Ayah, saya tahu ayah sangat tertarik dengan
ajaran Adi Úaòkara. Saya ingin tahu lebih lanjut tentang Beliau.
Ya, anakku. Aku benar-benar memulyakan Adi
Úaòkaràcàrya. Beliau adalah pendiri dari aliran filsafat Advaita.
Beliau adalah seorang åûi yang memiliki kekuatan seperti Jesus,
namun beliau masih menggunakan pendekatan filosofis untuk
menginterpretasikan Veda. Beliau adalah seorang jenius yang telah memberikan
banyak aspek penting dalam ajaran HIndu. Beliau melakukan upacara penguburan
terhadap jenazah ibunya dan juga menyusun beberapa puisi dan doa untuk puja
pada para dewa dan dewi. Namun beliau masih tetap membicarakan Brahman. Swàmì
Chinmayànanda sering mengatakan, “Úaòkara memulai ditempat
dimana Einstein menemukan jalan buntu (untuk teorinya)”. Demikianlah
kehebatan pengetahuan Adi Úaòkaràcàrya ini.
Beliau dilahirkan di Kaladi, sekitar
enam mil dari Always, pada usia delapan tahun beliau menguasai empat Veda dan
pada usia delapan tahun beliau mahir dalam semua kitab suci. Pada usia enam
belas tahun beliau telah selesai menyusun berbagai buku penting dan pada usia
tiga puluh dua tahun beliau wafat. Menurut para sejarawan barat, Úaòkaràcàrya
hidup diantara 788-820 sebelum Masehi. Dikatakan pada usia delapan tahun
beliau pergi ke India utara dan menjadi murid Govinda Bhagavadpàda, yang
merupakan murid dari Gauðapàda. Selanjutnya Úaòkara pergi
ke Banares dan disana Padmapàda, Hastàmalaka dan Toþaka menjadi
murid beliau. Menurut beberapa sumber, hari-hari terakhir Úaòkara dihabiskannya
di Kanchi, ditempat inilah beliau meninggalkan badan jasmaninya. Sedangkan
sumber lain menyatakan bahwa beliau tidak pernah wafat. Beliau hanya menghilang
dari pandangan. Para pemuja Úiva meyakini bahwa Úaòkara adalah
salah satu inkarnasi Úiva.
Selama persinggahannya dibumi, Úaòkara
menulis banyak buku. Beliau menulis tafsir Bhagavad Gìtà, Upaniûad,
Brahmà-sùtra dan Viûóu sahasranàma. Beliau juga menulis kitab Upadeúasahasri
dan Vivekacùðamàói. Kemudian beliau menulis Admabodham dan Bhaja
Govindam. Diantara karya puisi dan sajak yang beliau tulis, Saundaryalaharì
adalah yang terbaik.
Beliau juga mendirikan empat biara
dalam berbagai sudut penjuru India yang dikenal sebagai Úaòkaramath.
Keempat pusat Studi Advaita itu adalah Úrìògeri (Mysore), Badrinàth
(Himalaya), Dvàraka (gujarat) dan Puri (Orrisa). Úaòkara math
yang terdapat di Kanchi adalah sebuah cabang (úakha) dari yang terdapat
di Úrìògeri.
Seperti kedatangan Jesus, Úaòkara
datang tidak untuk menghancurkan, namun untuk mengisi kevakuman ajaran
spiritual di India pada masa itu. Úaòkaràcàrya menghentikan
penghinaan Buddha pada konsep-konsep Hindu dan mengem-balikan Hindu pada
kejayaannya. Menurutnya, “Hanya Brahman yang ada; yang lainnya adalah màyà
atau ilusi. Jìva individu adalah Brahman itu sendiri dan tanpa
perbedaan. Orang-orang terikat pada siklus reinkarnasi karena ketidak-tahuan.
Ketidaktahuan adalah akar dari segala masalah. Pengetahuan menghapuskan dan
menyelamatkan seseorang dari keterikatan”
Úaòkara juga menyatakan, “Perbedaan antara Tuhan dan manusia
adalah dalam hal kedudukan/derajat. Pada puncaknya mereka adalah satu. Yang ada
dalam diri manusia adalah Taman dan yang memenuhi seluruh semesta adalah
Brahman. Mereka adalah satu dan sama seperti udara dalam ruang mangkok dengan
ruang yang terdapat didalamnya.”
Sebagaiamana Tao dalam Taoisme, Allah
dalam Islam, dan Ayin dalam mistik Yahudi, Brahman menurut
Úaòkara juga tidak memiliki sifat, tidak memiliki bagian dan
tanpa kesadaran dan tidak mengenal waktu. Jika kau membaca tulisan-tulisan Adi
Úaòkara tentang Brahman dan tulisan Lao-tse tentang Tao, maka
keduanya adalah sama.
Hindu berhutang budi kepada Úaòkaràcàrya.
Ajarannya adalah personifikasi dari kebebasan yang absolut dan ajaran itu tidak
terbatas hanya ada satu kelompok dalam Hindu. Kau harus membaca dan mempelajari
bukunya.
Apakah Úaòkara telah menjelaskan mengapa Brahman yang sempurna, menciptakan dunia yang
penuh problema dan tak sempurna ini?
Aku sedih sekali harus menyatakan bahwa
Adi Úaòkara tidak pernah membahas pernyataan ini dalam
tulisan-tulisannya. Banyak Vedantis, termasuk mistikus Aurobindo
(1872-1950), mempersalahkan teori-teori Úaòkara. Mengapa Brahman yang
sempurna dan lengkap harus menciptakan màyà dan Ilusi diri-Nya? Jika Brahman
itu lengkap, mengapa ketidak sempurnaan lahir darinya? Jika Brahman menurut
Úaòkara mengatasi semua perasaan personalitas lalu bagaimana ia
menciptakan kesadarannya dengan kesadarannya? Menurut Aurobindo, Úaòkara
tidak berhasil menjelaskan sisi negatif dari pernyataannya. Mengapa Brahman
yang absolut harus termanifestasi dalam sesuatu yang terbatas? Úrìmad
Bhàga-vatam menyatakan bahwa itu adalah permainan Illahi Tuhan (lìla)
untuk mencipta. Sedangkan Bhagavad Gìtà menyatakan bahwa ini adalah
bagian dari sifat alam untuk mencipta dan terus mencipta. Namun sayang sekali
tidak ada kitab suci yang secara jelas menjelaskan “mengapa dan apa”
dari pertanyaan tentang penciptaan. Bahkan dalam Genesis, kita dapat
melihat sebuah instrumen penciptaan, dimana pada waktu itu Ilohim berubah
atau tertransformasi ke dalam Jehovah (Aku) dan menciptakan alam semesta
dalam waktu enam hari. Dalam Vedànta Sùtra kata lìla (permainan
Illahi) digunakan untuk menjelaskan penciptaan sebagai ekspresi tanpa keinginan
dari Tuhan. Lalu mengapa Tuhan ingin meng-ekspresikan diri-Nya? Aku rasa kita
tidak akan mendapatkan jawabannya, dari siapapun dibumi ini yang masih memiliki
kualitas kemanusiaan.
Úaòkara sendiri menyatakan bahwa pertanyaan seperti yang kau
tanyakan tadi sebenarnya tidak berdasar, karena alam semesta ini sebenarnya
adalah màyà, hanya bagian dari imajinasi. Kau dan aku memiliki masalah
karena kita berada dalam tabir màyà.
Úaòkara tidak pernah menyatakan bahwa alam semesta ini tidak
penting. Beliau hanya menekankan bahwa dunia yang kita lihat ini bukanlah dunia
yang nyata. Dunia yang kita lihat ini senantiasa mengalami perubahan. Ketika
duduk dalam mobilmu, kau akan melihat air yang ada dijalan itu tampak nyata,
namun ketika kau mendekat maka semua itu akan tampak seperti sebuah
fatamorgana. Misalnya, mimpi dirampok, itu hanya nyata dalam impian. Kau akan
merasa bertarung dengannya. Namun ketika kau bangun maka kau akan berkata, “itu
hanya mimpi”. Úaòkara juga akan menyatakan hal yang sama terhadap
kehidupan, setelah seseorang mencapai pengetahuan yang sejati.
Bagaimanapun gencarnya kritik dan
penghinaan yang ditujukan pada filsafat Advaita Úaòkara, secara pribadi
aku merasa bahwa filsafat ini akan bertahan abadi selamanya. Jika besok seorang
bayi, dibuat dalam sebuah laboratorium, tanpa menggunakan bantuan sperma jantan
dan indung telur betina, maka kebanyakan agama-agama yang terlembaga akan
mengalami kejatuhan. Pada saat itu hanya filsafat Úaòkara yang
berdiri kokoh. Jika pada hari itu Úaòkara lahir kembali ke dunia,
maka beliau akan berseru, “Tuhan menciptakan ilusi, namun sekarang manusia
menciptakan ilusi untuk dirinya sendiri. Pada saat itulah penganut Advaita akan
beriang gembira dan yang lainnya akan mengalami kesedihan.”
Apakah filsafat Dvaita itu ?
Filsafat ini adalah filsafat Dualitas
yang didirikan oleh Madhva (1197) sebelum Masehi, yang mengatakan
bahwa kebaktian pada Tuhan adalah hal yang terpenting. Menurutnya, dunia ini
adalah nyata dan ada perbedaan antara manusia dan Tuhan. Realitas terdiri dari
dua jenis yaitu yang mandiri dan yang tergantung. Tubuh dan jìva dikendalikan
oleh Tuhan. Diri sendiri adalah aktif dan bertanggung jawab untuk pembebasan
dirinya dari inkarnasi yang berulang-ulang dengan pengabdian kepada Tuhan.
Ràmànuja, pendiri pertama dari aliran Dvaita
ini lahir sekitar 1050 sebelum Masehi. Beliau adalah seorang penyembah Viûóu.
Beliau mengambil jalan tengah antara Dvaita dan Advaita. Åûi Ràmànuja
mengatakan bahwa Tuhan bukanlah prinsip yang tak terkualifikasi,
sebagaimana yang dinyatakan oleh Adi Úaòkara, melainkan adalah sebuah
kepribadian yang dapat dicintai, dikasihi melalui pengabdian. Ia juga membantah
kalau Adi Úaòkara berdiri pada sisi yang berlawanan dengan jalan
pengabdian kepada Tuhan. Namun pada saat yang sama, Ràmànuja juga
menyadari adanya kesatuan dengan Tuhan sebagaimana yang dinyatakan dalam Vedànta.
Beliau meyakini prinsip jìvàtman dan paramàtman serta persatuan
keduanya yang disebut dengan pembebasan. Sampai sekarang ini baik Advaita maupun
Dvaita sangat terkenal di India.
Ayah, saya bingung, jika Advaita dan Dvaita
berbeda, maka manakah yang benar?
Sebagaimana yang telah aku katakan
sebelumnya, memang wajar adanya jika kita bingung oleh filsafat-filsafat itu.
Sesungguhnya, kedua filsafat ini adalah satu dan sama dan akan nampak berbeda
tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Jika aku memandangmu dan sebuah
robot dalam sudut pandang elektron dan proton, maka kalian berdua adalah sama.
Namun dari sudut pandang lain, maka kita akan menemukan bahwa manusia jauh
berbeda dengan sebuah robot. Keduanya adalah kebenaran, namun mereka akan
nampak berbeda dalam level persepsi kita. Wajah seorang model sangat cantik
jika dilihat dengan mata telanjang. Namun akan tampak sangat jelek jika
dipandang dengan menggunakan sebuah mikroskop elektron. Jika level persepsi
kita berubah maka kebenaran yang dihasilkan juga akan berubah.
Lihatlah teori cahaya. Issac Newton menyatakan,
“cahaya bergerak dalam garis lurus” sedangkan Albert Eisntein dengan
teori kuantumnya menyatakan, “cahaya bergerak dalam pola gelombang
tertentu”. Sekarang kita mempelajari kedua teori itu baik milik Newton maupun
Einstein dan menggunakan keduanya dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sekarang ini. Pada satu sisi, cahaya bergerak dalam
pola gelombang dan pada sisi lain, cahaya bergerak dalam partikel yang mandiri.
Jika diteliti lebih jauh, maka cahaya adalah sebuah radiasi eletromagnetik
dalam panjang gelombang tertentu termasuk inframerah, yang terlihat dan sinar
ultraviolet, dengan kecepatan hampir tiga ratus juta meter per detik, jika
bergerak dalam ruang hampa.
Tanpa persepsi dualitas, maka tidak ada
kegiatan yang bisa dilakukan. Kita dapat menikmati dunia ini karena dunia ini
adalah sebuah seri dualitas yang bertentangan. Manusia hanya dapat bergerak
dalam lingkungan subjektif dan obyektif. Menurut Taoisme, yang absolut menjadi
dua dalam proses penciptaan.
Kitab I CHING China yang
terkenal atau juga disebut sebagai kitab perubahan, memandang dunia ini sebagai
Yin dan Yang, yang jantan dan feminim. Yin adalah kekuatan
phisik dan emosional, dan Yang adalah intelek dan kekuatan spiritual.
Keduanya adalah dua aspek dari satu kekuatan yang absolut, sebagaimana kutub
utara dan selatan sebuah magnet. Para Taois berusaha untuk mencapai
keseimbangan antara Yin dan Yang.
Dikatakan bahwa pemenang penghargaan
terhadap teori Sistem Binari-nya, seorang jenius Jerman, Gottfried
Wilhelm Leibniz, pada tahun 1666 mendirikan sebuah yayasan yang bergerak
dalam bidang komputer elektronik yang didasarkan pada ide dari kitab I
Ching tentang Yin dan Yang. Menurutnya, angka “satu”
mewakili Tuhan, angka “nol” mewakili kekosongan dan dari satu dan nol
ini, segalanya berasal. Sebagaimana angka satu dan nol menjelaskan segala ide
dalam matematika. Jadi dalam arena kesatuan komputer modern seseorang dapat
menemukan dasar-dasar ajaran Advaita dan Dvaita.
Dengan membuat mikroskop elektronik
berada dalam posisi on atau off pada prosesor pusat sebuah
komputer, yang mewakili angka satu dan nol, maka manusia telah benar-benar
menciptakan sebuah mimpi. Segala masalah yang kompleks dalam sebuah komputer
elektronik dapat dilihat hanya sebagai nol dan satu, sebagai off
atau on pada tombolnya. Mungkin ini kedengarannya membingungkan namun
itulah kebenaran. Aku harap dari contoh itu, akan dengan mudah seseorang dapat
memahami dengan baik filsafat Advaita dan Dvaita yang dianggap
sama-sama penting dalam Hindu.
Disamping itu, tidak ada hal-hal yang
penting dalam setiap filsafat. Adi Úaòkaràcàrya sendiri telah menulis
beberapa puisi penting untuk berbagai wujud Tuhan. Seperti Taoisme, Adi
Úaòkara tidak menyangkal keberadaan dunia material atau kehidupan ini,
namun memanfaatkan dunia ini untuk mencapai tujuan yang tertinggi. Doktrin màyà,
yang sering dibahas dalam banyak buku Adi Úaòkara, tidak menyatakan
bahwa dunia ini tidak nyata, namun yang salah adalah persepsi kita terhadapnya.
Persepsi kita tentang dunia ini sifatnya relatif, kita menjadi subjek dari
waktu, ruang dan perubahan. Kata màyà biasanya dijelaskan oleh para
orang suci sebagai ‘negasi’dan ‘mari kita hentikan segala tindakan’.
Penjelasan itu sama sekali jauh dari kebenaran dan bertentangan dengan segala
ajaran Bhagavad Gìtà. Kata Ilusi berasal dari sebuah kata Latin yang
berarti “memainkan sebuah permainan’. Jadi, kita tidak dapat
menghentikan tindakan hingga tindakan itu berhenti dengan sendirinya atau
hingga kita melihat “yang berbuat berada dalam tindakan dan tindakan dalam
diam” sebagaimana yang dinyatakan dalam Bhagavad Gìtà.
Memang akan ada beberapa orang yang
akan cocok dengan filsafat Advaita dan beberapa lagi akan merasa Dvaita
adalah yang cocok dengan sifat induvidual mereka. Secara pribadi aku merasa
bahwa kedua filsafat ini adalah bagian dari sebuah filsafat yang agung,
sebagaimana kutub utara dan selatan magnet. Dua filsafat ini benar-benar
membantu Hindu dalam menjelajahi wilayah-wilayah yang tidak diketahui dalam
kehidupan.
Apakah ayah berkesimpulan bahwa Advaita mungkin
adalah yang terbaik, namun Dvaita yang lebih mudah dilaksanakan?
Aku rasa aku telah menjelaskannya
kepadamu sebelumnya. Namun marilah aku jelaskan sekali lagi. Jika kau memandang
Advaita dan Dvaita sebagai filsafat yang berbeda, maka Advaita
adalah kebenaran yang absolut. Namun jika kita hidup di dunia dalam
hubungan subjek dan obyek, maka kita dipaksa untuk mengikuti prinsip-prinsip Dvaita.
Bahkan Úaòkara sendiri sama sekali tidak membuang prinsip-prinsip
Dvaita, ini dibuktikan pada tafsiran beliau terhadap kitab Kàrikà
karya Gauðapàda yang terkenal dengan istilah “tali dan ular”.
Orang yang melihat seutas tali dan seekor ular dalam kegelapan hingga ia
dipaksa untuk menghadapi ketakutan berhadapan dengan ular itu. Namun
selanjutnya ia menemukan bahwa benda itu bukanlah ular melainkan adalah seutas
tali, dan ia akan menyadari kebodohannya. Namun tidak akan ada yang menyalahkan
seorang yang melihat seutas tali sebagai sekor ular pada kegelapan malam.
Seseorang mengalami mimpi dikejar
seekor harimau. Dalam mimpinya ia berusaha untuk berlari menjauh dari harimau
itu. Tanpa bergerak satu inchipun dari tempat tidurnya, dan ia merasa telah
berlari bermil-mil dalam hutan yang penuh semak berduri, namun ketika ia
terbangun dari tidurnya maka ia akan berkata, “Itu hanya sebuah mimpi”.
Segala kesedihan dan ketakutan yang dialaminya dalam mimpi, menjadi sebuah
kebodohan baginya setelah ia terbangun dari tidurnya. Menurut Adi
Úaòkara, kita akan merasakan hal yang sama tentang dunia jika kita
terbangun dari mimpi materialistiknya.
Pada saat yang sama, kita semua juga
harus berjuang dalam dualitas ini selama kita menganggap dunia ini dalam sifat
dualitas. Berteriak atau menjerit tentang Advaita tidak akan membuat
seseorang menyadari kesatuannya dengan alam semesta. Namun bersama Úaòkara, banyak
master suci yang menyatakan kesanggupan mereka melihat dunia ini sebagai satu
kesatuan dalam Advaita. Para Sufi (mistikus Islam) adalah contoh yang
sempurna. Jika kau mau mencari maka kau akan menemukan apa yang dinyatakan oleh
para Sufi dan Adi Úaòkara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar