PEMBAKARAN MAYAT
Apem' j¢va Aä/Ng*he>ySt' invRht pir g[amaidt"
-
m*TyuyRmSyas¢ÖUt" p[ceta AsUiNpt*>yo gmya' ckar --
Apemaý
jìvà arudhan gåhebhyastaý nirvahata pari gràmàditaá,
Måtyur yamasyàsìddùtaá pracetà asùnpitåbhyo
gamayàý cakàra.
(Atharvaveda: 18.2.27)
Wahai
manusia! Karena adanya keinginan untuk hidup di dunia ini (imamjìvaá)
maka dia ditahan di dunia ini (gåhebhya apa arudhan), tetapi sekarang
karena dutanya Yama yaitu kematian - datang, (måtyuá pracetaá yamasya
dùta asìta) dengan demikian orang (yang telah mati) pràóa dia (asùn),
telah pergi (gamayàm cakàr) ke jalan pitara. Untuk itu mayat ini
(tam) jauhkan (pari) dari rumah (gràmàditaá) supaya
keluarga dapat tinggal di dunia ini dalam kedamaian.
’Wahai
manusia, karena adanya keinginan-keinginan untuk hidup di dunia ini, oleh sebab
dia diikat dalam ikatan dunia ini, karena Dewa Kematian Yama telah
datang, pràóa orang yang meninggal telah pergi ke jalan pitra. Untuk itu
mayat tersebut dijauhkan dari rumah supaya keluarga dapat tinggal dalam
kedamaian’.
Mantra tersebut berasal dari Atharvaveda, yang menjelaskan
tentang manusia yang baru saja meninggal dunia. Kata 'jìvaá', berarti "karena
ada keinginan untuk hidup di dunia ini", dia tinggal di rumah untuk
memenuhi keinginan tersebut. Karena keinginan telah dikabulkan oleh Tuhan, maka
sekarang sesuai dengan karma-nya, dia akan kembali ke asal, yaitu Tuhan.
Untuk mengambil pràóa sese-orang, Dewa Yama telah mengirim
dutanya, yaitu kematian lalu kematian telah mengirim pràóa orang
tersebut ke jalan Tuhan melalui jalan yang telah dilalui oleh para leluhur (pitara)nya.
Inti mantra tersebut adalah manusia yang telah meninggal dan
menjadi mayat, secepatnya dikeluarkan agar secepatnya kembali ke pañca
mahàbhùta melalui kremasi. Kata "tam itaá pare", berarti 'sekarang tidak perlu menyimpan lama mayat
tersebut dan secepatnya dikeluarkan dari rumah'. Karena mayat milik api,
angin, air, angkasa, dan bumi, kewajiban bagi keluarga adalah untuk
mengembalikan secepatnya kepada yang memilikinya.
Hal ini, karena semasih dia
hidup kita mempunyai ikatan kekeluargaan dengan dia, tetapi hubungan tersebut
kini telah putus dan pràóa-nya juga telah pergi ke Tuhan. Mayat tersebut
sekarang tidak ada hubungannya dengan keluarga karena àtma-nya sudah
memutuskan diri dengan segala ikatan duniawi untuk mencapai mokûa. Mayat
yang tertinggal ini menjadi milik yang lain, yaitu pañca mahàbhùta.
Dalam Atharvaveda dikatakan, "Oh Ibu Påthivì, berikanlah
tempat yang bersih supaya mayat ini bisa dibakar". (syonàsmai bhava
påthivyanåkûarà...) - Atharvaveda: 18.2.19
Dalam Veda juga diharapkan, jika manusia tidak
mencapai mokûa dan masih memiliki keinginan untuk kembali lahir di bumi
ini maka dia lahir kembali dengan sifat seperti orang yang suka bertapa. Dia
juga bisa lahir sebagai seorang perwira dan seorang yang suka memberikan dana
punia (ye
yudhyante pradhaneûu...) - Atharvaveda: 18.2.17.
Maksudnya di sini bahwa pertama-tama perlu diusahakan supaya
kita mencapai mokûa, tetapi jika hal tersebut tidak tercapai, kita mohon
supaya lahir sebagai manusia yang baik dalam keluarga yang baik pula. Untuk
manusia yang baru saja meninggal, para keluarga mohon kepada àtma -nya, "Oh,
Àtma, jauhilah kelahiran ini dan pikirkan tentang hidup yang akan datang"
(apeta
vìta vi ca sarpàto...) -Ågveda:
10.14.9.
Sebenarnya àtma tidak pernah lahir dan mati. Badanlah
yang lahir dan mati. Saýskàra-lah yang mengikuti àtma karena
akibat hasil karma baik dan buruk
tersembunyi. Selama ikatan karma ada, manusia lahir kembali sesuai dengan
karmanya. Tetapi jika manusia sudah mokûa, hubungan atau ikatan karma sudah hilang. Untuk itu diharapkan
manusia yang baru meninggal mengikuti jalan para leluhurnya karena dengan
melalui jalan tersebut dia memasuki mokûa (prehi prehi
pathibhiá...) -Ågveda:
10.14.7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar