Rabu, 27 Juni 2012

kertanegara

Kåtanagara, 1268 – 1292

Dalam pemerintahannya raja Kåtanagara dibantu oleh 3 orang mahamantri yaitu: rakryàn i hino, rakryàn i sirikan dan rakryàn i halu.
Mengenai urusan keagamaan, diangkatnya seorang dharmàdhyakûari kasogatan (kepala agama Buddha). Disamping itu ada lagi seorang pendeta yang mendampingi raja, seorang mahàbràhmaóa dengan pangkat úangkhadhara.
Dalam politiknya, Kåtanagara mencita-citakan kekuasaan yang meliputi daerah-daerah di sekitar kerajaan Singhasàri, sampai seluas mungkin. Dalam tahun 1275 Kåtanagara mengembangkan kekuasaannya ke Sumatera Tengah dengan mengirimkan pasukan tempur. Peristiwa itu terkenal dengan sebutan Pamalayu yang berlangsung sampai 1292, dan ketika pasukan itu tiba kembali di Singhasàri, raja Kåtanagara sudah wafat.
Dari kakawin Nàgarakåtàgama (Deúawarónana) dapat diketahui bahwa dalam tahun 1284 Bali ditaklukkan oleh Kåtanagara. Demikian pula Pahang, Sunda, Bakulapura (Kalimantan Baratdaya) dan Gurun (Maluku) termasuk dalam lingkungan kerajaan Singhasàri.
Sementara itu telah datang berkali-kali di Singhasàri utusan-utusan dari Tiongkok (Cina) yang menuntut pengakuan kedaulatan kaisar Kubilai Khan. Mula-mula Kåtanagara tidak menghiraukannya, karena memang tidak bersedia mengakui kedaulatan Tiongkok, tetapi lama kelamaan Kåtanagara kesal juga. Pemimpin utusan kaisar Tiongkok yang datang tahun 1289 yaitu Meng Ki, dikirimnya kembali ke Tiongkok setelah diberi cacat mukanya. Penghinaan itu menimbulkan amarah yang luar biasa pada kaisar Tiongkok, sehingga ia menyiapkan tentara untuk menghukum raja Jawa.
Jayakatwang yang memerintah di Kadiri sebagai raja bawahan sejak tahun 1271, bersekutu dengan Wìraràja bupati Sungênêb (Madura) yang selalu mematai-matai Kåtanagara. Insiden dengan Tiongkok, dan perginya pasukan Singhasàri ke Sumatera (Melayu) yang sampai ssat itu belum kembali, merupakan kesempatan baik bagi Jayakatwang untuk menyerang ke Singhasàri pada tahun 1292.
Pada waktu diserang, raja Kåtanagara minum sampai berlebih-lebihan bersama Mahàwåddhamantri dan para pendeta terkemuka, bukan sedang berpesta melainkan sedang melakukan upacara-upacara Tantrayàna. Kåtanagara memang seorang pengikut yang taat dari agama Buddha Tantra (Buddha Mantrayàna).
Prasasti tahun 1289 pada alas arca Joko Dolok di Surabaya, menyatakan bahwa Kåtanagara telah dinobatkan sebagai Jina (Dhyàni Buddha) yaitu sebagai Akûobhya, dan arca Joko Dolok itu adalah perwujudan Kåtanagara sendiri. Sebagai Jina ia bergelar Jñànaúiwabajra.
Setelah wafat, Kåtanagara dinamakan Úiwa-buddha. Beliau dicandikan di candi Jawi sebagai Úiwa dan Buddha; di Sagala bersama permaisurinya Bajradewi, sebagai Jina (Wairocana) dan Locanà, dan di candi Singosari sebagai Bhairawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar