Charlemagne
(Charles yang Agung)
Kaisar abad
tengah Charlemagne (Charles yang Agung) raja bangsa Franks, penakluk Saxony,
pendiri Kekaisaran Romawi yang suci merupakan salah seorang penguasa yang
paling terkemuka di dunia.
Lahir tahun
742, dekat kota Aachen yang akhirnya jadi ibukotanya. Ayahnya bernama Pepin si
Cebol dan kakeknya Charles Martel, seorang pemuka bangsa Frank, yang di tahun
732 berhasil memenangkan percobaan kaum Muslimin yang berusaha menaklukkan
Perancis, dalam pertempuran di Tours. Tahun 751 Pepin dinyatakan sebagai Raja
bangsa Franks sehingga mengakhiri kelemahan dinasti Merovingian, mendirikan
dinasti baru yang kini disebut Carolingian, sesudah Charlemagne. Tahun 768
Pepin meninggal dunia dan kerajaan bangsa Franks dibagi antara Charles dan
saudaranya Carloman. Nasib baik buat Charles dan untuk kesatuan Franks,
mendadak Carloman meninggal tahun 771. Kejadian ini mengakibatkan Charles, di
umur dua puluh sembilan tahun, jadi Raja tunggal di Kerajaan Franks yang sudah
jadi kerajaan terkuat di Eropa.
Pada saat
penobatan Charles, Kerajaan Franks terdiri dari Perancis sekarang, Belgia,
Swis, tambah sebagian negeri Belanda sekarang dan Jerman. Charles membuang
sedikit waktu untuk mulai meluaskan kerajaannya. Janda Carloman dan
anak-anaknya mengungsi ke kerajaan Lombard di Italia Utara. Charlemagne
bercerai dengan istrinya orang Lombard bernama Desidarata dan memimpin tentara
menuju Italia Utara. Menjelang tahun 774 Lombard sepenuhnya ditaklukkan. Italia
Utara dibaurkan dengan kerajaannya meskipun empat penyerbuan tambahan masih
diperlukan untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya. Janda Carloman berikut
anak-anaknya jatuh ke tangan Charlemagne dan sejak itu tak tampak lagi batang
hidungnya selama-lamanya.
Tetapi, yang
lebih penting, dan tentu saja lebih sulit adalah penaklukan Charlemagne atas
Saxony, suatu daerah luas di sebelah utara Jerman. Ini diperlukan tidak kurang dari
delapan belas kali pertempuran; yang pertama tahun 772 dan yang terakhir tahun
804. Faktor-faktor agama sudah barang tentu menjadi penyebab mengapa perang
lawan Saxony begitu ketat dan berdarah. Orang-orang Saxon itu pagan –tak
beragama– dan Charlemagne memaksa mereka memeluk agama Nasrani. Mereka yang
menolak dibaptis atau belakangan balik lagi murtad jadi pagan dijatuhi hukuman
mati. Menurut taksiran, tak kurang dari seperempat penduduk Saxon terbunuh
dalam proses penaklukan agama secara paksa ini.
Peta Kekuasaan Charlemagne |
Charles juga
melakukan serbuan ke bagian selatan Jerman dan barat daya Perancis, untuk
mengukuhkan pengawasannya atas daerah-daerah itu. Untuk mengamankan perbatasan
timur kerajaannya, Charlemagne melakukan serentetan penyerbuan terhadap bangsa
Avar. Orang Avar berdarah Asia, ada hubungannya dengan bangsa Hun, dan mereka
menguasai daerah yang luas, yang kini terkenal dengan Honggaria dan Yugoslavia.
Sesudah itu Charlemagne membabat habis seluruh kekuatan Angkatan Bersenjata
Avar. Kendati daerah-daerah sebelah timur Saxony dan Bavaria tidak diduduki
bangsa Franks, negeri-negeri lain yang mengakui kekuasaan Franks membentang
luas mulai Jerman hingga Croatia.
Charlemagne
juga mencoba mengamankan daerahnya di perbatasan bagian selatan. Tahun 778 dia
pimpin penyerbuan ke Spanyol. Penyerbuan ini tidak berhasil, tetapi Charlemagne
bisa juga mendirikan daerah kekuasaan di Spanyol bagian utara, terkenal dengan
sebutan “Spanish March” yang mengakui kedaulatan kekuasaan Charlemagne.
Sebagai
hasil begitu banyak peperangan yang membawa kemenangan (bangsa Franks melakukan
lima puluh empat kali pertempuran dalam jangka waktu empat puluh lima tahun
selama pemerintahannya), Charlemagne berhasil menyatukan hampir seluruh Eropa
Barat di bawah kekuasaannya. Pada puncak kejayaannya, kerajaannya terdiri dari
sebagian besar Perancis sekarang, Jerman, Swis, Austria, Negeri Belanda, tambah
sebagian besar Italia dan banyak lagi daerah-daerah perbatasan. Sejak jatuhnya
Kekaisaran Romawi, tak ada satu negara pun yang punya daerah kekuasaan seluas
itu.
Selama
pemerintahannya Charlemagne memelihara hubungan akrab dengan Paus. Tetapi dalam
masa hidupnya jelas bukan Paus,yang menguasai Charlemagne, melainkan
Charlemagne yang menguasai Paus.
Puncak
paling tinggi, atau paling tidak peristiwa yang paling termasyhur dari pemerintahan
Charlemagne terjadi di Roma pada Hari Natal tahun 800. Pada hari itu Paus Leo
III mengenakan mahkota di atas kepala Charlemagne dan mengumumkan bahwa dia
adalah Kaisar Romawi. Ini berarti Kekaisaran Romawi Barat yang sudah hancur
tiga abad sebelumnya dinyatakan bangkit kembali dan Charlemagne merupakan
pengganti Augustus Caesar yang sah.
Kenyataannya,
tentu saja, satu keganjilan menganggap Kerajaan Charlemagne merupakan
“pemugaran” Kekaisaran Romawi. Pertama, daerah yang dikuasai kedua kekaisaran
sangat jauh berbeda. Kerajaan Charlemagne betapapun luasnya, hanya mencakup
separoh dari Kekaisaran Romawi Barat. Sebagian daerah memang sama dikuasai oleh
kedua kekaisaran itu, seperti Belgia, Perancis, Swis dan bagian utara Itali.
Tetapi Inggris dan Spanyol, daerah selatan Itali dan Afrika bagian utara yang
merupakan daerah kekaisaran Romawi, tidak berada di bawah kekuasaan
Charlemagne.
Sedangkan Jerman yang merupakan daerah taklukannya yang penting
tidak pernah berada di bawah kekuasaan Romawi. Kedua, Charlemagne bukanlah
orang Romawi ditilik dari segala sudut; tidak dari sudut kelahiran, pandangan,
maupun budaya. Bangsa Franks tergolong suku Teutonik, dan bahasa asli
Charlemagne adalah dialek Jerman Kuno, meskipun sedikit-sedikit dia ada belajar
bahasa Latin. Charlemagne sebagian besar dari umurnya hidup di Eropa Utara,
khusus Jerman, dan hanya melakukan empat kali perjalanan ke Itali. Ibukota
kekaisarannya bukan Roma melainkan Aachen. Kini berada di Jerman Barat tidak
jauh dari perbatasan Belgia dan Negeri Belanda.
Kegesitan
pengambilan keputusan politik Charlemagne yang menjadi ciri khasnya ternyata
macet begitu dia dihadapkan pada persoalan siapa yang akan menggantikan
tahtanya. Kendati dia sudah menghabiskan sebagian besar masa hidupnya berpegang
menyatukan sebagian besar daerah Eropa Barat, dia tidak mampu secara bijak
menyusun perencanaan membagi wilayah kekaisaran diantara ketiga puteranya
ketika dia mati. Hal ini biasanya menandakan ketidakmampuan menetapkan satu
garis tegas dan jalan keluar hingga bisa jadi bibit perang saudara.
Tetapi
keadaan selanjutnya menunjukkan kedua putera tertuanya mati tak lama sebelum
Charlemagne sendiri. Akibatnya, putera ketiganya –Louis Sang Taat– mampu
mewarisi tahta Charlemagne tanpa gangguan ketika Charlemagne meninggal dunia di
Aachen tahun 814. Tetapi, Louis menunjukkan kelemahannya dalam hal pengambilan
keputusan ketimbang sang ayah tatkala saat naik tahta tiba; dia juga
berkeinginan membagi kerajaannya kepada anak-anaknya. Sesudah melalui
pertempuran, putera Louis akhirnya menandatangani persetujuan Verdun (tahun
843) yang mengakibatkan kerajaan bangsa Franks terbagi jadi tiga bagian.
Parohan pertama terdiri dari sebagian besar daerah Perancis sekarang, parohan
kedua termasuk bagian besar daerah Jerman; dan parohan ketiga termasuk baik
Italia bagian utara maupun daerah memanjang perbatasan Perancis-Jerman.
Kini, ada
sebagian orang menduga pengaruh Charlemagne lebih hebat dari perhitungan saya
sendiri. Telah disebutkan di bagian depan, dia membangun kembali Kekaisaran Romawi;
dia menyatukan Eropa Barat; dia masukkan Saxony ke dalam wilayah Eropa; dia
letakkan pola-pola yang dianut oleh hampir sepanjang sejarah Eropa Barat; dia
menjaga Eropa Barat dari ancaman luar; dia bikin secara kasar perbatasan
Perancis, Jerman dan Itali; dia menyebarkan agama Nasrani; dan penobatan Paus
menyelesaikan pertentangan berabad panjangnya antara negara dan gereja di
Eropa. Menurut pendapat saya, anggapan itu berlebih-lebihan. Pertama, apa yang
disebut Kekaisaran Romawi suci bukanlah pendirian kembali yang sesungguhnya
dari Kekaisaran Romawi samasekali, tetapi sekedar kelanjutan dari Kerajaan
Franks yang diwariskan oleh Charlemagne.
Penyatuan
Eropa Barat akan punya makna penting apabila Charlemagne betul-betul berhasil
menyelesaikannya. Tetapi, kerajaan Charlemagne jatuh dalam masa antara tiga
puluh tahun sesudah matinya, dan tak pernah bersatu kembali sesudah itu.
Perbatasan
Perancis sekarang, perbatasan Jerman sekarang, dan juga Italia, tak ada
sangkut-pautnya baik dengan Charlemagne maupun Louis Sang Taat. Perbatasan
utara Italia sebagian terbesarnya mengikut perbatasan geografis Pegunungan
Alpen. Perbatasan Jerman-Perancis secara garis besarnya mengikuti perbatasan
bahasa, dan sebaliknya perbatasan utara mengikuti Kekaisaran Romawi.
Memberikan
penghargaan yang layak buat Charlemagne dalam hal penyebaran Agama Kristen
tampaknya tidak semestinya buat saya. Agama Kristen sudah tersebar ke arah
utara menuju Eropa berabad-abad sebelum pemerintahan Charlemagne dan
dilanjutkan berabad-abad sesudahnya. Lepas dari masalah Charlemagne memaksa
memeluk Agama Kristen bagi orang Saxon secara moral tidak bisa dihargai karena
terlampau mengerikan dan merupakan langkah yang samasekali tidak perlu. Orang
Anglo Saxon di Inggris masuk Nasrani tanpa pembunuhan dan diabad-abad
berikutnya pelbagai rakyat Skandinavia juga dimasukkan Kristen lebih banyak
dengan pendekatan daripada dengan kekerasan.
Bagaimana
halnya dengan kemenangan militer Charlemagne yang berhasil menjaga Eropa Barat
dari ancaman serangan dari luar? Duduk soalnya tidaklah begitu. Selama
sepanjang abad ke-9, pantai utara dan barat Eropa menjadi sasaran serangan yang
mematikan serentetan serbuan dari pihak bangsa Viking atau Norsemen. Pada saat
yang bersamaan, pasukan berkuda orang Magyar menyerbu Eropa dari arah timur dan
kaum Muslimin menyapu benua itu dari arah selatan. Saat Charlemagne itu
sedikitnya merupakan saat yang paling aman di dalam sejarah Eropa.
Perjuangan
untuk kekuasaan antara pejabat sipil dan gereja merupakan kemelut dalam sejarah
Eropa bahkan di daerah-daerah yang tidak termasuk dalam Kekaisaran Carolingian.
Perjuangan semacam itu-sesungguhnya-sudah merupakan aspirasi gereja abad tengah
dan sudah berlangsung (walaupun dalam bentuk yang sedikit berbeda) tanpa
Charlemagne. Pemberian mahkota di Roma merupakan kejadian yang menarik, tetapi
hampir tidak memecahkan faktor kesulitan secara umum.
Saya pikir,
sukar meyakinkan orang Cina atau India yang berpendidikan bahwa Charlemagne
harus dipandang mendekati arti penting orang semacam Shih Huang Ti, Jengis Khan
atau Asoka. Memang, apabila Charlemagne dibandingkan dengan Shih Huang Ti,
tampaknya Kaisar Cina itu lebih punya makna lebih penting daripada keduanya.
Penyatuan Cina oleh Sui Wen Ti punya pengaruh berjangka langgeng, sedangkan
penyatuan Eropa Barat yang dilakukan Charlemagne sekedar berlangsung satu
generasi.
Kendati arti
penting Charlemagne agak dilebih-lebihkan oleh orang Eropa, pengaruh jangka
pendeknya memang betul-betul besar. Dia melabrak negara Lombard dan Avar dan
menaklukkan Saxony. Banyak korban jatuh akibat peperangan ini. Dari sudut
positifnya, ada sedikit kebangunan kultural di masa pemerintahannya (yang
segera pula berhenti sesudah matinya).
Juga ada
akibat-akibat berjangka panjang dari kariernya. Berabad sesudah Charlemagne, raja-raja
Jerman terlibat dalam perjuangan sia-sia untuk menguasai Italia. Tanpa contoh
yang diberikan Charlemagne, sangat mungkin sedikit sekali mereka menaruh
perhatian terhadap Italia dan menitikberatkan perhatian hanya kepada perluasan
daerah ke barat atau timur. Juga benar, Kekaisaran Romawi suci, yang dimulai
oleh Charlemagne, berlangsung lama hingga abad ke-19. (Tetapi, sebagian waktu
itu kekuatan sesungguhnya kekaisaran suci sebetulnya kecil, dan kekuatan
efektif di Jerman terbagi-bagi dalam jumlah negara-negara kecil yang tak
terhitung jumlahnya).
Tetapi, hasil utama Charlemagne mungkin
penaklukan Saxony itu, yang mengakibatkan daerah itu masuk ke dalam arus
kebudayaan Eropa. Hasil karya ini sama dengan hasil penaklukan Julius Caesar
atas daerah Gaul, meskipun tidaklah sepenting itu benar mengingat Saxony
wilayahnya lebih kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar