Benar bahwa Hinduisme
tidak bergantung hanya pada sebuah kitab suci tunggal seperti yang dilakukan
agama besar lain di dunia ini. Namun, keseluruhan tubuh dari kepustakaan
filosofis menerima kitab-kitab Upaniûad dan
Bhagavad Gìtà sebagai sumber yang dapat
dipercaya dan tidak bertentangan dengannya. Oleh karena itu, setiap konsep
tentang Tuhan yang didasarkan pada kitab-kitab ini disambut baik hampir semua
sekte Hinduisme.
Sementara mengambil konsep tentang
Tuhan, kiranya wajar bagi manusia untuk mengawalinya dari dunia tempat ia
tinggal dan bergerak. Karena itu, jika dipandang dari sudut pandang ini, Tuhan
dalam Hinduisme adalah sang pencipta. Namun, Dia menciptakan segenap alam
semesta dan dunia ini bukan dari ketiadaan yang tak logis, tetapi berasal dari
Diri-Nya sendiri. Setelah menciptakan, Dia memeliharanya dengan kekuasan-Nya,
mengatur seluruhnya bagaikan seorang kaisar maha-kuasa, membagi keadilan
sebagai ganjaran dan hukuman, sesuai dengan perbuatan masing-masing individu
dari mahluk-mahluk yang ada. Pada akhir dari satu siklus penciptaan - Hinduisme
mendukung teori siklus penciptaan - Dia menyerap segenap tatanan dunia
kedalam Diri-Nya.
Kitab suci Hindu demikian lancar
sementara melukiskan sifat-sifat Tuhan. Dia adalah Maha-mengetahui dan
Maha-kuasa. Dia merupakan perwujudan keadilan, kasih sayang dan keindahan.
Dalam kenyataannya, Dia merupakan perwujudan dari segala kwalitas terberkati
yang senantiasa dapat dipahami manusia. Dia senantiasa siap mencurahkan
anugerah, kasih dan berkah-Nya pada ciptaan-Nya. Dengan kata lain, tujuan utama
penciptaan dunia semesta ini adalah untuk mencurahkan berkah-Nya pada
mahluk-mahluk, membimbingnya secara bertahap dari keadaan yang kurang sempurna
menuju keadaan yang lebih sempurna. Dengan mudah Dia disenangkan dengan doa dan
permohonan dari para pemuja-Nya. Namun, tanggapan-Nya pada doa ini dituntun
oleh prinsip yang hendaknya tidak bertentangan dengan hukum kosmis yang
berkenaan dengan kesejahteraan umum dunia dan hukum karma yang
berkaitan dengan kesejahteraan pribadi-pribadi khususnya.
Konsep Tuhan Hindu memiliki dua
gambaran khas. Tergantung pada kebutuhan dan selera dari para pemuja-Nya, Dia
dapat terlihat dalam suatu wujud yang mereka sukai untuk pemujaan dan
menanggapinya melalui wujud tersebut. Dia juga dapat menjelmakan Diri-Nya di
antara mahluk manusia untuk membimbingnya menuju kerajaan Ilahi-Nya. Dan
penjelmaan ini merupakan suatu proses berlanjut yang mengambil tempat dimanapun
dan kapanpun yang dianggap-Nya perlu.
Kemudian, ada aspek Tuhan lainnya
sebagai Yang Mutlak, yang biasanya disebut sebagai ‘Brahman’;
yang berarti besar takterbatas. Dia adalah Ketakterbatasan itu sendiri. Namun,
Dia juga bersifat immanen pada segala yang tercipta. Dengan demikian tidak
seperti segala yang kita kenal bahwa Dia menentang segala uraian tentang-Nya.
Telah dinyatakan bahwa jalan satu-satunya untuk dapat menyatakan-Nya adalah
dengan cara negatif: ‘Bukan
ini! Bukan ini!
Pada sifat esensialnya sendiri, Dia
didefinisikan sebagai ‘Sat-cit-ànanda’ atau
‘Keberadaan - kesadaran - kebahagiaan’.
Ini merupakan dasar dari segala keberadaan, kesadaran dan kegembiraan.
Metafisika menunjuk pada Brahman sebagai
Yang Mutlak. Pikiran yang memikirkan dan hati yang merasakan - yang menandainya
sebagai mahluk manusia - hanya dapat menerima Tuhan, sang Pencipta dan Pengatur
(Ìúwara),
karena dunia kebanyakan merupakan suatu realitas terhadap hal itu. Hubungan
antara Brahman dan
Ìúwara ini,
walaupun secara naluriah dirasakan oleh hati yang merasakannya, akan senantiasa
tetap sebagai suatu teka-teki membingungkan bagi pikiran yang memikirkan.
Apakah kemungkinan hal ini disebabkan oleh kekuatan misterius yang disebut Màyà?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar