PEMIMPIN NEGARA
Aa TvahazRmNtrei/ /–uviStîaivcacil" -
ivxSTva
svaR vaH^Ntu ma Tvd–aìãmi/ .[xt( --
À
tvàhàrûamantaredhi dhruvastiûþhàvicàcaliá,
Viúastvà sarvà vàñchantu mà tvadràûþramadhi
bhraúat.
(Ågveda: 10.173.1)
Wahai
pemimpin, kita membawamu (à tvàhàrûam) datanglah dalam (istana/tempat
kepresidenan) (antàredhi) jangan goyah (avicàcaliá) tetaplah
stabil (dhruvàs tistha) karena seluruh rakyat menginginkanmu (visastvà
sarvà vàñchantu) dalam memimpin supaya kamu (tvà) jangan (mà)
menjatuhkan/menghancurkan (adhibhrasat) negara ini (ràûtram).
Wahai
para pemimpin, kami membawamu dan menduduk-kanmu di istana, janganlah engkau
goyah, tetaplah teguh karena seluruh rakyat menghendakimu. Dan dalam memimpin
negara ini agar engkau jangan sampai membuat negara ini jatuh atau
menghancurkannya.
Mantra tersebut berasal dari Ågveda, yang menjelaskan
bagai-mana seharusnya menjadi pemimpin negara dalam masyarakat. Jelas dalam Veda
terdapat demokrasi di mana masyarakat akan langsung memilih pemimpin
mereka. Dalam mantra tersebut, kata à tvàhàrûam berarti, kami
(rakyat)lah yang membawa dan memilihmu supaya kamu menjadi pemimpin kami. Oleh
karena itu, masuklah ke dalam istana dan duduklah di singgasana.
Jelas dalam Veda rakyatlah yang memilih seorang
pemimpin dan rakyatlah yang memberikan izin kepada pemimpin supaya duduk dalam
istana. Kata tersebut penting sekali bagi seorang pemimpin. Untuk itu dalam
mantra tersebut dijelaskan bahwa pemimpin perlu menjadi pemimpin yang stabil,
yang bisa melindungi rakyat. Jika pemimpin tidak stabil, sukar baginya untuk
menjalankan tugas sehari-hari.
Kata "sarvà vàñchantu"
berarti seluruh rakyat menginginkan supaya seorang pemimpin negara sesuai
dengan keinginan rakyat. Di sini bisa dilihat bukan hanya sebagian lapisan
rakyat yang mengingin-kannya, tetapi dengan kata sarvà berarti seluruh
rakyat mempunyai keinginan tersebut. Dalam konsep Veda seorang pemimpin
perlu didukung oleh seluruh lapisan rakyat sehingga dia berhak menjadi pemimpin
negara.
"ràûtramadhi bhraûat"berarti 'kami rakyat menerima-mu sebagai pemimpin negara ini tetapi jangan menghancurkan atau menjatuhkan negara ini'.
Kadang-kadang pemimpin lupa akan tugasnya yaitu melindungi
rakyat dan memberikan keadilan. Pengaruh ahaýkàra bisa menyebabkan dia
melupakan tugas dan kewajiban, sehingga negara menuju jalan yang tidak benar.
Karena pemimpin bisa menyebabkan kehancuran negara, dalam mantra tersebut
dimohon kepada pemimpin agar menjalankan tugas dengan baik dan tidak menjadi
penyebab kehancuran negara. Dalam Veda disarankan kepada pemimpin agar
stabil dan kuat seperti gunung dan tidak cepat terpengaruh oleh hal-hal yang
sepele.
Terdapat juga mantra yang menjelaskan: Wahai pemimpin, kami
percaya kepadamu sepenuhnya dan kami memilihmu sebagai pemimpin negara untuk
melindungi negara, semoga rakyat membayar pajak dan selalu hormat kepadamu (dhruvaý dhruveóa
haviûàbhi somaý måúàmasi,..). Ågveda
10-173-6.
Dalam mantra tersebut ditekankan supaya pemimpin dipilih oleh
rakyat untuk melindungi hak-hak rakyat dan memberikan keadilan, dan tugasnya
berjalan tanpa gangguan. Untuk itu terdapat sebuah mantra yang perlu diucapkan
oleh seorang pemimpin supaya dia diberkati oleh Tuhan dan kepercayaan yang
diberikan oleh rakyat mampu dijalankannya dengan baik.
asapatnaá sapatnahàbhiràûþro viûàsahiá, yathà hameûàý bhùtànàý viràjàni janasya ca. (Ågveda: 10-174-5):Oh Tuhan, semoga saya tidak mempunyai musuh, semoga saya menghancurkan para musuh dan semoga saya memerintah seluruh rakyat dengan baik.
Dengan demikian jelas bahwa dalam Veda
terdapat demokrasi yang seluas-luasnya di mana rakyatlah yang akan memilih
pemimpin sesuai dengan keinginan mereka dan rakyat ingin pemimpin yang stabil
yang mepunyai kewibawaan dan keistimewaan.
Veda sebagai sumber
awal dharma menetapkan bahwa sebuah negara yang demokratis akan selalu
makmur dan sejahtera bila pemim-pin datang dari seluruh keinginan lapisan
masyarakat. Diharapkan pemimpin selalu melaksanakan kewajibannya, yaitu
melindung rakyat dan memberikan keadilan bagi semua orang.
Dalam Veda, raja dianggap sebagai dewa bagi rakyat.
Kehormatan begitu besar diberikan kepada raja dalam hal ini. Untuk itu seorang
pemimpin negara diharapkan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan supaya
diberikan anugerah untuk melanjutkan tugas-tugas pemerin-tahan, menghapuskan
kebodohan dan melindungi dharma.
Seorang pemimpin negara perlu melihat keadaan rakyat secara
langsung seperti Úrì Ràma pada malam hari secara sembunyi mengunjungi
negeri Ayodhya untuk mengetahui keadaan rakyat. Pada malam hari Úrì
Ràma mengelilingi Ayodhya dan mendengar perkelahian antara suami
istri yang profesinya tukang cuci.
Saat itu si suami mengatakan bahwa dia tidak
akan menerima istrinya karena mempunyai hubungan yang tidak baik dengan orang
lain. Dia tidak seperti Ràma yang menerima istrinya yang pernah tinggal
bersama Ràvaóa.
Mendengar perbincangan mereka Ràma berpikir bahwa
rakyat tidak setuju terhadap keberadaan Sìtà sebagai istri yang baru datang
dari Alengka. Ràma lalu memutuskan bahwa Sìtà tidak akan tinggal
lagi di Ayodhya bersamanya karena rakyat sedang membi-carakan hubungan Sìtà dan
Ràvaóa.
Untuk itu, Sìtà harus menjalani Agni Parikûa.
Setelah lulus barulah dia kembali menjadi istri Ràma. Di sini jelas,
menanggapi keraguan masyarakat, Ràma sebagi raja rela meninggalkan istri
demi rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar