ÅÛI MAITREYA
Åûi Maitreya tinggal di Haridwàra dan di sana Widura menemui
beliau. Widura kemudian bertanya kepada Maitreya. “Kehidupan ini demikian
adanya. Sehingga apapun yang dilakukan oleh seseorang, namun kesedihan selalu
ada di sekeliling kita. Beritahukanlah hamba bagaimana Kåûóa bisa dipuja agar
seseorang bisa menaklukkan kesedihan dan derita sekelilingnya.”
Maitreya kemudian memberitahukan Widura tentang proses penciptaan,
di mana Brahmà pertama kali muncul dari pusar dewa Wiûóu dan memulai proses
penciptaan. Dari kekuatan pikiran beliau, penciptaan empat åûi agung yaitu
Sanaka, Sananda, Sanàtana dan Sanatkumàra. Akan tetapi keempat åûi ini
tampaknya tidak begitu berminat untuk melanjutkan proses penciptaan dan hal ini
membuat Brahmà sangat marah. Dan saat itulah, dari kerutan alis beliau lahirlah
seorang anak yang bernama Nìlalohita, diberi nama demikian karena tubuhnya
setengah berwarna biru (Nìla) dan setengah lagi berwarna merah (lohita).
Nìlalohita adalah leluhurnya para dewa.
Segera setelah lahir, Nìlalohita langsung menangis.
“Mengapa kau menangis ?” tanya Brahmà. Anak itu berkata “Aku
menangis karena tidak punya nama. Berikanlah sebuah nama padaku dan tentukanlah
di mana aku bisa tinggal.”
Brahmà kemudian menyuruh anak itu agar berhenti menangis. Dan dari
kata menangis (Rud), beliau kemudian menamainya Rudra. Sebagai tambahannya,
beliau kemudian menambahkan sebelas nama lagi untuknya. Sebelas nama itu adalah
- Manyu,
- Manu,
- Mahìnà,
- Mahàn,
- Úiwa,
- Åtudhwaja,
- Ugrareta,
- Bhawa,
- Kala,
- Wàmadewa, dan
- Dhåtawrata.
Sebelas istrinya yaitu
- Dhì,
- Dhåti,
- Rasala,
- Umà,
- Niyutà,
- Sarpi,
- Ilà,
- Ambikà,
- Iràwatì,
- Swadhà, dan
- Dìkûa dinikahkan padanya.
Brahmà juga menentukan
bahwa Rudra akan tinggal dalam hati, kehidupan, langit, udara, api, air, bumi,
matahari, bulan dan segala jenis meditasi.
Selanjutnya Brahmà kemudian meminta Rudra untuk menciptakan lebih
banyak mahluk lagi. Selanjutnya Rudra yang pertama ini kemudian menciptakan
Rudra yang lain. Namun semua ciptaan ini adalah mahluk-mahluk mena-kutkan,
kejam dan mereka tak henti-hentinya menghancurkan apa saja yang diciptakan oleh
Brahmà. Maka Brahmà kemudian memberitahukan Rudra, “Sekarang berhentilah, cukup
sudah. Tak usah kamu menciptakan mahluk yang baru lagi. Mengapa kau tidak pergi
untuk bermeditasi?”
Demikianlah setelah diperintahkan oleh Brahmà, Rudra kemudian
pergi untuk bermeditasi. Dan dengan kepergian Rudra, Brahmà lebih leluasa
berkonsentrasi untuk melakukan penciptaan sekali lagi. Kemudian setelah itu
lahirlah sepuluh putra Brahmà. Mereka adalah
- Marìci,
- Àtri,
- Aògira,
- Pulastya,
- Pulaha,
- Kratu,
- Bhågu,
- Wasiûþha,
- Dakûa dan
- Nàrada.
- Nàrada lahir dari pangkuan Brahmà,
- Dakûa dari jempol tangannya,
- Wasiûþha dari nafasnya,
- Bhågu dari kulitnya,
- Kratu dari tangan Beliau
- Pulaha dari pusar,
- Pulastya dari telinga,
- Aògira dari mulut,
- Àtri dari kedua mata dan
- Marìci dari pikirannya.
Selanjutnya keluarlah berbagai kitab suci dari mulut beliau. Ini
termasuk keempat Weda (Ågweda, Sàmaweda, Yajurweda dan Atharwaweda), Àyurweda
(seni obat-obatan), Dhanurweda (seni bertarung, perang), dan Gandharwaweda
(seni musik). Berbagai puràóa juga keluar dari mulut ilahi Brahmà, sehingga
puràóa-puràóa juga disebut sebagai Weda ke lima.
Akhirnya Brahmà kemudian membelah tubuh beliau sendiri menjadi
dua. Sebagian berwujud pria dan sebagian lagi berwujud wanita. Yang laki
disebut Swayambhù Manu dan yang wanita disebut Úatarùpa. Manu dan Úatarùpa ini
memiliki lima orang anak, dua laki-laki dan tiga perempuan. Yang laki adalah
Priyawrata dan Uttànapàda sedangkan yang perempuan adalah Àkùti, Dewahùtì dan
Prasùtì.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar