Ayah, dapatkah ayah menceritakan kepada kami
tentang hari-hari terakhir dari Úrì Kåûóa? Bagaimanakah Beliau meninggal?
Setelah perang Mahàbhàrata, Úrì
Kåûóa membawa ibu suri Gàndhàrì berkeliling medan Kurukûetra
untuk melihat mayat dari seratus putranya. Setelah menyaksikan pemandangan yang
menyedihkan itu, dia kemudian mengutuk Úrì Kåûóa: “Oh
Kåûóa, kau adalah penyebab dari perang ini. Jika kau tidak berpartisipasi di
dalamnya, maka semua ini tidak akan terjadi, dan anak-anakku masih akan tetap
hidup hingga sekarang. Kåûóa, kau dan seluruh bangsamu akan mengalami nasib
yang sama”. Mendengar kutukan Gàndhàrì seperti itu, Kåûóa
berkata, “Terimakasih Ibu, saya telah menunggu kesempatan itu”. Úrì
Kåûóa berkata demikian, karena bangsanya, para Yadava, telah
menjadi beban bagi Ibu bumi karena ulah mereka yang senantiasa berbuat
kejahatan.
Úrì Kåûóa
kemudian kembali ke kerajaannya, Dvàraka, setelah penobatan Yudhiûþhira,
Pàóðava yang paling sulung. Pada suatu hari ketika sapta åûi (tujuh åûi
abadi) sedang melewati Dvàraka, para pemuda Yadava mengejek para åûi
itu. Mereka menghiasi seorang pemuda sehingga tampak seperti seorang wanita
dan mereka menanyakan para åûi apakah wanita palsu itu akan melahirkan
dan apakah anaknya laki-laki atau perempuan. Hanya dengan satu kalimat sang åûi
menjawab,“Wanita ini akan melahirkan sebuah gada besi dan seluruh bangsa
Yadava akan musnah oleh gada itu.” Dan setelah berkata demikian, sapta
åûi menghilang dalam kabut.
Para pemuda yang tidak tahu bencana
besar yang akan menimpa mereka hanya tertawa dengan jawaban sang åûi.
Siapa yang akan mempercayai seorang anak laki-laki akan melahirkan sebuah gada?
Namun hanya berselang beberapa jam, anak itu melahirkan sebuah gada besi yang
hitam jelek. Dan anak-anak muda yang ketakutan itu segera berlari dan membawa
gada itu pada raja Ugrasena, yang merupakan pemimpin para Yadava.
Ugrasena kemudian meggiling gada itu menjadi tepung dan membuangnya
ke laut yang kemudian menjadi tepung sari alang-alang. Tepung itu hanyut ke
pinggir laut dan tumbuh menjadi rumput panjang yang menyerupai pisau. Sepotong
pecahan gada yang berbentuk ujung tombak yang tertinggal itu kemudian dilempar
ke laut dan ditelan oleh seekor ikan. Dan seorang nelayan bernama Jara menangkap
ikan itu, dan ketika ia membuka perut ikan itu ia heran melihat sepotong besi
aneh di dalamnya. Selanjutnya ia memberikan ujung tombak itu pada seorang
pemburu yang dipakai sebagai ujung mata anak panahnya.
Sementara itu, Úrì Kåûóa
yang telah mengetahui semua yang terjadi kemudian memanggil Nàrada,
pemujanya yang teragung dan memberitahunya bahwa sudah tiba waktunya bagi para Yadava,
termasuk beliau sendiri, dimusnahkan untuk memperingan beban bumi. Beliau
sendiri menyatakan bahwa beliau akan dibunuh oleh seorang pemburu dan akan
kembali ke Vaikuóþha sebagai Viûóu. Beliau berkata bahwa setelah
penghancuran kaum Yadava maka tugasNya sebagai avatàra telah
terpenuhi.
Pada suatu hari diadakan pesta besar
para Yadava dipinggir laut. Tiba-tiba saja diantara mereka terjadi
keributan dan mereka mulai saling menyerang satu sama lain dengan rumput
panjang setajam pisau. Peperangan antara kaum Yadava itu begitu dahsyat
sehingga dalam waktu beberapa jam seluruh bangsa Yadava menjadi tumpukan
mayat yang bergelimpangan. Setelah mengetahui kematian para Yadava, maka
Balaràma (saudara Kåûóa) kemudian menjatuhkan diri dalam laut dan
meninggalkan badan jasmaninya dengan metoda Yoga tertentu.
Úrì Kåûóa sendiri
pergi ke Hutan dan merebahkan diri dibawah sebatang pohon dan pada saat itu
seorang pemburu datang dan melihat jempol kaki Kåûóa yang
dianggapnya sebagai kaki seekor kelinci lalu memanahnya dengan anak panah yang
berujung tombak kecilnya. Úrì Kåûóa yang maha tahu dan
maha sakti segera terluka berdarah. Sedangkan sang pemburu sendiri, setelah
melihat bencana yang baru saja dilakukannya segera bersimpuh memohon maaf. Kåûóa
tersenyum dan berkata bahwa apa yang telah dilakukannya bukanlah atas
kehendak pribadinya dan bahwa Kåûóa hanya menuruti hukum karma
yang terjadi pada kehidupannya sebelumnya, yang telah membunuh seorang raja
kera dengan cara yang sama, dimana ketika itu sang pemburu adalah raja kera Vali
dan Kåûóa adalah Úrì Ràma. Úrì
Kåûóa kemudian memberitahu sang pemburu untuk pergi dan memberitahu
penduduk Dvàraka yang masih tersisa bahwa Kåûóa telah
meninggalkan badan jasmani-Nya dan bahwa seluruh Dvàraka akan tenggelam
dalam air bah yang besar, beberapa jam setelah kematian beliau. Setelah berkata
demikian Úrì Kåûóa kemudian meninggalkan wujud jasmaninya
dan kembali ke Vaikuóþha sebagai dewa Viûóu.
Setelah
Kåûóa meninggalkan dunia, Dvàraka kemudian tenggelam dalam
lautan yang besar. Dikatakan bahwa dewa Viûóu akan mengambil wujud sebagai
Kåûóa jika seorang penyembah memujanya dengan penuh bhakti dan
keyakinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar