John
Locke
Filosof
pertama yang menghimpun secara terpadu gagasan dasar konstitusi demokratis
adalah orang Inggris: John Locke. Pikiran-pikirannya memancarkan pengaruh kuat
kepada para dedengkot pendiri Republik Amerika Serikat. Bukan itu saja,
pengaruhnya juga kuat merasuk ke dalam kalbu gerakan pembaharu Perancis.
Locke
dilahirkan tahun 1632 di Wrington, Inggris. Dia memperoleh pendidikan di
Universitas Oxford, peroleh gelar sarjana muda tahun 1656 dan gelar sarjana
penuh tahun 1658. Selaku remaja dia tertarik sangat pada ilmu pengetahuan dan
di umur tiga puluh enam tahun dia terpilih jadi anggota “Royal Society.” Dia
menjadi sahabat kental ahli kimia terkenal Robert Boyle dan kemudian hampir
sepanjang hidupnya jadi teman dekat Isaac Newton. Kepada bidang kedokteran pun
dia tertarik dan meraih gelar sarjana muda di bidang itu meskipun cuma
sekali-sekali saja berpraktek.
Titik
balik dalam kehidupan Locke adalah perkenalannya dengan Pangeran Shaftesbury.
Dia jadi sekretarisnya dan menjadi dokter keluarga. Shaftesbury seorang
jurubicara penting bagi pikiran liberal sehingga walau sebentar pernah dia
dipenjara oleh Raja Charles II akibat kegiatan politiknya. Tahun 1682
Shaftesbury lari ke Negeri Belanda dan mati disana tahun berikutnya. Locke,
berkat hubungannya yang begitu akrab dengan mendiang, senantiasa diawasi dan
dibayang-bayangi, karena itu memaksanya juga lari ke Negeri Belanda tahun 1683.
Dia menetap di negeri itu sampai pengganti Raja Charles, Raja James II
digulingkan oleh sebuah revolusi yang berhasil. Locke pulang ke kampungnya
tahun 1689 dan seterusnya menetap di Inggris. Tak pernah sekali pun kawin, dan
mati di tahun 1704.
Buku
pertama yang membikin Locke masyhur adalah An Essay Concerning Human
Understanding (Esai tentang saling pengertian manusia), terbit tahun 1690. Di
situ dipersoalkan asal-usul, hakikat, dan keterbatasan pengetahuan manusia.
Ide-ide Locke pada gilirannya mempengaruhi filosof-filosof seperti Pendeta
George Berkeley, David Hume dan Immanuel Kant. Kendati esai itu hasil karya
Locke yang paling orisinal dan merupakan salah satu dari filosofi klasik yang
masyhur, pengaruhnya tidaklah sebesar tulisan-tulisan ihwal masalah politiknya.
Dalam
buku A Letter Concerning Toleration (Masalah yang berkaitan dengan toleransi)
yang terbit tahun 1689, Locke menekankan bahwa negara jangan ikut campur
terlampau banyak dalam hal kebebasan menjalankan ibadah menurut kepercayaan
agama masing-masing. Locke bukanlah orang Inggris pertama yang mengusulkan
adanya toleransi agama dari semua sekte Protestan. Tetapi argumennya yang kuat
yang dilontarkannya, yang berpihak kepada perlunya ada toleransi merupakan
faktor dukungan penduduk terhadap sikap pandangannya. Lebih dari itu, Locke
mengembangkan prinsip toleransinya kepada golongan non-Kristen:
“… baik penganut kepercayaan primitif, atau Islam maupun Yahudi tidak boleh dikurangi hak-hak sipilnya dalam negara semata-mata atas pertimbangan agama.”
Tetapi,
Locke percaya bahwa toleransi ini tidak berlaku bagi golongan Katolik karena
Locke yakin mereka tergantung pada bantuan kekuatan luar, dan juga tak ada
toleransi bagi kaum atheis. Dengan ukuran jaman kini dia boleh dibilang teramat
berlapang dada, tetapi beralasan memandangnya dari hubungan dengan ide-ide pada
jamannya. Fakta mencatat, alasan-alasan yang dikemukakannya demi terciptanya
toleransi agama lebih meyakinkan pembacanya dari pengecualian-pengecualian yang
dibuatnya. Kini, berkat adanya tulisan-tulisan Locke, toleransi agama sudah
meluas bahkan pada golongan-golongan yang tadinya dikucilkan.
Arti
penting Locke lainnya adalah bukunya Two Treatises of Government (Dua
persepakatan dengan pemerintah) terbit tahun 1689 yang isinya merupakan
penyuguhan ide dasar yang menekankan arti penting konstitusi demokrasi liberal.
Buku itu berpengaruh terhadap pikiran politik seluruh dunia yang berbahasa
Inggris. Locke yakin seyakin-yakinnya bahwa tiap manusia memiliki hak alamiah,
dan ini bukan sekedar menyangkut hal hidup, tetapi juga kebebasan pribadi dan
hak atas pemilikan sesuatu. Tugas utama pemerintah adalah melindungi penduduk
dan hak milik warga negara. Pandangan ini acap kali disebut “teori jaga malam
oleh pemerintah.”
Menolak
anggapan hak suci raja, Locke menekankan bahwa pemerintah baru dapat
menjalankan kekuasaannya atas persetujuan yang diperintah. “Kemerdekaan pribadi
dalam masyarakat berada di bawah kekuasaan legislatif yang disepakati dalam
suatu negara.” Dengan tegas Locke menekankan sesuatu yang disebutnya “kontrak
sosial.” Pikiran ini sebagian berasal dari tulisan-tulisan filosof Inggris
terdahulu, Thomas Hobbes (1588-1679). Tetapi, jika Hobbes menggunakan “kontrak
sosial” ini untuk memperkokoh absolutisme, Locke melihat “kontrak sosial” itu
dapat diganti:
” … bilamana legislator mencoba merampas dan menghancurkan hak milik penduduk, atau menguranginya dan mengarah kepada perbudakan di bawah kekuasaan, mereka berada dalam keadaan perang dengan penduduk, dan karenanya penduduk terbebas dari kesalahan apabila membangkang dan biarlah mereka berlindung pada naungan Tuhan yang memang menyediakan penjagaan buat semua manusia dari kekerasan dan kemajuan.”
Juga,
masih menjadi kekuatan rakyat untuk menjungkirkan dan mengganti badan perwakilannya
begitu melihat wakil-wakil mereka berbuat bertentangan dengan kepercayaaii yang
diletakkan di pundak mereka “sikap gigih Locke mempertahankan hak melakukan
revolusi amat kuatnya mempengaruhi Thomas Jefferson dan kaum revolusioner
Amerika lainnya.
Locke
berpegang teguh pada perlu adanya pemisahan kekuasaan. Dia menganggap kekuasaan
legislatif harus lebih unggul ketimbang eksekutif dan kekuasaan yudikatif yang
dianggapnya merupakan cabang dari eksekutif. Selaku orang yang percaya terhadap
keunggulan kekuasaan legislatif. Locke hampir senantiasa menentang hak
pengadilan yang memutuskan bahwa tindakan legislatif itu tidak konstitusional.
Meski
Locke bersiteguh atas prinsip kekuasaan mayoritas, tetapi dijelaskannya bahwa
suatu pemerintahan tidaklah memiliki kekuasaan tanpa batas. Mayoritas harus
tidak merusak hakikat hak-hak manusia. Suatu pemerintahan hanya dapat
dibenarkan merampas hak milik atas perkenan yang diperintah. (Di Amerika,
gagasan ini dinyatakan dalam slogan, “Tidak ada pajak tanpa adanya perwakilan.”)
Jelas sekali,
pandangan-pandangan Locke menggambarkan gagasan pihak penggerak revolusi
Amerika seabad sebelum kejadian itu berlangsung. Pengaruhnya atas Thomas
Jefferson amatlah mengesankan. Pikiran Locke merasuk ke benua Eropa, khususnya
Perancis, merupakan fakta tak langsung yang mendorong revolusi Perancis dan
Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia. Meskipun tokoh-tokoh seperti Voltaire dan
Thomas Jefferson lebih terkenal daripada Locke, tulisan-tulisannya mendahului
mereka dan punya pengaruh kuat terhadap mereka. Karena itu layaklah apabila
kedudukan Locke pun disebut lebih dahulu dalam daftar urutan buku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar