Senin, 13 Agustus 2012

ADI SANKARA - Mengenal Hinduisme



Ayah, saya tahu ayah sangat tertarik dengan ajaran Adi Úaòkara. Saya ingin tahu lebih lanjut tentang Beliau.
Ya, anakku. Aku benar-benar memulyakan Adi Úaòkaràcàrya. Beliau adalah pendiri dari aliran filsafat Advaita. Beliau adalah seorang åûi yang memiliki kekuatan seperti Jesus, namun beliau masih menggunakan pendekatan filosofis untuk menginterpretasikan Veda. Beliau adalah seorang jenius yang telah memberikan banyak aspek penting dalam ajaran HIndu. Beliau melakukan upacara penguburan terhadap jenazah ibunya dan juga menyusun beberapa puisi dan doa untuk puja pada para dewa dan dewi. Namun beliau masih tetap membicarakan Brahman. Swàmì Chinmayànanda sering mengatakan, Úaòkara memulai ditempat dimana Einstein menemukan jalan buntu (untuk teorinya)”. Demikianlah kehebatan pengetahuan Adi Úaòkaràcàrya ini.

Beliau dilahirkan di Kaladi, sekitar enam mil dari Always, pada usia delapan tahun beliau menguasai empat Veda dan pada usia delapan tahun beliau mahir dalam semua kitab suci. Pada usia enam belas tahun beliau telah selesai menyusun berbagai buku penting dan pada usia tiga puluh dua tahun beliau wafat. Menurut para sejarawan barat, Úaòkaràcàrya hidup diantara 788-820 sebelum Masehi. Dikatakan pada usia delapan tahun beliau pergi ke India utara dan menjadi murid Govinda Bhagavadpàda, yang merupakan murid dari Gauðapàda. Selanjutnya Úaòkara pergi ke Banares dan disana Padmapàda, Hastàmalaka dan Toþaka menjadi murid beliau. Menurut beberapa sumber, hari-hari terakhir Úaòkara dihabiskannya di Kanchi, ditempat inilah beliau meninggalkan badan jasmaninya. Sedangkan sumber lain menyatakan bahwa beliau tidak pernah wafat. Beliau hanya menghilang dari pandangan. Para pemuja Úiva meyakini bahwa Úaòkara adalah salah satu inkarnasi Úiva.
Selama persinggahannya dibumi, Úaòkara menulis banyak buku. Beliau menulis tafsir Bhagavad Gìtà, Upaniûad, Brahmà-sùtra dan Viûóu sahasranàma. Beliau juga menulis kitab Upadeúasahasri dan Vivekacùðamàói. Kemudian beliau menulis Admabodham dan Bhaja Govindam. Diantara karya puisi dan sajak yang beliau tulis, Saundaryalaharì adalah yang terbaik.
Beliau juga mendirikan empat biara dalam berbagai sudut penjuru India yang dikenal sebagai Úaòkaramath. Keempat pusat Studi Advaita itu adalah Úrìògeri (Mysore), Badrinàth (Himalaya), Dvàraka (gujarat) dan Puri (Orrisa). Úaòkara math yang terdapat di Kanchi adalah sebuah cabang (úakha) dari yang terdapat di Úrìògeri.
Seperti kedatangan Jesus, Úaòkara datang tidak untuk menghancurkan, namun untuk mengisi kevakuman ajaran spiritual di India pada masa itu. Úaòkaràcàrya menghentikan penghinaan Buddha pada konsep-konsep Hindu dan mengem-balikan Hindu pada kejayaannya. Menurutnya, “Hanya Brahman yang ada; yang lainnya adalah màyà atau ilusi. Jìva individu adalah Brahman itu sendiri dan tanpa perbedaan. Orang-orang terikat pada siklus reinkarnasi karena ketidak-tahuan. Ketidaktahuan adalah akar dari segala masalah. Pengetahuan menghapuskan dan menyelamatkan seseorang dari keterikatan”
Úaòkara juga menyatakan, “Perbedaan antara Tuhan dan manusia adalah dalam hal kedudukan/derajat. Pada puncaknya mereka adalah satu. Yang ada dalam diri manusia adalah Taman dan yang memenuhi seluruh semesta adalah Brahman. Mereka adalah satu dan sama seperti udara dalam ruang mangkok dengan ruang yang terdapat didalamnya.”
Sebagaiamana Tao dalam Taoisme, Allah dalam Islam, dan Ayin dalam mistik Yahudi, Brahman menurut Úaòkara juga tidak memiliki sifat, tidak memiliki bagian dan tanpa kesadaran dan tidak mengenal waktu. Jika kau membaca tulisan-tulisan Adi Úaòkara tentang Brahman dan tulisan Lao-tse tentang Tao, maka keduanya adalah sama.
Hindu berhutang budi kepada Úaòkaràcàrya. Ajarannya adalah personifikasi dari kebebasan yang absolut dan ajaran itu tidak terbatas hanya ada satu kelompok dalam Hindu. Kau harus membaca dan mempelajari bukunya.

Apakah Úaòkara telah menjelaskan mengapa Brahman yang sempurna, menciptakan dunia yang penuh problema dan tak sempurna ini?
Aku sedih sekali harus menyatakan bahwa Adi Úaòkara tidak pernah membahas pernyataan ini dalam tulisan-tulisannya. Banyak Vedantis, termasuk mistikus Aurobindo (1872-1950), mempersalahkan teori-teori Úaòkara. Mengapa Brahman yang sempurna dan lengkap harus menciptakan màyà dan Ilusi diri-Nya? Jika Brahman itu lengkap, mengapa ketidak sempurnaan lahir darinya? Jika Brahman menurut Úaòkara mengatasi semua perasaan personalitas lalu bagaimana ia menciptakan kesadarannya dengan kesadarannya? Menurut Aurobindo, Úaòkara tidak berhasil menjelaskan sisi negatif dari pernyataannya. Mengapa Brahman yang absolut harus termanifestasi dalam sesuatu yang terbatas? Úrìmad Bhàga-vatam menyatakan bahwa itu adalah permainan Illahi Tuhan (lìla) untuk mencipta. Sedangkan Bhagavad Gìtà menyatakan bahwa ini adalah bagian dari sifat alam untuk mencipta dan terus mencipta. Namun sayang sekali tidak ada kitab suci yang secara jelas menjelaskan “mengapa dan apa” dari pertanyaan tentang penciptaan. Bahkan dalam Genesis, kita dapat melihat sebuah instrumen penciptaan, dimana pada waktu itu Ilohim berubah atau tertransformasi ke dalam Jehovah (Aku) dan menciptakan alam semesta dalam waktu enam hari. Dalam Vedànta Sùtra kata lìla (permainan Illahi) digunakan untuk menjelaskan penciptaan sebagai ekspresi tanpa keinginan dari Tuhan. Lalu mengapa Tuhan ingin meng-ekspresikan diri-Nya? Aku rasa kita tidak akan mendapatkan jawabannya, dari siapapun dibumi ini yang masih memiliki kualitas kemanusiaan.
Úaòkara sendiri menyatakan bahwa pertanyaan seperti yang kau tanyakan tadi sebenarnya tidak berdasar, karena alam semesta ini sebenarnya adalah màyà, hanya bagian dari imajinasi. Kau dan aku memiliki masalah karena kita berada dalam tabir màyà.
Úaòkara tidak pernah menyatakan bahwa alam semesta ini tidak penting. Beliau hanya menekankan bahwa dunia yang kita lihat ini bukanlah dunia yang nyata. Dunia yang kita lihat ini senantiasa mengalami perubahan. Ketika duduk dalam mobilmu, kau akan melihat air yang ada dijalan itu tampak nyata, namun ketika kau mendekat maka semua itu akan tampak seperti sebuah fatamorgana. Misalnya, mimpi dirampok, itu hanya nyata dalam impian. Kau akan merasa bertarung dengannya. Namun ketika kau bangun maka kau akan berkata, “itu hanya mimpi”. Úaòkara juga akan menyatakan hal yang sama terhadap kehidupan, setelah seseorang mencapai pengetahuan yang sejati.
Bagaimanapun gencarnya kritik dan penghinaan yang ditujukan pada filsafat Advaita Úaòkara, secara pribadi aku merasa bahwa filsafat ini akan bertahan abadi selamanya. Jika besok seorang bayi, dibuat dalam sebuah laboratorium, tanpa menggunakan bantuan sperma jantan dan indung telur betina, maka kebanyakan agama-agama yang terlembaga akan mengalami kejatuhan. Pada saat itu hanya filsafat Úaòkara yang berdiri kokoh. Jika pada hari itu Úaòkara lahir kembali ke dunia, maka beliau akan berseru, “Tuhan menciptakan ilusi, namun sekarang manusia menciptakan ilusi untuk dirinya sendiri. Pada saat itulah penganut Advaita akan beriang gembira dan yang lainnya akan mengalami kesedihan.”

Apakah filsafat Dvaita itu ?
Filsafat ini adalah filsafat Dualitas yang didirikan oleh Madhva (1197) sebelum Masehi, yang mengatakan bahwa kebaktian pada Tuhan adalah hal yang terpenting. Menurutnya, dunia ini adalah nyata dan ada perbedaan antara manusia dan Tuhan. Realitas terdiri dari dua jenis yaitu yang mandiri dan yang tergantung. Tubuh dan jìva dikendalikan oleh Tuhan. Diri sendiri adalah aktif dan bertanggung jawab untuk pembebasan dirinya dari inkarnasi yang berulang-ulang dengan pengabdian kepada Tuhan.
Ràmànuja, pendiri pertama dari aliran Dvaita ini lahir sekitar 1050 sebelum Masehi. Beliau adalah seorang penyembah Viûóu. Beliau mengambil jalan tengah antara Dvaita dan Advaita. Åûi Ràmànuja mengatakan bahwa Tuhan bukanlah prinsip yang tak terkualifikasi, sebagaimana yang dinyatakan oleh Adi Úaòkara, melainkan adalah sebuah kepribadian yang dapat dicintai, dikasihi melalui pengabdian. Ia juga membantah kalau Adi Úaòkara berdiri pada sisi yang berlawanan dengan jalan pengabdian kepada Tuhan. Namun pada saat yang sama, Ràmànuja juga menyadari adanya kesatuan dengan Tuhan sebagaimana yang dinyatakan dalam Vedànta. Beliau meyakini prinsip jìvàtman dan paramàtman serta persatuan keduanya yang disebut dengan pembebasan. Sampai sekarang ini baik Advaita maupun Dvaita sangat terkenal di India.

Ayah, saya bingung, jika Advaita dan Dvaita berbeda, maka  manakah yang benar?
Sebagaimana yang telah aku katakan sebelumnya, memang wajar adanya jika kita bingung oleh filsafat-filsafat itu. Sesungguhnya, kedua filsafat ini adalah satu dan sama dan akan nampak berbeda tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Jika aku memandangmu dan sebuah robot dalam sudut pandang elektron dan proton, maka kalian berdua adalah sama. Namun dari sudut pandang lain, maka kita akan menemukan bahwa manusia jauh berbeda dengan sebuah robot. Keduanya adalah kebenaran, namun mereka akan nampak berbeda dalam level persepsi kita. Wajah seorang model sangat cantik jika dilihat dengan mata telanjang. Namun akan tampak sangat jelek jika dipandang dengan menggunakan sebuah mikroskop elektron. Jika level persepsi kita berubah maka kebenaran yang dihasilkan juga akan berubah.
Lihatlah teori cahaya. Issac Newton menyatakan, “cahaya bergerak dalam garis lurus” sedangkan Albert Eisntein dengan teori kuantumnya menyatakan, “cahaya bergerak dalam pola gelombang tertentu”. Sekarang kita mempelajari kedua teori itu baik milik Newton maupun Einstein dan menggunakan keduanya dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini. Pada satu sisi, cahaya bergerak dalam pola gelombang dan pada sisi lain, cahaya bergerak dalam partikel yang mandiri. Jika diteliti lebih jauh, maka cahaya adalah sebuah radiasi eletromagnetik dalam panjang gelombang tertentu termasuk inframerah, yang terlihat dan sinar ultraviolet, dengan kecepatan hampir tiga ratus juta meter per detik, jika bergerak dalam ruang hampa.
Tanpa persepsi dualitas, maka tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan. Kita dapat menikmati dunia ini karena dunia ini adalah sebuah seri dualitas yang bertentangan. Manusia hanya dapat bergerak dalam lingkungan subjektif dan obyektif. Menurut Taoisme, yang absolut menjadi dua dalam proses penciptaan.
Kitab I CHING China yang terkenal atau juga disebut sebagai kitab perubahan, memandang dunia ini sebagai Yin dan Yang, yang jantan dan feminim. Yin adalah kekuatan phisik dan emosional, dan Yang adalah intelek dan kekuatan spiritual. Keduanya adalah dua aspek dari satu kekuatan yang absolut, sebagaimana kutub utara dan selatan sebuah magnet. Para Taois berusaha untuk mencapai keseimbangan antara Yin dan Yang.
Dikatakan bahwa pemenang penghargaan terhadap teori Sistem Binari-nya, seorang jenius Jerman, Gottfried Wilhelm Leibniz, pada tahun 1666 mendirikan sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang komputer elektronik yang didasarkan pada ide dari kitab I Ching tentang Yin dan Yang. Menurutnya, angka “satu” mewakili Tuhan, angka “nol” mewakili kekosongan dan dari satu dan nol ini, segalanya berasal. Sebagaimana angka satu dan nol menjelaskan segala ide dalam matematika. Jadi dalam arena kesatuan komputer modern seseorang dapat menemukan dasar-dasar ajaran Advaita dan Dvaita.
Dengan membuat mikroskop elektronik berada dalam posisi on atau off pada prosesor pusat sebuah komputer, yang mewakili angka satu dan nol, maka manusia telah benar-benar menciptakan sebuah mimpi. Segala masalah yang kompleks dalam sebuah komputer elektronik dapat dilihat hanya sebagai nol dan satu, sebagai off atau on pada tombolnya. Mungkin ini kedengarannya membingungkan namun itulah kebenaran. Aku harap dari contoh itu, akan dengan mudah seseorang dapat memahami dengan baik filsafat Advaita dan Dvaita yang dianggap sama-sama penting dalam Hindu.
Disamping itu, tidak ada hal-hal yang penting dalam setiap filsafat. Adi Úaòkaràcàrya sendiri telah menulis beberapa puisi penting untuk berbagai wujud Tuhan. Seperti Taoisme, Adi Úaòkara tidak menyangkal keberadaan dunia material atau kehidupan ini, namun memanfaatkan dunia ini untuk mencapai tujuan yang tertinggi. Doktrin màyà, yang sering dibahas dalam banyak buku Adi Úaòkara, tidak menyatakan bahwa dunia ini tidak nyata, namun yang salah adalah persepsi kita terhadapnya. Persepsi kita tentang dunia ini sifatnya relatif, kita menjadi subjek dari waktu, ruang dan perubahan. Kata màyà biasanya dijelaskan oleh para orang suci sebagai ‘negasi’dan ‘mari kita hentikan segala tindakan’. Penjelasan itu sama sekali jauh dari kebenaran dan bertentangan dengan segala ajaran Bhagavad Gìtà. Kata Ilusi berasal dari sebuah kata Latin yang berarti “memainkan sebuah permainan’. Jadi, kita tidak dapat menghentikan tindakan hingga tindakan itu berhenti dengan sendirinya atau hingga kita melihat “yang berbuat berada dalam tindakan dan tindakan dalam diam” sebagaimana yang dinyatakan dalam Bhagavad Gìtà.
Memang akan ada beberapa orang yang akan cocok dengan filsafat Advaita dan beberapa lagi akan merasa Dvaita adalah yang cocok dengan sifat induvidual mereka. Secara pribadi aku merasa bahwa kedua filsafat ini adalah bagian dari sebuah filsafat yang agung, sebagaimana kutub utara dan selatan magnet. Dua filsafat ini benar-benar membantu Hindu dalam menjelajahi wilayah-wilayah yang tidak diketahui dalam kehidupan.

Apakah ayah berkesimpulan bahwa Advaita mungkin adalah yang terbaik, namun Dvaita yang lebih mudah dilaksanakan?
Aku rasa aku telah menjelaskannya kepadamu sebelumnya. Namun marilah aku jelaskan sekali lagi. Jika kau memandang Advaita dan Dvaita sebagai filsafat yang berbeda, maka Advaita adalah kebenaran yang absolut. Namun jika kita hidup di dunia dalam hubungan subjek dan obyek, maka kita dipaksa untuk mengikuti prinsip-prinsip Dvaita. Bahkan Úaòkara sendiri sama sekali tidak membuang prinsip-prinsip Dvaita, ini dibuktikan pada tafsiran beliau terhadap kitab Kàrikà karya Gauðapàda yang terkenal dengan istilah “tali dan ular”. Orang yang melihat seutas tali dan seekor ular dalam kegelapan hingga ia dipaksa untuk menghadapi ketakutan berhadapan dengan ular itu. Namun selanjutnya ia menemukan bahwa benda itu bukanlah ular melainkan adalah seutas tali, dan ia akan menyadari kebodohannya. Namun tidak akan ada yang menyalahkan seorang yang melihat seutas tali sebagai sekor ular pada kegelapan malam.
Seseorang mengalami mimpi dikejar seekor harimau. Dalam mimpinya ia berusaha untuk berlari menjauh dari harimau itu. Tanpa bergerak satu inchipun dari tempat tidurnya, dan ia merasa telah berlari bermil-mil dalam hutan yang penuh semak berduri, namun ketika ia terbangun dari tidurnya maka ia akan berkata, “Itu hanya sebuah mimpi”. Segala kesedihan dan ketakutan yang dialaminya dalam mimpi, menjadi sebuah kebodohan baginya setelah ia terbangun dari tidurnya. Menurut Adi Úaòkara, kita akan merasakan hal yang sama tentang dunia jika kita terbangun dari mimpi materialistiknya.
Pada saat yang sama, kita semua juga harus berjuang dalam dualitas ini selama kita menganggap dunia ini dalam sifat dualitas. Berteriak atau menjerit tentang Advaita tidak akan membuat seseorang menyadari kesatuannya dengan alam semesta. Namun bersama Úaòkara, banyak master suci yang menyatakan kesanggupan mereka melihat dunia ini sebagai satu kesatuan dalam Advaita. Para Sufi (mistikus Islam) adalah contoh yang sempurna. Jika kau mau mencari maka kau akan menemukan apa yang dinyatakan oleh para Sufi dan Adi Úaòkara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar