Paramà Premà (kasih yang sejati)
Hidup
manusia tidak selamanya manis, enak dan menyenangkan, tetapi terkadang juga
mengalami pasang surut laksana gelombang di tepi laut. Dalam pasang surut
kehidupan, seseorang yang tidak memiliki pegangan hidup, pegangan spiritual,
moral dan etika, ibarat sebuah perahu tanpa nahoda, akan selalu
terombang-ambing, terhempas, dan mungkin terjerembab ke dasar lautan.
Hidup
dan kehidupan mestinya dinik-mati bagaikan seorang peselancar yang mahir, selalu
tersenyum riang meniti gelombang, walaupun sekali waktu ia harus tergulung
ombak yang besar karena tiupan angin yang kencang.
Menurut
kitab úuci Bhagavadgìtà (XIII.9), setiap orang dibelenggu oleh enam hal, yakni:
- janma-måtyu (kelahiran-kematian),
- jara-vyàdhi (usia tua-penyakit),
- duákha-doûa (duka-dosa).
Belenggu tersebut mesti dialami oleh setiap orang, dalam
kondisi yang berbeda-beda, seperti umurnya pendek, baru beberapa saat setelah
lahir kemudian meninggal atau ada yang memiliki umur panjang, dengan berbagai
pengalaman suka dan duka dalam meniti kehidupan. Setiap orang tidak dapat
melepaskan diri dari ketuaan, penyakit, penderitaan dan doûa. Bila kita kaji
lebih jauh, frekwensi antara suka dan duka, nampaknya kesukaan atau kegembiraan
hidup, pada umumnya lebih banyak dinikmati oleh umat manusia.
Penderitaan tidak
dapat dihindari. Penderitaan atau kedukaan mesti dihadapi. Bagi seseorang yang
telah memiliki kebijaksanaan, keluhuran budi atau intelek, maka penderitaan
dipandang sebagai awan-awan di langit yang pada saatnya akan lenyap dalam
berbagai bentuk, ada yang langsung menjadi hujan ada juga yang menjauh, tidak
menutupi langit di atas kepala kita. Badai pasti berlalu, demikian keyakinan
yang perlu ditumbuhkan. Untuk mengatasi badai tidak ada jalan lain kecuali
mencari perlindungan dan perlindungan yang sejati, tidak ada lain kecuali
datang dari pada-Nya.
Ajaran úuci diturunkan oleh Sang Hyang Widhi, Tuhan
Yang Maha Esa kemudian dirumuskan menjadi ajaran agama merupakan pegangan hidup
dan kehi-dupan umat manusia. Seseorang yang memiliki pegangan yang jelas tidak
akan khawatir dalam meniti kehidupan. Ajaran agama membimbing manusia bagaimana
seharusnya hidup, bagaimana meniti hidup, apa tujuan hidup kita, bagaimana
merealisasikannya dan berbagai bimbingan yang mengarahkan umat manusia menuju
kesempumaan hidup.
Dalam kehidupan ini, banyak hal yang dapat menjerumuskan
diri manusia menuju jurang kehan-curan. Di antara banyak hal yang menjerumuskan
diri manusia, kitab úuci Bhagavadgìtà menyatakan adanya 3 sifat atau dorongan,
yaitu 1. nafsu (Kàma), 2. emosi (Krodha) dan 3. ambisi (Lobha) yang
digambarkan sebagai tiga pintu gerbang menuju neraka:
i]iv/'
nrkSyed' Üar' naxnmaTmn" -
kam" ¹o/Stqa lo.StSmadetT]y' Tyjet( --
tri-vidhaý narakasyedaý dvàraý nàúanam àtmanaá,
kàmaá krodhas tathà lobhas tasmàd etat trayaý tyajet.
Bhagavadgìtà XVI.21.
Inilah tiga pintu gerbang menuju neraka,
jalan menuju jurang kehancuran diri, yaitu: nafsu (Kàma), amarah (Krodha)
dan ambisi/serakah (Lobha), setiap orang harus meninggalkan sifat ini.
Tiga
sifat buruk tersebut di atas bila bergabung dengan Ûað Ripu (enam musuh
dalam diri manusia), Sapta Timira (tujuh kemabukan duniawi) dan
lain-lain, jelas akan menjerumuskan hidup dan kehidupan umat manusia.
Selanjutnya bila kita mengkaji tujuan dan missi hidup manusia di dunia ini
tidak lain adalah untuk mewujudkan kesejahtraan dan kebahagiaan lahir dan
bathin, dengan missi selalu berusaha dan terus-menerus memperbaiki dirinya
sendiri.
Membicarakan umat manusia, maka dalam ajaran Hindu dinyatakan
bahwa pada diri setiap mahluk terdapat jiwa yang tidak lain merupakan
perwujudan atau ekspresi dari Àtman, percikan dan bagian dari sinar úuci-Nya.
Sesuai dengan sifat Àtman, maka sesungguhnya hati nurani umat manusia selalu
úuci, seperti halnya sifat-sifat Paramàtman, Tuhan Yang Maha Esa, jiwa dari
seluruh alam semesta. Bila pada diri setiap umat manusia terdapat Àtman yang
luhur sifatnya, maka seseorang hendaknya mampu mengekspresikan sifat-sifat
luhur dari diri umat manusia.
Manusia sesuai dengan arti katanya berasal dari
Manu, kemudian beru-bah menjadi manuûya (yang berarti yang memiliki
akal-pikiran/mind), dengan demikian sesungguhnya Àtman memancarkan budi pekerti
yang luhur, memiliki sifat yang arif dan bijaksana yang dalam bahasa Sanskerta,
status manuûya ditingkatkan menjadi Màdhava-Màdhava (dari kata madhu, yang
berarti yang memiliki kemanisan hidup dan sifat lemah lembut, kasih kepada-Nya
dan segala ciptaan-Nya.
Sebagai telah dipahami, bahwa Bhakti Màrga adalah
jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jalan ini disebut
jalan yang paling mudah, sederhana dan tidak memerlukan biaya yang banyak, dan
hampir seluruh umat Hindu menempuh jalan Bhakti ini. Dari ajaran Bhakti inilah
muncul seni pengarcaan (membuat arca, sebagai sarana memuja keagungan-Nya,
membuat bangunan úuci yang indah dan sebagainya). Selanjutnya hidup tanpa seni,
maka hidup seakan-akan kering tidak bermakna, oleh karena terdapat unsur seni
dalam ajaran agama Hindu, maka unsur keindahan, selalu ditonjolkan.
Pokok-pokok
ajaran tentang Bhakti Màrga dapat kita jumpai dalam kitab úuci Veda,
menunjukkan bahwa sejak Veda diturunkan dan diterima oleh para åûi (åûi agung
atau mahàrûi) mengembangkan unsur Bhakti dalam dirinya. Berikut ini kami
kutipkan mantram-mantram Veda yang mengajarkan ajaran Bhakti Màrga, sebagai
berikut:
¥
.U.uRv" Sv" tTsivtuvRre<ym( -
.goR devSy /¢mih i/yo yo n"
p[codyat( --
oý
bhùr bhuvaá svaá
tat savitur vareóyam,
bhargo devasya dhìmahi
dhiyo
yo naá pracodayàt.
Yajurveda XXXVI.3.
Ya
Tuhan Yang Maha Kuasa, sumber segala yang ada, luhur dan maha mulia, pencipta
alam semesta. Kami memuja kemaha muliaan-Mu, anugrahkanlah kecerdasan dan budi
pekerti yang luhur kepada kami.
Mengapa
mantram yang sangat terkenal yang disebut Vedamàtà (ibu dari semua mantram Veda) ini
memohon kecerdasan intelek dan keluhuran budi, alasan yang dapat diajukan tidak
lain dengan berbekal kecerdasan intelek dan keluhuran budi itu, seseorang
memiliki Viveka-jñàna, yakni kemampuan untuk membedakan yang baik dan
buruk, yang benar dan salah. Selanjutnya setelah mengetahui, dan memahami hal
tersebut, sinar budi nurani umat manusia, mendorong supaya setiap orang
melakukan kebaikan dan kebajikan. Perhatikanlah mantram selanjutnya:
.d–' k,eRi." x*,uyam deva .d–' pXyema=i.yRj]a" -
iSqrWr½WStuìuv'sStnui.VyRxem deviht' ydayu" --
bhadraý
karóebhiá úåóuyàma devà
bhadraý
paúyemàkûabhir yajatràá,
sthirair aògais tuûþuvaýsas tanubhir
vyaúema devahitaý yad àyuá.
Ågveda 1.89.8,
Yajurveda XXV.21.
Ya Tuhan Yang Maha Esa, anugrahkanlah kepada kami untuk
mendengar hal-hal yang baik, dan, Ya Tuhan Yang Maha Suci, kami dapat melihat
hal-hal yang baik, dan semogalah kami dapat mempersembahkan bhakti kami dengan
kekuatan tangan dan keteguhan badan kami, dapat menikmati kebahagiaan sejati
sesuai dengan hukum kemahakuasaan-Mu.
£tam*tTvSyexa no ydÞenait rohit --
puruûa
evedaý sarvaý yad bhùtaý yacca bhàvyam,
utàmåtatvasyeúà no yad annenàti rohati.
Ågveda X.90.2.
Tuhan
Yang Maha Esa adalah asal dari segala yang ada dan yang akan ada. Ia adalah
raja dan penguasa alam yang kekal abadi dan dunia fana ini tempat tumbuhnya
makanan.
¡xa vaSyimd' sv| yiTk' c jgTya' jgt( -
ten Tyµwn .uiÇqa ma g*/" kSy
iSv×nm( --
ìúà vàsyam
idaý sarvaý
yat kiý ca jagatyàý jagat
tena tyaktena
bhuñjithà
mà gådhaá kasya svid dhanam.
Yajurveda
XL.l.
Hendaknya
dipahami bahwa segalanya diresapi oleh Tuhan Yang Maha Esa, segala yang
bergerak dan yang tidak bergerak di alam semesta. Hendaknya orang tidak
terikat dengan berbagai kenikmatan dan tidak rakus serta mengingini milik orang
lain.
Dari
beberapa mantram Veda yang mengajarkan bhakti ini, Mahàrûi Nàrada dalam
kitabnya Nàrada Bhakti Sutra (1.2) merumuskan bahwa bhakti itu sesungguhnya
Paramà Premà atau Paramà Premàrùpa, cinta kasih yang sejati, yang
tertinggi. Kasih yang sejati digambarkan sebagai kasih dari seorang bapak,
sanak saudara, sahabat, dan di dalam Gurupùjà, Tuhan Yang Maha Esa tidak saja
digambarkan sebagai seorang ibu dan bapak, tetapi juga sebagai keluarga dan
sahabat, pemberi pengetahuan dan kekayaan. Perhatikanlah mantram-mantram
berikut:
AiGn'
mNye iptrmiGnmaipiGn' .[atr' sdim s%aym( -
AGnern¢k' b*ht" spy| idiv xu¹'
yjt' sUyRSy --
agniý
manye pitaram agnim àpim
agniý
bhràtaraý sadami sakhàyam,
agner anìkaý båhataá saparyaý
divi úukraý yajataý sùryasya.
Ågveda
X.7.3.
Tuhan Yang Maha Esa yang kami yakini sebagai bapak kami, sanak kerabat
dan saudara kami, kami puja Engkau sebagai yang memiliki wajah yang agung,
sinar úuci Sùrya di langit.
Tvmev ivÛa d–iv,' Tvmev Tvmev sv| mm devdev --
tvam eva bandhuú ca sakhà tvam eva,
tvam eva vidyà dravióaý tvam eva
tvam eva sarvaý mama deva-deva.
Guru Stotra
14.
Tuhan Yang Maha Esa sesungguhnya adalah ibu kami, bapak kami, sahabat kami
dan keluarga kami. Tuhan Yang Maha Esa sesungguhnya pemberi pengetahuan, dan
Engkau penganugrah kekayaan. Engkau adalah segalanya, Ya Engkau adalah dewata
tertinggi dari seluruh dewata.
Berdasarkan
penjelasan tersebut, maka pengertian bhakti seperti nampaknya dekat
dengan yajña, yakni pengorbanan yang tulus dengan landasan kesucian hati
dan berseminya kasih sayang. Selanjutnya dalam kitab Úabdakalpadruma III.463b,
kata Bhakti dinyatakan sebagai vibhàga (pembagian atau pemisahan,
memisahkan penyembah dan yang disembah), sevà (pemujaan atau
pelayanan).
Selanjutnya para ahli Sanskerta, menyatakan bahwa kata bhakti berasal dari akar kata bhaj yang berarti memuja, cinta kasih yang sejati kepada-Nya dengan penuh perasaan dan ketulusan. Di dalam Brahmà Sùtra atau Vedànta Sùtra, pengertian tentang bhakti diungkapkan dalam kalimat Sùtra berikut: athàto bhakti jijñàsa, sekarang diuraikan makna bhakti, sàparànuraktìúvare, cinta kasih yang sejati kepada Tuhan Yang Maha Esa dari seseorang dengan sepenuh hati. Jadi pengertian tentang bhakti ini sejalan dengan makna kata paramà premà, kasih yang tinggi dan sejati.
Selanjutnya para ahli Sanskerta, menyatakan bahwa kata bhakti berasal dari akar kata bhaj yang berarti memuja, cinta kasih yang sejati kepada-Nya dengan penuh perasaan dan ketulusan. Di dalam Brahmà Sùtra atau Vedànta Sùtra, pengertian tentang bhakti diungkapkan dalam kalimat Sùtra berikut: athàto bhakti jijñàsa, sekarang diuraikan makna bhakti, sàparànuraktìúvare, cinta kasih yang sejati kepada Tuhan Yang Maha Esa dari seseorang dengan sepenuh hati. Jadi pengertian tentang bhakti ini sejalan dengan makna kata paramà premà, kasih yang tinggi dan sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar