Pikiran berubah dari waktu ke waktu. Seperti sungai kecil pelan,
pikiran bergerak dari satu pengalaman ke pengalaman berikutnya. Dalam prosesnya
benar-benar mencerminkan berbagai tingkat kesadaran kita. Pikiran mengendalikan
tubuh manusia. Dia mengendalikan suasana hati kita, sikap kita, perasaan kita.
Dari pikiran kita terpancar rasa percaya diri, dari pikiran juga datangnya rasa
takut, putus asa, salah dan kekhawatiran. Jadi pikiran mempunyai peran penting
dan sangat berarti dalam hidup setiap orang.
Pikiran bekerja dengan tiada hentinya bahkan di saat kita tidur
pikiran terus bekerja. Pikiran bekerja secara otomatis menanggapi setiap
situasi sesuai dengan kebiasaan pola berpikir kita. Dengan demikian kita adalah
apa yang kita pikirkan. Kalau kita menghadapi suatu bahaya maka akan timbul
ketakutan di dalam hati. Kita tidak berusaha untuk menciptakan ketakutan secara
sadar. Ketakutan itu muncul secara otomatis.
Demikian pula setiap hari kita selalu berkata tentang “aku”;
“milikku, badanku, dan semua aku-aku yang lain.” Pada saat kita mengucapkan
“ku” atau “aku” tanpa kita sadari dan di luar kehendak kita maka pikiran akan
benar-benar menciptakan suatu ke”aku”an dalam diri kita. Kebiasaan membentuk
“aku” telah berlanjut sejak lama. “Aku” inilah yang juga sering disebut “ego”.
“Aku” ini bisa merupakan kumpulan karakter keburukan atau juga kumpulan
karakter kebaikan. Baik atau buruk tetap merupakan rantai pengikat. Sering
diistilahkan bahwa “aku” yang buruk disebut rantai besi, dan “aku” yang baik
disebut rantai emas. Terbuat dari apapun rantai itu dia tetap pengikat yang
membelenggu.
Pada umumnya “aku” inilah yang menjadi sentral dari setiap kegiatan
kita. Kita kira bahwa “aku” yang di
ciptakan pikiran ini adalah diri kita yang sejati. Aku yang sejati bukanlah
pikiran. Badan dan pikiran adalah alat dari sang aku sejati. Dan jika ada suatu
“aku” yang diciptakan oleh pikiran dan kemudian menjadi sentral dari kehidupan
kita, maka inilah essensi dari kepalsuan dan keterikatan. “Aku” palsu ini
adalah yang bertanggung jawab atas semua kesedihan, rasa marah, sombong, benci,
senang, tertarik, perhatian, tresna, dan lain-lain.
Dalam perjalanan pengembangan kesadaran rohani mula-mula “aku” yang
buruk diubah melalui kehidupan yang penuh moralitas menjadi “aku” yang baik.
Moralitas bukanlah tujuan akhir dari perjalanan rohani. Pikiran harus ditelaah
untuk menemukan dan menghancurkan si “aku” yang telah diciptakannya dengan
pengetahuan kebijaksanaan. Saat musnahnya, “aku” secara total oleh cahaya
kebijaksanaan maka saat inilah muncul terang kesadaran àtman. Jadi “aku”
hanyalah suatu kebiasaan dalam berfikir.
Saat hancurnya si “aku” lalu apakah yang berlanjut? Yang berlanjut
adalah kesadaran. Dalam pandangan mutlak dari àtman setelah terlepas
dari keakuan, maka semua kelahiran, kematian, penciptaan, dan pemusnahan,
hanyalah proses-proses belaka sebab di sana tidak ada suatu “aku” yang
terlibat. Orang yang telah menghancurkan si “aku” dengan cahaya kebijaksanaan
dan mencapai àtman benar-benar menjadi seorang yang bebas.
Dia hidup di
dunia ini dengan mengalami dan menjalani segala kegiatan sebagai suatu
kewajiban tapi dia tidak tersentuh, bebas. Dunia boleh lalu lalang di depannya
tapi dia adalah seorang yang bebas; seperti langit, dimana awan-awan yang
melintas tidak pernah menggoresnya, seperti lautan dimana ikan-ikan yang melintas
tidak meninggalkan jejaknya. Inilah mokûa.
Ungkapan untuk keadaan ini bisa kita simak dalam syair dari Buddha.
Saat dalam kedalaman dan keheningan pikiran
Yang úuci bijaksana mencapai kebenaran
Isi terlepas dari kegembiraan dan rasa sakit
dari yang berbentuk dan tidak berbentuk
Di mana air, tanah, panas, dan udara tidak ditemukan
Tiada bintang maupun matahari yang bersinar
bulan tak lagi memancarkan cahayanya
Namun, kegelapan tidak ada di sana
Kemudian syair yang lain menyebutkan:
Sesungguhnya mulialah ajaran ini
Sukar di ketahui sukar dipahami
Memberi kedamaian agung, sulit dicapai
oleh pikiran biasa, halus
Hanya dapat dimengerti oleh orang yang bijaksana
Sukarlah doktrin ini kamu pahami tanpa penjelasan,
tanpa
kesabaran, tanpa usaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar