil Nàrada, pemujanya yang teragung dan memberitahunya bahwa sudah tiba waktunya bagi para Yadava, termasuk beliau sendiri, dimusnahkan untuk memperingan beban bumi. Beliau sendiri menyatakan bahwa beliau akan dibunuh oleh seorang pemburu dan akan kembali ke Vaikuóþha sebagai Viûóu. Beliau berkata bahwa setelah penghancuran kaum Yadava maka tugasNya sebagai avatàra telah terpenuhi.
Pada suatu hari diadakan pesta besar para Yadava dipinggir laut. Tiba-tiba saja diantara mereka terjadi keributan dan mereka mulai saling menyerang satu sama lain dengan rumput panjang setajam pisau. Peperangan antara kaum Yadava itu begitu dahsyat sehingga dalam waktu beberapa jam seluruh bangsa Yadava menjadi tumpukan mayat yang bergelimpangan. Setelah mengetahui kematian para Yadava, maka Balaràma (saudara Kåûóa) kemudian menjatuhkan diri dalam laut dan meninggalkan badan jasmaninya dengan metoda Yoga tertentu.
Úrì Kåûóa sendiri pergi ke Hutan dan merebahkan diri dibawah sebatang pohon dan pada saat itu seorang pemburu datang dan melihat jempol kaki Kåûóa yang dianggapnya sebagai kaki seekor kelinci lalu memanahnya dengan anak panah yang berujung tombak kecilnya. Úrì Kåûóa yang maha tahu dan maha sakti segera terluka berdarah. Sedangkan sang pemburu sendiri, setelah melihat bencana yang baru saja dilakukannya segera bersimpuh memohon maaf. Kåûóa tersenyum dan berkata bahwa apa yang telah dilakukannya bukanlah atas kehendak pribadinya dan bahwa Kåûóa hanya menuruti hukum karma yang terjadi pada kehidupannya sebelumnya, yang telah membunuh seorang raja kera dengan cara yang sama, dimana ketika itu sang pemburu adalah raja kera Vali dan Kåûóa adalah Úrì Ràma. Úrì Kåûóa kemudian memberitahu sang pemburu untuk pergi dan memberitahu penduduk Dvàraka yang masih tersisa bahwa Kåûóa telah meninggalkan badan jasmani-Nya dan bahwa seluruh Dvàraka akan tenggelam dalam air bah yang besar, beberapa jam setelah kematian beliau. Setelah berkata demikian Úrì Kåûóa kemudian meninggalkan wujud jasmaninya dan kembali ke Vaikuóþha sebagai dewa Viûóu.
Setelah Kåûóa meninggalkan dunia, Dvàraka kemudian tenggelam dalam lautan yang besar. Dikatakan bahwa dewa Viûóu akan mengambil wujud sebagai Kåûóa jika seorang penyembah memujanya dengan penuh bhakti dan keyakinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar