Jumat, 17 Agustus 2012

BHAGAVAD GITA - Mengenal Hinduisme



Apakah nama Kitab Suci Hindu?
Kebanyakan Hindu menganggap Bhagavad Gìtà sebagai kitab sucinya. Dalam salah satu kitab suci Hindu ada dinyatakan bahwa Upaniûad adalah sapinya dan Bhagavad Gìtà adalah susu hasil perahannya. Memang benar adanya bahwa Bhagavad Gìtà adalah esensi dari kitab Veda. Bhagavad Gìtà memang merupakan rangkuman dari seluruh Veda. Gìtà ini dibuat dalam bentuk percakapan antara pangeran Mahàbhàrata, Arjuna dan kusir yang juga adalah teman sejatinya, yaitu Úrì Kåûóa. Sebelum peperangan itu dimulai, Arjuna menolak untuk bertarung karena ia tidak tega melihat saudara dan kerabatnya mati ditangannya sendiri. Pada akhirnya, setelah mendapat nasehat dari Úrì Kåûóa, maka Arjuna akhirnya mengangkat senjata untuk memulai perang yang dahsyat itu.

Bhagavad Gìtà terdiri dari delapan belas bab dan sekitar tujuh ratus sloka. Di dalamnya dibahas secara mendalam tentang Yoga dan cara mencapai kesadaran Tuhan. Ada banyak versi dari Bhagavad Gìtà yang telah tersedia di pasar buku sekarang ini. Terjemahan yang pertama kali dalam bahasa Inggris diterjemahkan oleh Charles Wilkins, pada tahun 1785, dengan sebuah pengenalan yang dibuat oleh Warren Hasting, Gurbernur jenderal Inggris untuk India. Namun terjemahan yang paling terkenal dari Bhagavad Gìtà ditulis oleh Sir Edwin Arnold, dengan judul The Song Celestial.
Gìtà memberikan jawaban dari semua masalah yang mungkin dihadapi oleh manusia dalam hidupnya. Bhagavad Gìtà tidak pernah memerintahkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Namun sebaliknya, kitab ini memberikan penjelasan secara mendetail dari segala sisi tentang suatu hal dan keputusannya diberikan kepada kita untuk mengambilnya. Keseluruhan Bhagavad Gìtà, kita tidak akan pernah menjumpai sebuah sloka yang dimulai dengan kata “Kau tidak boleh (ini atau itu)”.
Jika kitab suci lain berbicara tentang neraka yang abadi untuk para pendosa, maka Bhagavad Gìtà memproklamirkan pembebasan dalam berbagai sloka (4:36, 9:30, 9:32). Kita semua, baik yang percaya atau yang tidak mempercayai adanya Tuhan, pada suatu saat nanti ditakdirkan untuk mencapai pembebasan. Hanya waktu yang akan membedakan siapa yang lebih baik dan yang kurang baik. Gìtà menekankan, “kebenaran akan membebaskanmu”.

Ayah, mengapa Kitab Bhagavad Gìtà dianggap sebagai Kitab yang paling penting dalam Hindu?
Aku rasa Bhagavad Gìtà adalah kitab yang paling penting dalam Hindu, karena berbagai subjek yang dibahasnya hanya dalam tujuh ratus sloka. Kitab ini menganjurkan perbuatan tanpa pamrih. Kitab ini mengajarkan pentingnya penghancuran ego dan keinginan. Ia juga mengajarkan berbagai cara untuk mengendalikan pikiran dan indera-indera. Semua ajaran Jesus tentang pengabdian dan kesatuan dengan Tuhan dibahas dengan indah dalam kitab Bhagavad Gìtà. Gìtà menjelaskan kesatuan dengan Tuhan pada bab 11, 12, 13, 14, dan delapan belas dengan kalimat seperti, “masuklah ke dalam-Ku”, “capailah Aku”, “patuhilah Aku”, “sadarilah Aku”, “capailah Brahman” dan sebagainya. Keindahan Bhagavad Gìtà sede-mikian hingga penjelasannya membutuhkan seseorang yang telah memiliki perubahan kesadaran yang sempurna dan bukan hanya sekedar penampilan spiritualitas untuk dapat memahaminya. Ingatlah selalu bahwa setelah mendapat pelajaran Bhagavad Gìtà dari Úrì Kåûóa, Arjuna tidak menjadi seorang pertapa, namun sebaliknya ia menjadi lebih bersemangat dalam menghancurkan musuh-musuhnya.
Kebanyakan para intelektual berpaling kepada Bhagavad Gìtà meskipun hanya sekali dalam seumur hidup mereka. Aldous Huxley menulis, “Bhagavad Gìtà barangkali meru-pakan kitab yang paling sistematis tentang kehidupan dunia” dalam pengenalan yang dibuatnya dalam buku  The Song of God oleh Swàmì Prabhavànanda dan Crishtopher Isherwood. Kitab ini membuat intelektual seperi Von Humbolt dari Jerman dan Emerson dari Amerika terkagum-kagum oleh ajarannya. Kitab ini juga banyak mempengaruhi para pemikir seperti Hegel dan Schopenhaeuer.  
Robert Oppeinheimer, pembicara utama dari Komisi Energy Atom USA, sangat terkejut ketika ia mengutip salah satu sloka yang terdapat dalam Bhagavad Gìtà (bab 11:12) setelah menyaksikan uji peledakan atom pertama di daerah New Meksiko. Selanjutnya, dalam sebuah jumpa pers, ia berkata bahwa Bom Nuklir itu mengingatkannya pada dewa Viûóu yang berkata, “Aku adalah kematian, penghancur segalanya”.
Aku rasa kisah Mahàbhàrata dengan perang dahsyatnya ditulis oleh åûi Vedavyàsa untuk menciptakan sebuah atmosphere yang layak untuk menyampaikan adanya hukum-hukum alam yang tidak tertulis. Aku rasa Úrì Kåûóa dan Arjuna secara khusus dipilih oleh åûi Vedavyàsa untuk membuat sebuah landasan yang kuat baginya untuk menyam-paikan kebenaran-kebenaran utama yang beliau inginkan dunia tahu tentangnya. Misalnya saja, jika aku berbicara tentang konstitusi U.S, maka bahkan seekor lalatpun tak akan mendengarkannya. Namun jika Peradilan Tertinggi Amerika berbicara konstitusi US, maka seluruh Amerika akan mendengarkannya. Dan jika seluruh konstitusi Amerika dibicarakan oleh presiden bersama Peradilan tertinggi Amerika maka selurh dunia akan mendengarkannya. Demikian juga dengan penceritaan Bhagavad Gìtà. Jika kitab itu ditulis dengan pernyataan, “Vedavyàsa menyatakan,...” dan sebagainya, maka tidak akan banyak yang akan mendengarkannya. Namun karena kitab ini ditulis dalam percakapan yang hidup antara pemanah yang terkenal diseluruh dunia dan Guru teragung dari seluruh alam semesta, Úrì Kåûóa, yang terjadi pada awal perang Mahàbhàrata, maka seluruh dunia bergembira karenanya.
Legenda menyatakan, bahwa setelah Vedavyàsa menulis Mahàbhàrata, åûi Nàrada, menyuruhnya untuk menulis Úrìmad Bhàgavatam Puràóa dengan bantuan Dewa Gaóeúa, dan dengan bantuan kitab ini maka bahkan orang biasa pun sanggup memahami ajaran yang terdapat dalam Bhagavad Gìtà.

Ayah, apakah ayah berpikir bahwa ajaran Bhagavad Gìtà lebih penting dari kepribadian Kåûóa?
Ini sungguh pertanyaan yang sangat menyentuh untuk dijawab. Bagi orang yang meyakini Kåûóa sebagai kepribadian Tuhan yang absolut, maka Úrì Kåûóa berada mengatasi semua ajaran Bhagavad Gìtà. Namun bagi sebagian besar para intelektual diseluruh dunia ini, ajaran Bhagavad Gìtà itu lebih penting dari Úrì Kåûóa sendiri karena mereka tidak memiliki pengetahuan tentang mitologi yang kita anut. Ketika mereka membaca kitab Bhagavad Gìtà mereka tidak akan membayangkan wajah para Gopì yang cemerlang dengan busana Illahi mereka. Mereka mempelajari Bhagavad Gìtà sebagaimana mereka memperlakukan pelajaran lain seperti Matematika atau Kimia. Dalam Ilmu pengetahuan kita sering melihat bahwa teori relativitas dan hukum gerak lebih penting daripada Einstein dan Newton. Dengan cara yang sama, para intelektual membaca Gìtà sebagai “pengetahuan dasar” daripada sesuatu yang diajarkan oleh Kåûóa sebagai kepribadian Tuhan oleh orang India. Dalam satu sisi, jika seseorang berpikir secara mendalam, maka ia akan sanggup melihat Kåûóa sebagai sebuah gambar Mikrokosmik dari sesuatu yang tak terbatas.
Úrì Kåûóa memperlihatkan ‘wujud tanpa wujud’ atau “tubuh tanpa tubuh-Nya” sebagai Viúvarùpa pada Arjuna pada bab kesebelas dalam Bhagavad Gìtà. Úrì Kåûóa berkata, “Arjuna, kau tidak dapat melihatku dengan matamu, oleh karena itulah aku memberimu pengelihatan batin. Saksi-kanlah kekuatan Yoga tertinggi-Ku” (11:18). Dan Arjuna selanjutnya melihat keseluruhan semesta dengan berbagai bagiannya berada dalam Tubuh-Nya” (bab 11:34). Pada bab yang sama, dari sloka 14 hingga 31, Arjuna menggambarkan “wujud yang tanpa wujud ” secara mendetail. Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa Yang Maha Kuasa turun kedunia sebagai Úrì Kåûóa dan sesuai dengan janji-Nya sendiri, beliau akan turun dan berinkarnasi lagi ke bumi jika bumi membu-tuhkan-Nya. Jadi meskipun memang normal bagimu dan bagiku untuk menganggap Kåûóa sebagai kepribadian yang istimewa, namun lebih baik kau menganggap-Nya sebagai sumber kekuatan Utama yang turun sebagai Buddha dan Kristus atau Muhammad dan Nabi lainnya didunia ini.
Pada seluruh Bhagavad Gìtà Úrì Kåûóa menyatakan, “Aku adalah jalanmu, maka datanglah kepada-Ku”. Dalam Injil yang suci, Jesus juga membuat pernyataan yang sama berulang-ulang. Úrì Kåûóa dan Jesus berbicara hal yang sama karena keduanya berasal dari satu sumber yang sama dan satu. Untuk memahami kata-kata Jesus yang abadi, maka seorang harus memahami Bhagavad Gìtà terlebih dahulu. Tanpa bantuan Hindu, maka seseorang cenderung akan mengalami kesalahan dalam menafsirkan ajaran Kristus. Jesus Kristus berkata, “Dan jika mata kananmu mengecewakanmu, maka keluarkanlah matamu dan buanglah, karena akan berman-faat bagimu jika salah satu anggota tubuhmu musnah, dan bukan seluruh badanmu yang harus dibuang ke neraka.” (Matius 5:29,30 dan juga dapat ditemukan dalam Mark 9: 45,46,47). Bagaimana kau menterjemahkannya? Jika kau membaca Gìtà maka kau akan melihat secara mendetail tentang apa yang dikatakan oleh Kristus. Dalam sloka 58 sampai 70 pada bab kedua, Úrì Kåûóa berkata, “semua indera memiliki kecenderunga terhadap obyek-obyek duniawi. Seperti seekor kura-kura yang menarik kembali kaki-kakinya kedalam cangkangnya, maka seseorang yang bijak hendak-nya menarik indera-inderanya dari obyek indera jika ia melihat inderanya larut dalam obyeknya”. Tanpa kendali indera yang sempurna maka tak seorangpun dapat menyadari kebenaran yang Absolut. Tidakkah kau pikir dengan memahami sloka diatas, teka-teki maksud Kristus diatas dapat terungkap dengan lebih baik?”
Kembali ke Bhagavad Gìtà, dari sudut pandang mana saja kau melihatnya, kau tetap berada pada jalan yang benar. Jika kau mengikuti Bhagavad Gìtà dengan jalan Logika seperti memahami Matematika atau Fisika maka kau juga akan sampai pada tujuan utama yaitu pembebasan, karena Gìtà berisikan hukum-hukum alam yang tidak tertulis. Sedangkan sebaliknya, jika kau membacanya dengan penuh pengabdian kepada Úrì Kåûóa, maka kau juga akan mencapai pembebasan. Baik jalan intelektual maupun pengabdian akan memberikan tujuan yang sama yaitu pencapaian kesadaran Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar