Kåtanagara, 1268 – 1292
Dalam
pemerintahannya raja Kåtanagara dibantu oleh 3 orang mahamantri yaitu:
rakryàn i hino, rakryàn i sirikan dan rakryàn i halu.
Mengenai urusan keagamaan, diangkatnya seorang dharmàdhyakûari kasogatan (kepala agama Buddha). Disamping itu ada lagi seorang pendeta yang mendampingi raja, seorang mahàbràhmaóa dengan pangkat úangkhadhara.
Mengenai urusan keagamaan, diangkatnya seorang dharmàdhyakûari kasogatan (kepala agama Buddha). Disamping itu ada lagi seorang pendeta yang mendampingi raja, seorang mahàbràhmaóa dengan pangkat úangkhadhara.
Dalam
politiknya, Kåtanagara mencita-citakan kekuasaan yang meliputi
daerah-daerah di sekitar kerajaan Singhasàri, sampai seluas mungkin.
Dalam tahun 1275 Kåtanagara mengembangkan kekuasaannya ke Sumatera
Tengah dengan mengirimkan pasukan tempur. Peristiwa itu terkenal dengan
sebutan Pamalayu yang berlangsung sampai 1292, dan ketika pasukan itu
tiba kembali di Singhasàri, raja Kåtanagara sudah wafat.
Dari
kakawin Nàgarakåtàgama (Deúawarónana) dapat diketahui bahwa dalam tahun
1284 Bali ditaklukkan oleh Kåtanagara. Demikian pula Pahang, Sunda,
Bakulapura (Kalimantan Baratdaya) dan Gurun (Maluku) termasuk dalam
lingkungan kerajaan Singhasàri.
Sementara
itu telah datang berkali-kali di Singhasàri utusan-utusan dari Tiongkok
(Cina) yang menuntut pengakuan kedaulatan kaisar Kubilai Khan.
Mula-mula Kåtanagara tidak menghiraukannya, karena memang tidak bersedia
mengakui kedaulatan Tiongkok, tetapi lama kelamaan Kåtanagara kesal
juga. Pemimpin utusan kaisar Tiongkok yang datang tahun 1289 yaitu Meng
Ki, dikirimnya kembali ke Tiongkok setelah diberi cacat mukanya.
Penghinaan itu menimbulkan amarah yang luar biasa pada kaisar Tiongkok,
sehingga ia menyiapkan tentara untuk menghukum raja Jawa.
Jayakatwang
yang memerintah di Kadiri sebagai raja bawahan sejak tahun 1271,
bersekutu dengan Wìraràja bupati Sungênêb (Madura) yang selalu
mematai-matai Kåtanagara. Insiden dengan Tiongkok, dan perginya pasukan
Singhasàri ke Sumatera (Melayu) yang sampai ssat itu belum kembali,
merupakan kesempatan baik bagi Jayakatwang untuk menyerang ke Singhasàri
pada tahun 1292.
Pada
waktu diserang, raja Kåtanagara minum sampai berlebih-lebihan bersama
Mahàwåddhamantri dan para pendeta terkemuka, bukan sedang berpesta
melainkan sedang melakukan upacara-upacara Tantrayàna. Kåtanagara memang
seorang pengikut yang taat dari agama Buddha Tantra (Buddha
Mantrayàna).
Prasasti
tahun 1289 pada alas arca Joko Dolok di Surabaya, menyatakan bahwa
Kåtanagara telah dinobatkan sebagai Jina (Dhyàni Buddha) yaitu sebagai
Akûobhya, dan arca Joko Dolok itu adalah perwujudan Kåtanagara sendiri.
Sebagai Jina ia bergelar Jñànaúiwabajra.
Setelah
wafat, Kåtanagara dinamakan Úiwa-buddha. Beliau dicandikan di candi
Jawi sebagai Úiwa dan Buddha; di Sagala bersama permaisurinya Bajradewi,
sebagai Jina (Wairocana) dan Locanà, dan di candi Singosari sebagai
Bhairawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar