Apakah nama Kitab Suci Hindu?
Kebanyakan Hindu menganggap Bhagavad
Gìtà sebagai kitab sucinya. Dalam salah satu kitab suci Hindu ada
dinyatakan bahwa Upaniûad adalah sapinya dan Bhagavad Gìtà adalah
susu hasil perahannya. Memang benar adanya bahwa Bhagavad Gìtà adalah
esensi dari kitab Veda. Bhagavad Gìtà memang merupakan rangkuman dari
seluruh Veda. Gìtà ini dibuat dalam bentuk percakapan antara pangeran Mahàbhàrata,
Arjuna dan kusir yang juga adalah teman sejatinya, yaitu Úrì
Kåûóa. Sebelum peperangan itu dimulai, Arjuna menolak
untuk bertarung karena ia tidak tega melihat saudara dan kerabatnya mati
ditangannya sendiri. Pada akhirnya, setelah mendapat nasehat dari Úrì
Kåûóa, maka Arjuna akhirnya mengangkat senjata
untuk memulai perang yang dahsyat itu.
Bhagavad Gìtà terdiri dari delapan belas bab dan
sekitar tujuh ratus sloka. Di dalamnya dibahas secara mendalam tentang Yoga dan
cara mencapai kesadaran Tuhan. Ada banyak versi dari Bhagavad Gìtà yang
telah tersedia di pasar buku sekarang ini. Terjemahan yang pertama kali dalam
bahasa Inggris diterjemahkan oleh Charles Wilkins, pada tahun 1785,
dengan sebuah pengenalan yang dibuat oleh Warren Hasting, Gurbernur
jenderal Inggris untuk India. Namun terjemahan yang paling terkenal dari Bhagavad
Gìtà ditulis oleh Sir Edwin Arnold, dengan judul The Song
Celestial.
Gìtà memberikan jawaban dari semua masalah yang mungkin dihadapi
oleh manusia dalam hidupnya. Bhagavad Gìtà tidak pernah memerintahkan
seseorang untuk melakukan sesuatu. Namun sebaliknya, kitab ini memberikan
penjelasan secara mendetail dari segala sisi tentang suatu hal dan keputusannya
diberikan kepada kita untuk mengambilnya. Keseluruhan Bhagavad Gìtà,
kita tidak akan pernah menjumpai sebuah sloka yang dimulai dengan kata “Kau
tidak boleh (ini atau itu)”.
Jika kitab suci lain berbicara tentang
neraka yang abadi untuk para pendosa, maka Bhagavad Gìtà memproklamirkan
pembebasan dalam berbagai sloka (4:36, 9:30, 9:32). Kita semua, baik yang
percaya atau yang tidak mempercayai adanya Tuhan, pada suatu saat nanti
ditakdirkan untuk mencapai pembebasan. Hanya waktu yang akan membedakan siapa
yang lebih baik dan yang kurang baik. Gìtà menekankan, “kebenaran akan
membebaskanmu”.
Ayah, mengapa Kitab Bhagavad Gìtà dianggap
sebagai Kitab yang paling penting dalam Hindu?
Aku rasa Bhagavad Gìtà adalah
kitab yang paling penting dalam Hindu, karena berbagai subjek yang dibahasnya
hanya dalam tujuh ratus sloka. Kitab ini menganjurkan perbuatan tanpa pamrih.
Kitab ini mengajarkan pentingnya penghancuran ego dan keinginan. Ia juga
mengajarkan berbagai cara untuk mengendalikan pikiran dan indera-indera. Semua
ajaran Jesus tentang pengabdian dan kesatuan dengan Tuhan dibahas
dengan indah dalam kitab Bhagavad Gìtà. Gìtà menjelaskan kesatuan dengan
Tuhan pada bab 11, 12, 13, 14, dan delapan belas dengan kalimat seperti, “masuklah
ke dalam-Ku”, “capailah Aku”, “patuhilah Aku”, “sadarilah Aku”, “capailah
Brahman” dan sebagainya. Keindahan Bhagavad Gìtà sede-mikian hingga
penjelasannya membutuhkan seseorang yang telah memiliki perubahan kesadaran
yang sempurna dan bukan hanya sekedar penampilan spiritualitas untuk dapat
memahaminya. Ingatlah selalu bahwa setelah mendapat pelajaran Bhagavad Gìtà
dari Úrì Kåûóa, Arjuna tidak menjadi seorang
pertapa, namun sebaliknya ia menjadi lebih bersemangat dalam menghancurkan
musuh-musuhnya.
Kebanyakan para intelektual berpaling
kepada Bhagavad Gìtà meskipun hanya sekali dalam seumur hidup mereka. Aldous
Huxley menulis, “Bhagavad Gìtà barangkali meru-pakan kitab yang paling
sistematis tentang kehidupan dunia” dalam pengenalan yang dibuatnya dalam
buku The Song of God oleh Swàmì
Prabhavànanda dan Crishtopher Isherwood. Kitab ini membuat
intelektual seperi Von Humbolt dari Jerman dan Emerson dari
Amerika terkagum-kagum oleh ajarannya. Kitab ini juga banyak mempengaruhi para
pemikir seperti Hegel dan Schopenhaeuer.
Robert Oppeinheimer, pembicara utama dari Komisi Energy Atom USA, sangat
terkejut ketika ia mengutip salah satu sloka yang terdapat dalam Bhagavad
Gìtà (bab 11:12) setelah menyaksikan uji peledakan atom pertama di
daerah New Meksiko. Selanjutnya, dalam sebuah jumpa pers, ia berkata bahwa Bom
Nuklir itu mengingatkannya pada dewa Viûóu yang berkata, “Aku adalah
kematian, penghancur segalanya”.
Aku rasa kisah Mahàbhàrata
dengan perang dahsyatnya ditulis oleh åûi Vedavyàsa untuk
menciptakan sebuah atmosphere yang layak untuk menyampaikan adanya hukum-hukum
alam yang tidak tertulis. Aku rasa Úrì Kåûóa dan Arjuna
secara khusus dipilih oleh åûi Vedavyàsa untuk membuat sebuah
landasan yang kuat baginya untuk menyam-paikan kebenaran-kebenaran utama yang
beliau inginkan dunia tahu tentangnya. Misalnya saja, jika aku berbicara
tentang konstitusi U.S, maka bahkan seekor lalatpun tak akan mendengarkannya.
Namun jika Peradilan Tertinggi Amerika berbicara konstitusi US, maka seluruh
Amerika akan mendengarkannya. Dan jika seluruh konstitusi Amerika dibicarakan
oleh presiden bersama Peradilan tertinggi Amerika maka selurh dunia akan
mendengarkannya. Demikian juga dengan penceritaan Bhagavad Gìtà. Jika
kitab itu ditulis dengan pernyataan, “Vedavyàsa menyatakan,...” dan
sebagainya, maka tidak akan banyak yang akan mendengarkannya. Namun karena
kitab ini ditulis dalam percakapan yang hidup antara pemanah yang terkenal
diseluruh dunia dan Guru teragung dari seluruh alam semesta, Úrì Kåûóa,
yang terjadi pada awal perang Mahàbhàrata, maka seluruh dunia bergembira
karenanya.
Legenda menyatakan, bahwa setelah Vedavyàsa
menulis Mahàbhàrata, åûi Nàrada, menyuruhnya untuk menulis Úrìmad
Bhàgavatam Puràóa dengan bantuan Dewa Gaóeúa, dan dengan bantuan
kitab ini maka bahkan orang biasa pun sanggup memahami ajaran yang terdapat
dalam Bhagavad Gìtà.
Ayah, apakah ayah berpikir bahwa ajaran Bhagavad
Gìtà lebih penting dari kepribadian Kåûóa?
Ini sungguh pertanyaan yang sangat
menyentuh untuk dijawab. Bagi orang yang meyakini Kåûóa sebagai
kepribadian Tuhan yang absolut, maka Úrì Kåûóa berada
mengatasi semua ajaran Bhagavad Gìtà. Namun bagi sebagian besar para
intelektual diseluruh dunia ini, ajaran Bhagavad Gìtà itu lebih penting
dari Úrì Kåûóa sendiri karena mereka tidak memiliki
pengetahuan tentang mitologi yang kita anut. Ketika mereka membaca kitab Bhagavad
Gìtà mereka tidak akan membayangkan wajah para Gopì yang cemerlang
dengan busana Illahi mereka. Mereka mempelajari Bhagavad Gìtà
sebagaimana mereka memperlakukan pelajaran lain seperti Matematika atau Kimia.
Dalam Ilmu pengetahuan kita sering melihat bahwa teori relativitas dan hukum
gerak lebih penting daripada Einstein dan Newton. Dengan
cara yang sama, para intelektual membaca Gìtà sebagai “pengetahuan
dasar” daripada sesuatu yang diajarkan oleh Kåûóa sebagai
kepribadian Tuhan oleh orang India. Dalam satu sisi, jika seseorang berpikir
secara mendalam, maka ia akan sanggup melihat Kåûóa sebagai
sebuah gambar Mikrokosmik dari sesuatu yang tak terbatas.
Úrì Kåûóa
memperlihatkan ‘wujud tanpa wujud’ atau “tubuh tanpa tubuh-Nya”
sebagai Viúvarùpa pada Arjuna pada bab kesebelas dalam Bhagavad
Gìtà. Úrì Kåûóa berkata, “Arjuna, kau tidak dapat
melihatku dengan matamu, oleh karena itulah aku memberimu pengelihatan batin.
Saksi-kanlah kekuatan Yoga tertinggi-Ku” (11:18). Dan Arjuna selanjutnya
melihat keseluruhan semesta dengan berbagai bagiannya berada dalam Tubuh-Nya”
(bab 11:34). Pada bab yang sama, dari sloka 14 hingga 31, Arjuna menggambarkan
“wujud yang tanpa wujud ” secara mendetail. Jadi kita dapat menyimpulkan
bahwa Yang Maha Kuasa turun kedunia sebagai Úrì Kåûóa dan
sesuai dengan janji-Nya sendiri, beliau akan turun dan berinkarnasi lagi ke
bumi jika bumi membu-tuhkan-Nya. Jadi meskipun memang normal bagimu dan bagiku
untuk menganggap Kåûóa sebagai kepribadian yang istimewa, namun
lebih baik kau menganggap-Nya sebagai sumber kekuatan Utama yang turun sebagai Buddha
dan Kristus atau Muhammad dan Nabi lainnya
didunia ini.
Pada seluruh Bhagavad Gìtà Úrì
Kåûóa menyatakan, “Aku adalah jalanmu, maka datanglah kepada-Ku”.
Dalam Injil yang suci, Jesus juga membuat pernyataan yang sama
berulang-ulang. Úrì Kåûóa dan Jesus berbicara
hal yang sama karena keduanya berasal dari satu sumber yang sama dan satu.
Untuk memahami kata-kata Jesus yang abadi, maka seorang harus
memahami Bhagavad Gìtà terlebih dahulu. Tanpa bantuan Hindu, maka seseorang
cenderung akan mengalami kesalahan dalam menafsirkan ajaran Kristus. Jesus
Kristus berkata, “Dan jika mata kananmu mengecewakanmu, maka
keluarkanlah matamu dan buanglah, karena akan berman-faat bagimu jika salah
satu anggota tubuhmu musnah, dan bukan seluruh badanmu yang harus dibuang ke
neraka.” (Matius 5:29,30 dan juga dapat ditemukan dalam Mark 9:
45,46,47). Bagaimana kau menterjemahkannya? Jika kau membaca Gìtà
maka kau akan melihat secara mendetail tentang apa yang dikatakan oleh Kristus.
Dalam sloka 58 sampai 70 pada bab kedua, Úrì Kåûóa
berkata, “semua indera memiliki kecenderunga terhadap obyek-obyek duniawi.
Seperti seekor kura-kura yang menarik kembali kaki-kakinya kedalam cangkangnya,
maka seseorang yang bijak hendak-nya menarik indera-inderanya dari obyek indera
jika ia melihat inderanya larut dalam obyeknya”. Tanpa kendali indera yang
sempurna maka tak seorangpun dapat menyadari kebenaran yang Absolut. Tidakkah
kau pikir dengan memahami sloka diatas, teka-teki maksud Kristus diatas
dapat terungkap dengan lebih baik?”
Kembali
ke Bhagavad Gìtà, dari sudut pandang mana saja kau melihatnya, kau tetap
berada pada jalan yang benar. Jika kau mengikuti Bhagavad Gìtà dengan
jalan Logika seperti memahami Matematika atau Fisika maka kau juga akan sampai
pada tujuan utama yaitu pembebasan, karena Gìtà berisikan hukum-hukum
alam yang tidak tertulis. Sedangkan sebaliknya, jika kau membacanya dengan
penuh pengabdian kepada Úrì Kåûóa, maka kau juga
akan mencapai pembebasan. Baik jalan intelektual maupun pengabdian akan
memberikan tujuan yang sama yaitu pencapaian kesadaran Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar