Raja parikesit mengalungkan bangkai ular di leher Bagawan Samiti |
Parìkûit (Dewanàgarì: pr¢i=t(; IAST: parìkûita;
parìkûit) atau Parìkûita adalah
seorang tokoh dari wiracarita Mahàbhàrata. Ia adalah raja Kerajaan Kuru
dan cucu Arjuna. Ayahnya adalah Abimanyu sedangkan putranya adalah Janamejaya.
Dalam kitab Adiparwa, akhir
riwayatnya diceritakan bahwa Prabhu Parikesit meninggal karena digigit Nàga Takûaka
yang bersembunyi di dalam buah jambu, sesuai dengan kutukan Bràhmaóa Såògi
(Srenggi) yang merasa sakit hati karena Prabhu Parikesit telah mengkalungkan
bangkai ular hitam di leher ayahnya, Bagawan Samiti.
Parikesit tewas digigit oleh Nàga
Takûaka, setelah beliau diramalkan akan dibunuh oleh seekor ular. Maka
beliaupun menyuruh untuk mengadakan upacara (sarpayajña) sarpayadnya untuk
mengusir semua ular. Tetapi karena sudah takdirnya, beliau pun digigit sampai
wafat.
Peristiwa sebelum kelahiran
Saat Maharaja Parikesit masih berada
dalam kandungan, ayahnya yang bernama Abimanyu, turut serta bersama Arjuna
dalam sebuah pertempuran besar di daratan Kurukûetra. Dalam pertempuran
tersebut, Abimanyu gugur dalam serangan musuh yang dilakukan secara curang.
Abimanyu meninggalkan ibu Parikesit yang bernama Utara karena gugur dalam
perang.
Pada pertempuran di akhir hari
kedelapan belas, Aúwatthàma bertarung dengan Arjuna. Aúwatthàma dan Arjuna
sama-sama sakti dan sama-sama mengeluarkan senjata Brahmàstra. Karena dicegah
oleh Resi Byàsa, Aúwatthàma dianjurkan untuk mengarahkan senjata tersebut
kepada objek lain. Maka Aúwatthàma memilih agar senjata tersebut diarahkan ke
kandungan Utara. Senjata tersebut pun membunuh Parikesit yang masih berada
dalam kandungan. Atas pertolongan dari Kåûóa, Parikesit dihidupkan kembali.
Aúwatthàma kemudian dikutuk agar mengembara di dunia selamanya.
Ramalan kehidupan
Resi Dhomya memprediksikan kepada Yudhiûþhira
setelah Parikesit lahir bahwa ia akan menjadi pemuja setia Dewa Wiûóu, dan
semenjak ia diselamatkan oleh Bhaþàra Kåûóa, ia akan dikenal sebagai Viûóuratha
(Orang yang selalu dilindungi oleh Sang Dewa).
Resi Dhomya memprediksikan bahwa
Parikesit akan selamanya mencurahkan kebajikan, ajaran agama dan kebenaran, dan
akan menjadi pemimpin yang bijaksana, tepatnya seperti Ikûwaku dan Ràma dari Ayodhyà.
Ia akan menjadi ksatria panutan seperti Arjuna, yaitu kakeknya sendiri, dan
akan membawa kemahsyuran bagi keluarganya.
Raja Hastinàpura
Saat dimulainya zaman Kali Yuga,
yaitu zaman kegelapan, dan mangkatnya Kåûóa Awatàra dari dunia fana, lima Pàóðawa
bersaudara pensiun dari pemerintahan. Parikesit sudah layak diangkat menjadi
raja, dengan Kåpa sebagai penasihatnya. Ia menyelenggarakan Aúwamedha Yajña
tiga kali di bawah bimbingan Kåpa.
Kutukan Sang Srenggi
Pada suatu hari, Raja Parikesit pergi
berburu ke tengah hutan. Ia kepayahan menangkap seekor buruan, lalu berhenti
untuk beristirahat. Akhirnya ia sampai di sebuah tempat pertapaan. Di pertapaan
tersebut, tinggallah Bagawan Samiti. Ia sedang duduk bertapa dan membisu.
Ketika Sang Raja bertanya kemana buruannya pergi, Bagawan Samiti hanya diam
membisu karena pantang berkata-kata saat sedang bertapa. Karena pertanyaannya
tidak dijawab, Raja Parikesit marah dan mengambil bangkai ular dengan anak
panahnya, lalu mengalungkannya ke leher Bagawan Samiti. Kemudian Sang Kresa
menceritakan kejadian tersebut kepada putera Bagawan Samiti yang bernama Sang
Srenggi yang bersifat mudah marah.
Saat Sang Srenggi pulang, ia melihat
bangkai ular melilit leher ayahnya. Kemudian Sang Srenggi mengucapkan kutukan
bahwa Raja Parikesit akan mati digigit ular setelah tujuh hari sejak kutukan
tersebut diucapkan. Bagawan Samiti kecewa terhadap perbuatan puteranya tersebut,
yang mengutuk raja yang telah memberikan mereka tempat berlindung. Akhirnya
Bagawan Samiti berjanji akan mengakhiri kutukan tersebut. Ia mengutus muridnya
untuk memberitahu Sang Raja, namun Sang Raja merasa malu untuk mengakhiri
kutukan tersebut dan memilih untuk berlindung.
Kemudian Nàga Takûaka pergi ke Hastinàpura
untuk melaksanakan perintah Sang Srenggi untuk menggigit Sang Raja. Penjagaan
di Hastinàpura sangat ketat. Sang Raja berada dalam menara tinggi dan
dikelilingi oleh prajurit, Bràhmaóa, dan ahli bisa. Untuk dapat membunuh Sang
Raja, Nàga Takûaka menyamar menjadi ulat dalam buah jambu. Kemudian jambu
tersebut disuguhkan kepada Sang Raja. Kutukan tersebut menjadi kenyataan. Raja
Parikesit wafat setelah digigit Nàga Takûaka yang menyamar menjadi ulat dalam
buah jambu.
Keturunan Raja Parikesit
Parikesit menikahi Madrawati, dan
memiliki seorang putera bernama Janamejaya. Janamejaya diangkat menjadi raja
pada usia yang masih muda. Janamejaya menikahi Wapuûþama, dan memiliki dua
putera bernama Úatànìka dan Saòkukaróa. Úatànìka diangkat sebagai raja
menggantikan ayahnya dan menikahi puteri dari Kerajaan Wideha, kemudian
memiliki seorang putra bernama Aúwamedhadatta.
Para keturunan Raja Parikesit
tersebut merupakan raja legendaris yang memimpin Kerajaan Kuru, namun
riwayatnya tidak muncul dalam Mahàbhàrata.
Parikesit dalam pewayangan Jawa
Parikesit adalah putera Abimanyu
alias Angkawijaya, kesatria Plangkawati dengan permaisuri Dewi Utari, puteri
Prabhu Matsyapati dengan Dewi Ni Yustinawati dari Kerajaan Wirata. Ia seorang
anak yatim, karena ketika ayahnya gugur di medan perang Bhàratayuddha, ia masih
dalam kandungan ibunya. Parikesit lahir di istana Hastinàpura setelah keluarga Pàóðawa
boyong dari Amarta ke Hastinàpura.
Parikesit naik tahta negara
Hastinàpura menggantikan kakeknya Prabhu Karimataya, nama gelar Prabhu Yudhiûþhira
setelah menjadi raja negara Hastinàpura. Ia berwatak bijaksana, jujur dan adil.
Prabhu Parikesit mempunyai 5 (lima)
orang permasuri dan 8 (delapan) orang putera, yaitu:
1. Dewi Puyangan, berputera Ràmàyaóa
dan Pramasata
2. Dewi Gentang, berputera Dewi
Tamioyi
3. Dewi Satapi alias Dewi Tapen,
berputera Yudayana dan Dewi Pramasti
4. Dewi Impun, berputera Dewi Niyedi
5. Dewi Dangan, berputera Ramaprawa
dan Basanta.
Pesan moral:
Jangan karena jabatan, membuat kita lupa akan rasa hormat dan kasih kepada sesama.
Sumber: Dari Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar