STRÌ ÚAKTI
Ah' kwturh' mU/aRhmug[a ivvacn¢ -
mmednu ¹tu'
pit" sehanaya £pacret( --
Ahaý
keturahaý mùrdhàhamugrà vivàcanì,
Mamedanu kratuý patiá sehànàyà upàcaret.
(Ågveda: 10.159.2)
Saya
adalah (ahaý) pemimpin (ketur), saya adalah (ahaý) sarjana
utama (mùr-dhà) dan saya adalah (ahaý) ahli orator (ugrà
vivàcani). Suami saya (patiá) dengan kepastian (anu) menerima
(kratum) keinginan saya (mamed) dan saya tidak mempunyai musuh
lagi (sehànàyà upàcaret).
’Saya
adalah seorang wanita pemimpin, sarjana utama, dan penyampai ceramah dengan
tegas. Suami saya dengan sungguh-sungguh menerima keinginan saya dan saya tidak
mempunyai seorang musuh pun di dunia ini’.
Mantra tersebut berasal dari Ågveda dan diterima oleh
seorang åûi wanita yang bernama Paulomì Úacì. Bagian Ågveda tersebut
merupakan sebuah sùkta yang membicarakan tentang wanita. Dalam Ågveda,
wanita sangat dihormati bahkan diberikan kehormatan yang lebih besar
dibandingkan pria. Ada konsep ardhanareúvara dan wanita dianggap sebagai
ardhàògani.
Yang dimaksud dengan konsep Ardhanareúvara adalah
setengah pria dan setengah wanita yang terkenal berkaitan dengan Deva Úiva dan
sudah dibahas dalam puràóa. Tanpa wanita, pria tidak sempurna, demikian
pula sebaliknya.
Dalam kesusastraan Sansekerta nama istri juga disebut ardhàògani,
yang berarti setengah bagian badan. Hal itu sudah dibahas dalam Veda
yang bisa dilihat dalam: ....strì hi brahmà babhùvitha (Ågveda:
8.33.19) yang berarti wanita sebenarnya seorang sarjana dan pembimbing.
Dalam
semua Bràhmaóagrantha, dibahas di mana wanita diberikan kedudukan
sebagai guru yang pertama bagi anaknya. Guru yang kedua adalah ayahnya. Guru
yang ketiga adalah guru spiritualnya dan lain-lain. Màtriman pitrimàn
àcàryavàn puruûo Veda (Sathapatha).
Pandangan Veda terhadap wanita begitu jelas bahwa
wanita bukan hanya sebagai pemimpin rumah tangga tetapi dia juga bisa sebagai
pemimpin masyarakat, seperti terpapar pada mantra di atas dengan kata ketur dan
mùrdhà yang berarti wanita adalah pemimpin dan sarjana utama.
Wanita
juga ahli berpidato. Hal itu sudah dibuktikan dengan beberapa contoh dalam Upaniûad
di mana Gargì dan Maitreyì berdiskusi dengan Åûi
Yàjñavalkya tentang filsafat. Perdebatan mereka menjadi salah satu Upaniûad
yang selanjutnya disebut Maitreyì Upaniûad.
Dalam seluruh kesusastraan Sansekerta, kata ayah dan ibu
selalu didahului oleh kata ibu daripada kata ayah, seperti dalam ibu dan bapak
(màtà dan pità), tidak pernah pità dan màtà. Contoh
modernnya adalah Indira dan Gandhi yang selanjutnya disebut Indira
Gandhi, dan tidak bisa disebut Gandhi Indira.
Dibandingkan dengan
pria, wanita dihormati dengan menyebutkannya lebih dahulu. Dalam banyak mantra
dalam Veda, wanita disebut sebagai pelopor, cerdas, dan stabil. Mùrdhàsi ràd
dhruvàsi.... (Yajurveda: 14.21).
Dalam Ågveda, seorang wanita mengumumkan, anakku
adalah penghancur musuh dan putriku cerdas dan saya selalu mendapatkan
kemenangan. Utàham asmi saýjayà...
(Ågveda: 10.159.3).
Bahkan dalam Veda juga disebutkan bahwa wanita, selain
mengikuti ritual keagamaan, selalu ikut dalam medan perang. Saýhotraý sma
purà nàrì samanaý vàva gacchati, ... (Atharvaveda: 20.126.10).
Jelaslah bahwa mantra yang terdapat dalam Ågveda tersebut
menegaskan kedudukan wanita sebagai pemimpin, sebagai sarjana, dan sebagai
orator di samping mampu menenangkan hati suaminya dan tidak mempunyai musuh.
Semua itu adalah pengumuman salah seorang åûi wanita dalam Ågveda.
Banyak kontribusi åûi wanita dalam Veda. Di sana mereka mendapat
wahyu langsung dari Tuhan. Jadi kedudukan wanita dalam Veda sangat
dihormati.
Dalam pandangan Åûi Manu, bila para wanita dihormati
di sanalah para deva tinggal, dan bila para wanita tidak dihormati, rumah akan
seperti neraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar