BRAHMAN
Kapas
adalah bahan dasar dari setiap baju. Baju yang jelek atau yang bagus, baju yang
murah atau yang mahal, semuanya terbuat dari bahan dasar yang sama yaitu kapas.
Sesuai dengan contoh di atas baju-baju itu adalah semua pribadi yang ada di
seluruh alam semesta ini, dan kapas itu adalah Brahman.
Segala yang ada,
segala pribadi, pribadi terendah sampai pribadi tertinggi terbuat dari bahan
dasar yang sama yaitu Brahman. Karena itu Veda mengatakan : sv| kiLvd' b[õn( (sarvaý khalu idaý brahman ) segalanya adalah Bahman
Segala
sifat dan identitas diciptakan oleh pikiran. Pikiran berasal dari Brahman.
Karena itu Brahman tidak bisa dikenakan dengan sifat apapun. Brahman tidak bisa
dikatakan ada, tidak bisa dikatakan tidak ada, tidak bisa dikatakan ada dan
tidak ada. Brahman di luar segala sifat dan ciri-ciri.
Bagian
dari Brahman yang menjadi azas dasar dari setiap manusia disebut sebagai
àtman. Untuk mengenali Brahman bisa dicapai dengan mengenali àtman.
Brahman dan àtman diibaratkan seperti lautan dengan tetesannya.
Air laut itu asin, tetesannya juga asin. Dengan mengetahui rasa setetes air
laut maka akan mengetahui rasa seluruh air lautan.
Identifikasi
yang salah tentang diri dimulai dari kebodohan (avidyà). Kebodohan
berkata, “Badan ini adalah aku; nafsu ini adalah aku; fikiran ini adalah aku”.
Tapi sang yogì yang bijaksana mengenali bahwa, “badan ini bukan aku;
nafsu ini bukan aku; pikiran ini bukan aku”.
Kesalahan identifikasi menyebabkan
timbulnya nafsu yang tidak putus-putusnya. Dan nafsu yang tidak terkontrol
adalah penyebab dari derita. Seseorang yang telah menyadari dengan sempurna
kesejatiannya sebagai àtman akan memiliki kontrol yang sempurna terhadap
dirinya. Ia bebas dari segala derita.
Àtman dipahami dengan cara pendiskriminasian satu
persatu unsur-unsur pembentuk kepribadian dan ini bukan aku, pikiran ini bukan
aku, nafsu ini bukan aku, ego ini bukan aku.” Dengan perenungan seperti ini
secara terus menerus sang yogì akan menemukan yang terdasar dari
kediriannya.
Àtman adalah saripati dari spiritualitas, yang
tersembunyi di dalam “rasa aku” dari
setiap orang. Sementara kita mengucapkan “aku ada”, secara tidak
langsung sebenarnya kita mengucapkan “aku ada di dunia, aku ada di
tempat-tempat tertentu.” Dunia adalah obyek “aku ada” adalah subyek.
“Aku” dari “aku ada” merupakan bagian yang terhalus dari jiwa
kita.
Kita
tahu, bahwa di dalam jiwa setiap makhluk terdapat rasa “aku ada.” “Aku adalah,
aku ada”. “Aku” ini merupakan bagian yang terhalus. Kita semua tahu, ya kita
tahu di sana terdapat perasaan “aku ada.” Jadi, “Aku tahu adanya perasaan aku
ada.” Maka, rasa “aku” dari “aku ada” merupakan subyek dari “aku ada.” Dan rasa
“aku” dari “aku ada” merupakan bagian jiwa yang paling mendasar. Rasa “aku”
dari “aku tahu” adalah subyek dari “aku tahu.” “Aku” dari “aku tahu” itulah àtman.
“Aku
ada” merupakan jiwa yang paling halus, yang paling mendasar dan disebut guhà
dalam bahasa Sanskerta. Dan apakah esensi dari spiritualitas? “Aku” dari “aku
tahu.” “Aku tahu” bahwa “Aku ada”, “aku” dari “aku tahu” itulah esensi dari
spiritualitas. Inilah àtman, bukan jiwa.
Jiwa
berbeda dengan àtman. Tetapi sering juga jiwa diistilahkan sebagai àtman.
Àtman-budi-pikiran bersatu akan membentuk kepribadian, dan kepribadian
inilah yang disebut dengan jiwa (roh). Jiwa inilah kepribadian yang tidak
mengenal kematian, mengalami reinkarnasi dan berevolusi.
Kita
telah membahas bahwa di dalam kepribadian manusia terdapat esensi yang paling
mendasar yaitu àtman Demikian pula kosmos ini, bahwa kepribadian kosmik
tertinggi memiliki esensi yang paling mendasar yang di sebut Brahman.
Brahman atau àtman berada di seberang segala sifat dan identifikasi.
Tetapi bagi jiwa yang telah merealisir kesadaran tertinggi dan terhalus itu
akan mempe-roleh penerangan rohani jauh di atas apa yang bisa diba-yangkan oleh
pikiran.
Penerangan rohani itu memberi sang yogì pemenuhan tujuan hidup,
memperoleh semua sasaran yang menjadi cita-cita kerohanian, memberi kebebasan
dari kelahiran dan kematian yang berulang-ulang. Melalui kesadaran teragung itu
sang yogì akan menjelma menjadi pribadi yang amat berbeda dengan
sebelumnya. Menjadi pribadi yang bersinar dengan kebijaksanaan. Mencapai
penerangan Agung dan melihat dengan jelas jawaban dari pertanyaan :
- siapakah aku ?
- dari mana aku berasal ?
- mengapa aku di sini ?
- hendak kemana aku pergi ?
- berapa lama aku di sini ?
Beranjak
dari hal ini, Brahman yang di luar segala sifat itu dinyatakan sebagai sat-cit-ànanda
(eksistensi-kesadaran-kebahagiaan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar