UCAPAN YANG TERKONTROL
m/umNme in¹m,' m/umNme pray,m( -
vaca vdaim m/umÙUyas'
m/us'd*x" --
Madhumanme
nikramaóaý madhumanme paràyaóam,
Vàcà vadàmi madhumad bhùyàsaý madhusaýdåúaá.
(Atharvaveda: 1.34.3)
Oh
Tuhan! Menjadi manis (madhumanme) padaku pada waktu ke luar (nikramaó)
dan demikian dalamnya (paràyaóam), ucapan (vàca) mengucapkan
(vadàmi) manis (madhumad) dan menjadi seperti madu
(madhusaýdåúaá).
’Oh,
Tuhan! Ke mana pun kepergiaan dan di mana pun kedatangan saya menjadi manis
dan apa pun yang saya ucapkan hendaknya juga lemah lembut dan saya sendiri
menjadi simbol dari kelemah-lembutan itu’.
Mantra tersebut berasal dari Atharvaveda yang
membicarakan tentang kata-kata yang baik dan sopan yang perlu selalu diucapkan
dalam pergaulan. Dalam kesusastraan Sanskreta dikatakan bahwa orang yang
memakai kalung atau perhiasan emas, dan memakai kosmetik yang berharga mahal
serta memakai cendramata dan sebagainya belum bisa disebut berbusana yang
baik.
Manusia baru bisa dikatakan berbusana yang baik, bila mereka selalu
mengucapkan perkataan yang baik dan halus. Dengan demikian harga diri bisa
dinilai mela-lui ucapan. Hal ini ditekankan dalam Veda, supaya manusia
bisa mengontrol ucapan yang tidak baik.
Dalam mantra di atas dikatakan lidah
kita hendaknya ditempati oleh kata-kata yang manis bagaikan madu dan selalu
sejalan dengan kata-kata yang benar dan baik, demikian juga sampai ke tengah
terus ke dalam, bahkan harus bisa sampai ke pikiran kita, agar kata-kata yang
kasar dan tidak baik tidak mendapat tempat dalam pikiran kita.
Mantra tersebut sangat penting pada zaman sekarang karena
saat ini manusia dari hal-hal yang kecil selalu mengucapkan kata-kata yang
tidak baik yang dapat merugikan orang lain. Mulut yang tidak terkontrol sering
meyebabkan kita mendapatkan kesulitan. Untuk itu dalam Mànavadharmaúàstra dijelaskan
pentingnya melaksanakan monavrata, yaitu tidak bicara.
Monavrata juga
bukan semata tidak boleh berbicara melainkan di sini juga ditekankan boleh
bicara, tetapi hendaknya harus selalu baik dan benar. Dikatakan juga melalui monavrata
sebuah kekuatan akan muncul yang akan memberikan kedamaian kepada manusia.
Karena itu, para åûi tidak banyak bicara dan selalu melaksanakan monavrata.
Ucapan kita akan baik dan benar bila kita berjalan pada jalan
yang benar. Lingkungan yang baik akan mempengaruhi kita dalam berba-hasa dan
bertutur kata dengan halus dan sopan. Sebaliknya, lingkungan yang tidak baik
(tempat orang-orang jahat dan sebagainya) akan mempengaruhi kita untuk
berkata-kata yang kasar dan jahat. Sebagai contoh ada sebuah cerita sebagai
berikut.
Di sebuah hutan, ada sebuah rumah tempat pemotongan binatang
(jagal). Di depan pintu rumah itu ada seekor burung kakaktua yang selalu
melihat tuannya setiap hari mengucapkan tiga buah kalimat yaitu "Mari,
selamat datang", "Mari, silahkan duduk" dan "Mari,
potong".
Karena setiap hari burung itu mendengar ketiga kalimat
tersebut, burung itu sangat hafal dan selalu meniru ucapan tersebut. Suatu hari
seorang musafir sedang mencari àúrama para åûi. Karena lupa dan
tersesat di jalan, akhirnya sampai di tempat pemotongan binatang tersebut, yang
dikiranya sebuah àúrama.
Tepat tiba di depan pintu, sang musafir mendengar suara
seekor burung kakaktua berbunyi, "Mari, selamat datang" (sang
musafir senang dan menganggap tiba di alamat yang benar). Kalimat yang kedua
dari burung tersebut adalah "Mari silahkan duduk" (sang
musafir kemudian duduk), dan kalimat yang ketiga yaitu "Mari
potong" (sang musafir terkejut dan menjadi ketakutan lalu melarikan
diri dari tempat itu).
Kemudian sampai akhirnya pada suatu tempat, di sana dia
menemukan sebuah rumah lagi, dan di sana juga ada seekor burung kakaktua yang
juga mengucapkan kata-kata, yaitu pertama "Mari, selamat datang",
dan kedua "Mari, silahkan duduk", dan yang terakhir yaitu "Mari,
memuja Tuhan".
Kalimat yang pertama dan kedua membuat si musafir cukup
cemas karena dia ingat akan bunyi burung yang pertama kali dijumpainya di rumah
jagal itu. Tetapi setelah mendengar kalimat yang ketiga, sang musafir menjadi
tenang dan gembira karena menyadari bahwa inilah tempat yang benar yaitu àúrama
para åûi.
Dengan demikian, melalui cerita tersebut bisa dilihat bahkan
seekor burung pun yang selalu mendengar kata-kata yang kasar dan tidak baik
tentu akan mengikuti kata-kata tersebut. Sebaliknya burung yang tinggal di àúrama
åûi yang selalu mendengar mantra-mantra dan meniru ucapan para åûi yang
tidak pernah menyakiti siapa pun, tentunya juga akan selalu menirukan ucapan
dan kata-kata yang baik.
Untuk itu mantra tersebut menyarankan hendaknya kita tidak
mengucapkan kata-kata yang kasar dan tidak baik yang bisa menyakiti orang
lain. Tubuh yang luka bisa terobati tetapi hati atau perasaan seseorang yang
luka karena ucapan sangat sulit disembuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar