Rabu, 16 Mei 2012

Kisah Hidup Bhima, tokoh Wayang Mahabharata

Kisah Hidup Bhìma, tokoh Wayang Mahàbhàrata

Bhima dalam Wayang

Bhìma, adalah putra Bhaþþàra Bayu. Manusia terkuat, tidak hanya dalam cerita Mahàbhàrata tetapi juga di seluruh jagat. Tentang Bhìma, Mahàrûi Vyàsa dalam cerita Mahàbhàrata,  Àdiparva 114.10 menyatakan: ‘sarveûam balìnàý úreûþho jato’yamiti bhàrata’ yang artinya ‘Saat dilahirkan (Bhìma) jatuh ke atas batu cadas dan batu itu hancur berkeping-keping, tubuhnya sangatlah keras. Ia bermain-main di pangkuan ibunya’ 


  
Bhima dalam Komik
Sayangnya, Duryodhana juga dilahirkan pada hari yang sama. Sebaya keduanya dan selalu bermusuhan. Bhìma selalu bertengkar dengan Duryodhana yang jahat. Pada akhirnya Duryodhana terbunuh oleh Bhìma. Bhìma tidak hanya pemberani, tetapi juga bijaksana. Dia pernah menaruh Lakûagriha dalam api, dan mengikat semua saudara dan ibunya. Ini hanya bisa dilakukan oleh Bhìma.

Pada masa kanak-kanak, Bhìma pernah dilemparkan dari tempat yang tinggi oleh Duryodhana dengan maksud untuk dapat membunuhnya. Bhìma pernah diberi makanan yang berisi racun dan ketika ia kelihatan mati, ia dilemparkan ke sungai yang dalam dan deras. Duryodhana selalu irihati kepada Bhìma. Bhìma memang orang yang sangat suka makan, ia akan melahap apa saja yang diinginkannya. Suatu hari ia direncanakan untuk dibunuh dan ditenggelamkan sampai di Nàgaloka dan di sana Raja Nàga bernama Vàsuki memberinya semangkok ‘amåtam’. Ia juga menelan delapan mangkok bisa ular dalam delapan tegukkan, sehingga nantinya tubuhnya kebal dan memiliki kekuatan ribuan ular berbisa. Sifat Bhìma adalah kebalikan dari Yudhiûþhira. Ia adalah prajurit sejati yang selalu merasa perlu untuk berperang, dalam peperangan ia menjadi luar biasa.

Saat merasa putus asa, Bhìma menjadi seperti anak kecil. Dia akan bergulingan di tanah dan akan menghancurkan pohon-pohon di sekitarnya. Untunglah ia memilki saudara yang bisa mengarahkannya. Istrinya selain Draupadì adalah Hiðimbì yang memberinya putra bernama Gaþhotkaca. Dalam perang ia membunuh banyak prajurit. Yang paling terkenal adalah pembantaian yang dilakukannya terhadap Duúúàsana dan Duryodhana. Bhìma dapat disebut sebagai orang pemberani nomor satu, tiada tandingannya. Walaupun dia seorang pemberani namun ia berhati lembut. Ia menyelamatkan keluarga Bràhmaóa (Dutt, 2001: XIV).

1. Kelahiran Bhìma dan masa anak-anak

  • Raja Vicitravìrya dari Candravaýúa (dinasti bulan) memiliki 2 anak laki-laki yang disebut Dhåtaràûþra dan Pàóðu. Kaurava (Duryodhana, dan adik-adinya sebanyak 99 orang) adalah anak-anak yang lahir dari Dhåtaràûþra dengan istrinya Gàndhàrì, dan Pàóðava adalah anak-anak dari Pàóðu dan istrinya Kuntì dan Màdrì. Dharmaputra, Bhìma dan Arjuna adalah anak-anak laki Kuntì, sedang Nakula dan Sahadeva dari Màdrì.
  • Kuntì merapalkan mantra yang diberikan padanya oleh Mahàrûi Durvàsa yang ditujukan kepada dewa Vàyu dan hasilnya adalah kelahiran Bhìma. Dari padanya Bhìma disebut Vàyuputra. Pada saat kelahirannya suara dari angkasa menggema bahwa anak itu akan menjadi paling kuat di antara yang kuat (M.B.Àdiparva, 122.14). Pada hari kesepuluh setelah kelahirannya, Bhìma jatuh dari pangkuan ibunya namun tidak apa-apa. Cerita ini diceritakan di dalam naskah versi India Selatan (M.B.Àdiparva 132). Upacara pemberian nama dari anak ini dilaksanakan oleh Mahàrûi yang tinggal di Úataûåòga. Mahàrûi Kaúyapa, Bràhmaóa keluarga dari Vasudeva melaksanakan upacara seperti pemakaian benang suci (upavita). Bhìma belajar memainkan gadà dari Suka, seorang ràjaåûi yang terkenal.
  • Kaurava dan Pàóðava menghabiskan masa anak-anak di Hastinàpura. Droóàcàrya mengajarkan mereka menggunakan berbagai senjata dalam bertempur. Kaurava dan Pàóðava sering tidak akur dalam permainan anak-anak. Dalam permainan seperti itu, Bhìma sering menyakiti dan mengalahkan Kaurava, dan kenyataan ini menimbulkan rasa benci yang tiada akhir dari Kaurava terhadap Bhìma. Suatu saat mereka meracuni Bhìma yang jatuh tidak sadarkan diri dan kemudian mereka melemparkannya ke sungai Gaògà. Tenggelam ke dalam sungai dan terbawa arus air, Bhìma sampai di Nàgaloka, dimana Nàga menggigit dia yang menetralkan racun di tubuhnya. Disana dia memperoleh pengajaran dengan Nàga yang disebut Àryaka, yang memperkenalkannya dengan Raja Nàga bernama Vàsuki, dan Vàsuki memberkati dia dengan kemakmuran. Namun untuk apalah arti semua ini bagi Bhìma? Akhirnya Vàsuki memberinya ‘amåtam’, yang mampu memberikan kekuatan dari ribuan gajah. Bhìma minum 8 pot penuh dari air hebat ini, dan kemudian menjadi kuat. Namun dia harus menunggu di Nàgaloka selama 8 hari sehingga minuman itu bisa diterima, dan pada hari kesembilan para Nàga melihatnya. Bhìma benar-benar hebat. Bhìma kembali menghadap ibu dan saudara-saudaranya dan menghibur mereka yang cemas dengan kehilangannya.
  • Saat latihan menggunakan senjata selesai, para pangeran melaksanakan ujian ketangkasan menggunakan senjata. Duryodhana dan Bhìma memasuki pertarungan dengan senjata gadà, dan saat Karóa mencoba untuk campur tangan dalam pertarungan, kebangsawananya dipertanyakan oleh Bhìma. Duryodhana kemudian menghina Bhìma. Arjuna setuju untuk menghadirkan Raja Drupada ke hadapan Droóàcàrya sebagai ‘gurudakûióà’ baginya. Dalam perang yang sengit, Pàóðava bertarung dengan Drupada, Bhìma menghancurkan divisi pasukan gajah yang datang menyusul. Setelah Bhìma berhasil menang dalam ujian akhir ia menjalani latihan lebih intensif dalam menggunakan gadà ditangani oleh Balabhadraràma. (M.B. Àdiparva 136. 4).

2. Pàóðava meninggalkan Hastinàpura

  • Karena rasa benci di antara Kaurava dan Pàóðava menjadi semakin besar, Duryodhana dengan ijin ayahnya memindahkan Pàóðava ke Vàraóàvata dan menempatkan mereka di sana pada sebuah istana. Pàóðava mengetahui rencana jahat itu dan melarikan diri dari istana pada saat istana itu dibakar. Dengan menempuh jarak yang jauh untuk sampai ke hutan. Kuntì dan 4 anak laki-lakinya letih dengan perjalanan dan terpaksa beristirahat. Bhìma melanjutkan perjalanan dengan membawa ibu dan keempat saudara di bahunya. Dengan masuk ke hutan Hiðiýba, kelelahan berakhir dan mereka sadar dan menjadi diri mereka sendiri.

3. Hiðiýba terbunuh

  • Dewi Kuntì dan 4 anak lakinya tidur di bawah bayangan pohon saat petang dan Bhìma menjaganya. Hutan itu dihuni oleh ràkûasa bernama Hiðiýba dengan saudara perempuannya Hiðiýbì. Hiðiýba melihat di sekitarnya bahwa ada yang nampak spesifik dilihat dari puncak pohon dan ternyata ia mendeteksi Bhìma. Dia menugaskan Hiðiýbì untuk membawa Bhìma padanya. Hiðiýbì mendekati Bhìma dengan perasaan cinta. Hiðiýbì berhasrat untuk menjadikan Bhìma sebagai suminya. Setelah lama Hiðiýbì belum datang dan Hiðiýba pergi menyusul, tetapi ia melihat Hiðiýbì ngobrol mesra dengan Bhìma, dia jadi sangat marah. Dia ingin membunuh Hiðiýbì. Bhìma yang tidak bisa melihat pembunuhan wanita dihadapannya menyerang Hiðiýba. Keributan terjadi dan membangunkan Pàóðava dari tidur mereka, dan Bhìma membunuh Hiðiýba. Hiðiýbì mengharapkan welas asih untuk cintanya Bhìma. Dengan saran Kuntì Bhìma mengambilnya sebagai istri. Namun suatu syarat ditentukan bagi mereka untuk berbulan madu. Syarat tersebut adalah mereka bisa berbulan madu dari subuh sampai petang di langit dan di puncak gunung. Hiðiýbì yang diberkati dengan kekuatan magis membawa Bhìma dengannya. Dan setelah petang, Bhìma kembali pada ibunya Kuntì. Selanjutnya Bhìma dan Hiðiýbì menghabiskan satu tahun bersama-sama dan melahirkan seorang anak laki yang bernama Ghaþotkaca. Hiðiýbì dan Ghaþotkaca berjanji bahwa mereka akan kembali jika diinginkan oleh Bhìma. Ghaþotkaca dengan ibunya kembali ke hutan. Pàóðava juga berangkat ke desa yang disebut Ekacakra. (M.B.Àdiparva 147-254).

4. Pembunuhan Baka dan perkawinan Pàñcàlì (Draupadì)

  • Saat di Ekacakra, Bhìma membunuh ràkûasa bernama Baka dan membebaskan orang-orang desa dari ketakutan. Setelah itu Pàóðava menghadiri ‘svayaývara’ (memilih bebas suami oleh wanita) dari Pàñcàlì, yang menjadi istri mereka. Di sana Bhìma mengalahkan Úalya dan Pàóðava segera kembali ke Hastinàpura.

5. Pergi lagi ke hutan

  • Pada saat kembalinya ke Hastinàpura, Pàóðava bertempat tinggal di istana yang dibangun oleh Maya. Di sana Maya mempertunjukkan pedang yang bagus sekali pada Bhìma. (M.B. Sabhàparva.3.18). Úrì Kåûóa maharaja dari Dvàrakà yang melayani dan sebagai tangan kanan para Pàóðava. Jaràsandha yang menjadi Raja Magadha bertempur dengan Úrì Kåûóa 18 kali dan Jaràsandha kalah. Masih belum mau menyerah, dan Úrì Kåûóa akhirnya memutuskan untuk menyelesaikannya. Úrì Kåûóa, Arjuna dan Bhìma dalam penyamaran merebut Magadha. Mereka memasuki istana Jaràsandha dan menantangnya bertempur. Bhìma dan Jaràsandha bertentangan dan atas petunjuk Úrì Kåûóa, Bhìma membelahnya menjadi dua bagian dan melemparkan ke tanah. Namun Jaràsandha hidup kembali, Bhìma membelahnya dan memisahkan dua bagian tubuhnya itu pada 2 tempat yang berbeda. (M.B. Sabhàparva, teks Selatan 24).

6. Kehidupan di hutan dan kehidupan selama penyamaran.

  • Tinggal di hutan Kàmyaka, ada seorang ràkûasa yang bernama Kirmìra, saudara laki Bala, yang telah dibunuh oleh Bhìma pada kesempatan sebelumnya. Kirmìra yang menunggu kesempatan untuk balas dendam atas kematian saudaranya itu, sekarang bentrok dengan Bhìma di hutan. Bhìma dengan mudah membunuhnya.
  • Pàóðava menghabiskan waktunya di hutan Kàmyaka di bawah panduan guru Dhaumya. Mereka memikirkan tentang kerajaan yang hilang. Haruskah mereka menantang perang dengan Kaurava? Pada suatu ketika Bhìma menasehati Yudhiûþhira menantang dengan berperang; namun pada kesempatan lain dia membela dengan suara keras dan tanpa peperangan. Selama di hutan itu, Arjuna pergi ke Himàlaya untuk memuja dewa Úiva dengan ‘tapabrata’ dan memperoleh Pàúupatàstra (panah Pàúupati). Pàóðava sedih dengan ketidakhadiran Arjuna; Bhìma cemas seperti yang lainnya. Kemudian Pàóðava memantau Arjuna dari atas gunung Gandhamàdana. Dan rombongan itu lelah untuk melanjutkan perjalanan mereka. Pàñcàlì saat itu pingsan. Kemudian Bhìma ingat Ghaþotkaca yang muncul seketika di hadapan ayahandanya itu. Karena disuruh ayahnya Ghaþotkaca mengangkat Pàóðava di bahunya dan perjalanan dilanjutkan. Mereka tiba di asrama dari Mahàrûi Naranàràyaóa dan istirahat disana selama 6 hari. Suatu hari angin bertiup dari timur laut, bunga ‘saugandhika’ jatuh dekat Pàñcàlì. Dan Bhìma ke arah timur laut untuk mengambil bunga-bunga ‘saughandika’ untuk Pàñcàlì.
  • Berjalan dan berjalan Bhìma memasuki Kadalìvana. Hanùmàn yang kulitnya sudah mengkerut dan dan rambutnya yang abu-abu karena tua tinggal dihutan. Dia merintangi perjalanan Bhìma. Hanùmàn tersadar dari tidur dan mengibaskan ekornya dengan suara yang amat menakutkan. Bhìma berjalan ke tempat asal suara itu terdengar (Vanaparva 146). Dalam percekcokan yang terjadi di antara Hanùmàn dengan Bhìma, dan Hanùmàn yang memperoleh kemenangan. Hanùmàn memberi selamat pada Bhìma dan memandu dia pada perjalanan ke hutan Saugandhika.
  • Bhìmasena mencapai hutan yang dijaga oleh para ràkûasa yang disebut Krodhavaúa. Bhìma dapat mengatasi mereka dan berhasil mengumpulkan bunga ‘saugandhika’ dan kembali, selanjutnya mereka tinggal di Badarikàúrama dengan saudara-saudaranya dan Pàñcàlì. Di sini Bhìma membunuh Jaþàsura. Empat tahun sudah berjalan; Arjuna belum kembali. Pàóðava melanjutkan perjalanan mereka ke arah Utara. Pada hari ke 17 mereka datang ke asrama Våûparvà di Himàlaya. Mereka diterima oleh Mahàrûi, yang memandu mereka dalam perjalanan ke depan. Melanjutkan perjalanan sampai di asrama Mahàrûi Àrûþiseóa, dari sini menyeberang berbagai puncak gunung dan mereka mencapai Alakàpurì milik dewa Kubera saat seorang Yakûa yang disebut Maóiman menghalangi langkah perjalanan mereka. Bhìma membunuh Maóiman dan Yakûa lain. Akhirnya Kubera sendiri melihat Bhìma dan memberkati Pàóðava.
  • Saat mereka kembali dari istana dewa Kubera, Bhìma ditangkap oleh ular sawah yang besar. Namun, ternyata ular itu adalah Raja Nahuûa yang dikutuk menjadi ular sawah. Bhìma membunuhnya dan hal ini mengembalikan bentuk aslinya sebagai Raja Nahuûa. Pada waktu ini Arjuna telah memperoleh Pàúupatàstra dari Úiva dan dia kembali ke saudaranya dan Pàóðava melanjutkan perjalanan mereka di hutan.
  • Sementara, mengetahui bahwa Pàóðava bertempat di Dvaitavana, Kaurava mulai ke sana dan dalam prosesi ini dipimpin oleh Duryodhana dengan pasukannya dan berkemah dekat dari kolam di Dvaitavana. Demikianlah di perkemahan Duryodhana terjadi percekcokan dengan Gandharva yang Citrasena, yang dengan sejumlah besar dari kawan-kawannya datang ke kolam untuk bermain air dan di dalam pertempuran tersebut Duryodhana dihukum. Bhìmasena yang menyaksikan kejadian tersebut tertawa pada Duryodhana. Namun Arjuna menghalangi dan membebaskan Duryodhana dan yang lainnya.
  • Pàóðava lagi memasuki hutan Kàmyaka dan waktu itu Jayadratha menculik Pàñcàlì. Bhìma membunuh Koþikàsya yang berpihak pada Jayadratha. Lagi Bhìma menangkap Jayadratha mencukur gundul beÅûih kepalanya dan mengumumkan bahwa dia adalah budak Dharmaputra. Di Dvaitavana dewa Dharma menguji Pàóðava yang telah pergi ke kolam untuk mengambil air; semua Pàóðava kecuali Yudhiûþhira meninggal di kolam tetapi dihidupkan kembali oleh dewa Dharma yang menyamar sebagai ‘yakûa’. Kehidupan hutan selama dua belas tahun dari Pàóðava sekarang berakhir.
  • Menurut nasehat dari dewa Dharma, Pàóðava hendaknya memilih tempat Kerajaan Viràþa selama kehidupan penyamaran mereka, Bhìmasena mengganti nama dengan nama Vallava (Valala). Dan Bhìma membunuh Jìmùta, petinju dalam pertempuran. Bhìma juga membunuh Kìcaka dan Upakìcaka. Pada kesempatan lain, atas petunjuk Yudhiûþhira, Bhìma mengambil Sudharmà, raja dari Dàúaróa sebagai tahanan Yudhiûþhira; namun dia akhirnya bebas. Pada tahun berikutnya Pàóðava mengalahkan Duryodhana dalam pertarungan dalam hubungan pencurian sapi dari Raja Viràþa, dan kemudian mereka mengumumkan bahwa kehidupannya di hutan dan penyamaran mereka selesai.

7. Bhìma dalam perang yang dahsyat

  • Setelah kembalinya Pàóðava dari hutan, Kaurava menolak memberikan mereka setengah dari kerajaan. Sehingga kedua pihak mulai menyiapkan perang. Ini merupakan insiden utama berhubungan dengan Bhìma dari periode ini ke Svargarohaóa (pergi ke sorga) dari Pàóðava setelah melepaskan kerajaan untuk kebahagiaan Parikûit, mencakup kemenangan mereka dalam perang dan administrasi negara. 

  1. Sañjaya menguraikan pada Dhåtaràûþra prestasi Bhìma (M. B. Udyogaparva, 50)
  2. Úrì Kåûóa sebalum pergi dalam pertemuan Kaurava untuk pembicaraan kompromi untuk menanyakan pandangan Bhìma mengenai keseluruhan masalah, dan Bhìma berpendapat bahwa perdamaian lebih baik dari perang (M.B. Udyogaparva 74).
  3. Saat Úrì Kåûóa memperingatkan Bhìma untuk tidak mengumbar kepahlawanan dan kekuatannya. (M.B. Udyogaparva 76).
  4. Bhìma mengingatkan Úikhaóðì diangkat menjadi sebagai kepala pasukan. (M.B. Udyogaparva161).
  5. Bhìma mengirim hinaan kembali kepada Ulùka yang dikirim oleh Duryodhana kepada Pàóðava dengan sebuah pesan. (M.B. Udyogaparva 163).
  6. Bhìma menanyakan Dharmaputra siapa, kapan pasukan mengambil posisi pada pihak-pihak yang siap bertempur, dan pergi berjalan kaki ke tempat Kaurava tanpa busur dan anak panah (M.B. Bhìûmaparva 48. 17).
  7. Dunia ngeri dengan tangisan perang Bhìma (M.B. Udyogaparva 44. 8).
  8. Pada hari pertama perang Bhìma bertempur sengit dengan Duryodhana (M.B. Bhìûmaparva, Bab 45, ayat 19).
  9. Dalam pertarungan dengan Kaliòga, Bhìma membunuh Úakradeva (M.B. Bhìûmaparva 54. 24)
  10. Bhìma membunuh Bhànumàn (M.B. Bhìûmaparva 54. 39).
  11. Dia membunuh Satyadeva dan Úalya, yang menjaga roda kereta dari Úrutàyus, Raja Kaliòga (M.B. Bhìûmaparva 54. 76).
  12. Membunuh Ketumàn (M.B. Bhìûmaparva 54. 77).
  13. Bhìma menghancurkan divisi gajah dari pasukan Kaurava dan sungai darah mengalir (M.B. Bhìûmaparva 54. 103).
  14. Mengalahkan Duryodhana (M.B. Bhìûmaparva 58. 16).
  15. Bhìma bertarung menantang Bhìûma (M.B. Bhìûmaparva 63. 1).
  16. Bhìma bertarung melawan keseluruhan Kaurava, dan dalam pertarungan ini 8 anak laki-laki dari Dhåtaràûþra yakni; Senàpati, Jaràsandha, Suûeóa, Ugra, Vìrabàhu, Bhìma, Bhìmaratha dan Sulocana terbunuh (M.B. Bhìûmaparva 64. 32).
  17. Pertarungan sengit Bhìma melawan Bhìûma (M.B. Bhìûmaparva 72. 21).
  18. Pertarungan sengit Bhìma dengan Duryodhana (M.B. Bhìûmaparva 72. 17).
  19. Bhìma mengalahkan Duryodhana yang kedua kalinya (M.B. Bhìûmaparva 79. 11).
  20. Sangat banyak Bhìma mengalahkan pihak Kaurava dalam pertempuran di Kurukûetra dan ia dikenal sangat tangguh, kebal dan tidak pernah merasa lelah.

8. Arogansi Bhìma menurun
  • Setelah perang besar, Pàóðava dan Úrì Kåûóa mendiskusikan beberapa hal, semua Pàóðava kecuali Bhìma menyatakan mereka berhutang dalam keberhasilan mereka pada Úrì Kåûóa. 
  • Namun Bhìma dalam kecongkakannya menuntut penghargaan atas kemenangan dan kemampuan pribadinya. Dengan maksud meredakan kesombongan Bhìma, Úrì Kåûóa dengan Bhìma yang telah duduk bersama-sama dengannya di atas garuða melangsungkan perjalanan ke Selatan. 
  • Setelah menyeberang lautan dan gunung Subela, Úrì Kåûóa menunjukkan Bhìma sebuah danau dengan lebar 12 yojana dan terbentang dekat Laòkà, menyuruhnya untuk mencari sumber dari danau dan memberikan Úrì Kåûóa informasi tentang sumber air danau tersebut. 
  • Walaupun Bhìma berjalan dengan jarak yang jauh, dia tidak dapat menemukan sumbernya. Tidak hanya itu semua pejuang di sana bersama-sama menyerang Bhìma dan mengetahui dirinya sendiri tidak berdaya untuk menghadapi serangan, dia kembali ke Úrì Kåûóa untuk mencari perlindungan. 
  • Kemudian Úrì Kåûóa dengan cincinnya yang dipotong dan dilemparkan ke danau, dan berkata kepada Bhìma sebagai berikut¨”Ini adalah tengkorak Kumbhakaróa yang terbunuh oleh Úrì Ràma dalam perang Ràma-Ràvaóa. 
  • Para prajurit yang menyerang engkau adalah ràkûasa yang disebut ‘Sarogeyas”. 
  • Kata-kata yang mulia Úrì Kåûóa meluluhkan kesombongan Bhìma dan dia minta maaf pada Úrì Kåûóa (Skhanda Puràóa 1.2.66).

9. Kematian Bhìma

  • Setelah memberi kepercayaan mengenai masalah administrasi negara kepada Parikûit, Pàóðava merencanakan perjalanan mulia. 
  • Yudhiûþhira berjalan di depan, mereka mulai untuk Kailàúa. 
  • Selama dalam perjalanan mereka, Pàñcàlì, Sahadeva, Nakula dan Arjuna satu persatu jatuh dan meninggal. Bhìma menanyakan pada Yudhiûþhira alasan tentang kematian dan dia diberikan jawaban yang tepat. 
  • Akhirnya Bhìma jatuh dan meninggal, Bhìma menanyakan alasannya, Yudhiûþhira menjawab bahwa Bhìma bila makan selalu berlebihan dan tidak menghiraukan orang lain, itu alasannya. 
  • Kemudian Dharmaputra memasuki Sorga, dia menemukan saudara-saudaranya telah memiliki kuÅûi mereka disana.

10. Anak-anak Bhìma.

  • Bhìma mempunyai seorang anak laki-laki dengan istrinya Pàñcàlì, bernama Sùtasoma (M.B.Àdiparva 95. 75). Seorang anak laki-laki bernama Sarvaga lahir pada Bhìma dengan istrinya bernama Balandharà, putri dari Raja Kàúi. (M.B.Àdiparva 95. 97).

11. Nama-nama lain Bhìma dalam Mahàbhàrata

  • Acyutànuja, Anilàtmaja, Arjunà-graja, Arjunapùrvaja, Vallava, Bhìmadhanva, Jaya, Kaunteya, Kaurava, Kusaúàrdùla, Màruta-tmaja, Màruti, Pàóðava, Pàrtha, Pavanàtmaja, Prabhañjanasùta, Ràkûasakaóþaka, Samìraóasùta, Vàyuputra, Vàyusùta, Våkodara (Mani, 1989: 128).

12. Karakter Bhìma: 

  • teguh pendirian, pemberani, bertanggung jawab, berhati lembut, suka melindungi yang tidak berdaya, tidak mengenal takut, tidak kenal lelah dan senantiasa optimis menghadapi sesuatu.


Nantikan kisah tokoh lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar